Monday, August 24, 2015

Short Story - Dalam Gaun Hitam



Dalam Gaun Hitam


Black Dress sudah difilmkan :)
Gaun merupakan pakaian terusan wanita, dan hitam adalah warna paling gelap dalam alam semesta ini. Dalam mendung, gelap tidak pernah menghilang. Dalam kabut, gelap senantiasa meradang. Adalah suatu perasaan duka dalam malam yang gelap pekat menyelimuti batin manusia yang terbiasa tinggal dalam terang. Adalah penglihatan yang kabur, dalam gelap. Bagitulah kira-kira sebuah gaun hitam sanggup melekat di tubuh seorang gadis manis yang sangat memuja kebahagiaan. 

***
Suatu pagi yang mendung, seorang gadis sedang termenung di dalam kamarnya. Setelah ingat bahwa dia harus segera pergi, gadis itu berjalan menuju lemari pakaiannya. Lemari pakaian itu terletak terpinggir kamarnya. Perlahan-lahan si gadis memilah-milah pakaian yang hendak dikenakannya untuk kegiatan rutinnya, yaitu pergi ke taman dan menemui kekasihnya. Dia sudah berhari-hari tidak bisa menemui kekasihnya, dan dia sangat merindukan kekasihnya itu.
Akhirnya, gadis itu memilih pakaian berwarna hitam, sebuah gaun panjang se-lutut yang hitam legam tanpa hiasan. Gadis itu pun mengenakan gaunnya, lalu mulai merias wajahnya agar terlihat cantik karena dia –sekali lagi- akan menemui kekasihnya. Dia sudah tidak sabar untuk membagi seluruh perasaannya kepada pemuda yang paling dicintainya itu. Dia memulaskan warna merah darah di bibirnya yang tipis agar terlihat lebih berisi dan celak mata hitam di matanya, agar matanya yang agak sipit terlihat lebih lebar. 
Perlahan-lahan, gadis itu menyisir rambutnya yang lurus, panjang dan hitam legam se-rapi mungkin. Setelah selesai berdandan, dia pun mengenakan sepatu hitam yang senada dengan pakaiannya. Gadis itu siap untuk menemui sang kekasih di sebuah taman.
Sesampainya di taman, gadis itu hanya duduk disebuah bangku panjang berwarna putih yang letaknya di bawah sebuah pohon beringin. Gadis itu diam saja, pandangannya lurus ke depan, dan bibirnya tersenyum.
“Ah... aku ingat ini semua,” gadis itu mulai berbicara, air matanya pun menetes, membuat celak matanya luntur dan mewarnai pipinya dengan warna hitam.
Tiba-tiba seorang pemuda berjalan menghampirinya. Pemuda itu duduk di sebelah sang gadis tanpa berbicara sepatah kata pun. Gadis itu tidak menyadari keberadaan sang pemuda dan terus menatap ke depan. Pemuda itu memperhatikan sang gadis dengan seksama, dari atas ke bawah dan dari bawah ke atas. Raut wajahnya menampakkan ekspresi sedih sekaligus kesal yang sudah pasti ditujukan kepada sang gadis. Lalu pemuda itu membelai rambut sang gadis dengan lembut.
“Aku nggak suka kamu pakai baju hitam,” kata sang pemuda dengan nada halus namun tegas.
Sang gadis hanya terdiam, ia tersenyum dan memandang ke arah sang pemuda dengan mata berbinar namun tersirat rasa bersalah. Setelah itu, sang gadis menghadap lurus ke depan lagi, lalu menunduk.
“Maaf sayang. Aku tahu kalau kamu pasti nggak suka kalau aku pakai baju warna hitam,” gadis itu berbicara dengan nada bersalah.
Malam harinya, gadis itu pergi ke sebuah kafe untuk menemui kekasihnya. Kafe tersebut merupakan tempat yang paling sering dia kunjungi bersama kekasihnya untuk menghabiskan malam yang lelah setelah seharian menjalani rutinitas mereka masing-masing. Dia masih mengenakan gaun hitam tadi karena keinginannya yang kuat untuk memakai gaun itu meskipun sang kekasih tidak akan menyukainya.
Gadis itu memesan dua cangkir latte panas dan dua porsi pasta karena itulah minuman dan makanan yang selalu dia dan kekasihnya pesan setiap makan malam di kafe tersebut. Sesaat kemudian, pesanan sang gadis itu datang. Aroma dua cangkir latte panas mengepul sudah tercium wangi di hidungnya, dan bau pasta yang gurih sudah menggodanya. Namun sang gadis tidak mau makan sebelum sang kekasih datang, kecuali kalau dalam lima menit sang kekasih memang tidak menunjukkan tanda kedatangannya.
Beberapa saat kemudian, seorang pemuda datang menghampirinya. Pemuda yang sama dengan yang duduk di sebelahnya ketika dia berada di taman tadi. Pemuda itu duduk di seberang sang gadis dalam satu meja, lalu menggenggam tangan sang gadis yang kedua telapaknya saling mengepal di atas meja. Pemuda itu tersenyum, namun raut sedih dan kesal bahkan kecewa terlihat dibalik senyuman hangatnya.
“Aku nggak suka kamu pakai baju hitam,” pemuda itu kembali mengatakan hal serupa dengan apa yang dikatakannya pada saat di taman beberapa saat lalu.
Sang gadis hanya terdiam bagaikan tidak tahu lagi harus bagaimana. Dia pun menundukkan kepalanya dengan raut wajah penuh penyesalan. Gadis itu pun akhirnya menyantap makanannya perlahan bersama dengan perasaannya yang benar-benar dipenuhi oleh penyesalan itu.
Keesokan harinya gadis itu pergi kuliah. Dia mengenakan pakaian serba hitam lagi, meskipun kali ini tidak dalam bentuk gaun. Dia mengenakan kemeja hitam, celana panjang hitam dan sepatu hitam. Lehernya dibalut dengan syal hitam dan tangannya dipenuhi gelang-gelang karet berwarna hitam. Riasan wajahnya pun gelap dengan celak mata hitam dan tebal, bahkan rambut panjangnya pun dibiarkan terurai. Dia sangat melanggar keinginan kekasihnya walaupun dia sangat paham bahwa kekasihnya tidak akan suka jika melihatnya mengenakan pakaian serba hitam.
Seusai jam perkuliahan, sang gadis tetap duduk di bangkunya yang berada di barisan paling belakang. Dia merasa sangat kesepian. Lalu, dia mengeluarkan sebuah buku kecil dari dalam tas ranselnya, dan air mata pun mulai menetes –lagi- dari matanya meskipun dia belum membaca isi buku kecil tersebut.
Gadis itu membuka halaman per halaman buku kecil yang ada di tangannya dengan tatapan kosong. Di dalam buku itu terdapat banyak sekali foto-foto tentang gunung yang sudah atau hendak ditaklukkan oleh sang pemiliknya, terutama Sang Mahameru karena si pemilik buku itu sangat berambisi untuk menaklukkannya. Bahkan, dalam buku itu terdapat tulisan-tulisan dan artikel-artikel tentang gunung Semeru sebagai persiapannya menuju puncak tertinggi di Jawa itu. Namun pada halaman terakhir di buku kecil itu terdapat beberapa kalimat yang tidak pernah lupa untuk dibaca sang gadis setiap harinya.
“Aku nggak suka kalau kekasihku pakai baju hitam dan nggak akan pernah suka. Aku tahu pakaian hitam memang cocok untuknya, namun aku tidak ingin kalau dia memakainya terus. Tanpaku.”
Sebuah pesan atau hanya sebuah catatan biasa, kalimat-kalimat itu sangat berarti bagi setiap orang yang membaca buku kecil tersebut, terutama sang gadis. Kalimat-kalimat itu ditulis di malam yang dingin dengan tangan yang mulai membeku oleh seorang pemuda pucat pasi yang sangat mencintai kekasihnya dalam suatu pendakian menuju puncak tertinggi Jawa yang diagung-agungkan olehnya.
Benar saja bahwa buku itu adalah buku harian milik kekasih gadis itu, dan sang kekasih menuliskan suatu hal yang seharusnya dituruti sang gadis. Sang kekasih tidak ingin kalau gadis itu mengenakan pakaian hitam. Namun sepertinya gadis itu tetap tidak akan mau menuruti keinginan kekasihnya karena dia masih ingin terlarut dalam kesedihannya sendiri.

(Tamat)


Semarang, 8 Januari 2015
ELISABETH DYAH AYU CINTAMI WISNUGROHO
*Dilarang keras untuk meng-copas tanpa ijin*

No comments:

Post a Comment

Feel free to give me your opinion :D