Tuesday, December 25, 2012
Saturday, June 23, 2012
No Limit (part 1)
“Sayang, kita akan bersama selamanya. Selamanya.”
Ucapan dari
Pierre yang membuatku terus sabar dalam penantian ini. Aku menanti dia yang sedang
berusaha mendapatkan gelar Doktornya di Amerika. Aku dan dia terpisah jauh.
Sekarang aku berada di Perancis untuk mendapatkan gelar magister untuk
pendidikan seni.
Sebenarnya
aku dan Pierre hidup dalam dua dunia yang berbeda jauh. Dia adalah seorang
ilmuwan dan aku seorang seniman. Bahkan kebangsaan kami berbeda. Dia dari
Perancis asli sedangkan aku dari Indonesia. Kami bertemu di dalam gereja ketika
kami sedang mengikuti Misa. Kebetulan ia berada di sebelahku. Entah mengapa
sorotan matanya sangat tajam menatapku. Dan setelah Misa selesai ia mengajakku
berkenalan. Aku baru tahu jika sebenarnya dia adalah seorang dosen Fisika. Aku
heran sekali, orang sepintar dia mau mengenalku yang hanya seniman dan tidak
tahu apa-apa akan dunianya.
Sebulan
setelah aku mengenal Pierre, ia
menyatakan cintanya padaku. Aku semakin tidak percaya bahwa seorang yang jenius
sepertinya bisa mencintaiku. Sebenarnya aku merasa canggung, sangat canggung.
Tetapi kata-kata romantisnya telah membunuh kecanggunganku. Dia tidak terlihat
seperti ilmuwan ketika mencintaiku dan aku malah tidak terlihat seperti seniman
ketika mencintainya. Kami sama. Kami sederajad dan sepertinya memang pantas
untuk bersama. Walaupun masih banyak lagi perbedaan diantara kami cinta itu
tetap tumbuh subur sesubur anggur yang manis tumbuh disini.
Aku ingat
ketika kami sedang berada di dekat menara Eifel. Pierre menggenggam tanganku
dengan erat. Tatapan matanya membunuhku dan membuatku terhanyut didalam arusnya.
Dan ia juga tersenyum padaku,
“Sayang, aku ingin kita bersama selamanya.” Katanya pelan
dengan bahasa Perancis,
“Aku juga sayang. Tapi apa kamu yakin?” balasku,
“Aku sangat yakin padamu. Apa yang harus aku yakini lagi?”
“Aku bukan seorang ilmuwan sepertimu aku hanya seniman dan
aku tidak sepintar kamu.”
“Sayang, cinta itu bukan hanya terbatas kepada status dan
juga kecerdasan atau sebagainya. Kita sederajad karena cinta. Jadi, tidak ada
masalah jika kita bersatu.” Kata Pierre lembut,
“Kau benar, namun apa kata orang lain? Apa kata orang tuamu?
Keluargamu?”
“Semua orang, semua makhluk, semua benda, semuanya. Bahklan
Tuhan akan berkata kita akan bersama selamanya. Jenna, sayangku. Kamu harus
terima itu. Kamu masih cinta kan padaku?”
“Aku akan selalu mencintaimu Pierre.”
Lalu tanpa sadar ia mendekatkan wajahnya padaku dan
menghampiri bibirku. Aku mulai merasakan ciuman lembutnya. Ciuman cerdas
seorang ilmuwan yang sangat kucintai. Ciuman hangat seorang Profesor tampan dan
manis itu melemahkanku, membelai mulutku, lidahku.
Tanpa sadar
hubunganku dengan Pierre sudah menginjak satu tahun. Kami merayakan ini dengan
makan malam di apartemenku. Aku sudah buatkan makanan kesukaannya dan aku juga
telah sediakan minuman anggur yang paling nikmat. Aku yakin ini akan menjadi
hal yang menyenangkan. Namun dibalik kegembiraan, kebahagiaan dan keindahan
malam itu tersirat rasa sedihku karena Pierre ternyata akan pergi ke Amerika
untuk melanjutkan studinya. Ia ingin mendapatkan gelar Doktor. Aku tak habis
pikir. Aku kalah banyak darinya. Namun aku lebih tidak habis pikir bahwa dia
akan pergi ke luar negeri seperti ini.
@@@
Setelah dua
tahun aku menunggu. Akhirnya Pierre kembali ke Perancis. Kini dia telah
mendapatkan gelar Doktornya dan aku juga telah mendapatkan gelar Master. Kami
sama-sama mendapatkan gelar yang kami inginkan. Sebenarnya aku telah
mendapatkan gelar itu setahun lalu dan aku telah bekerja disebuah perusahaan fashion
terkemuka di dunia.
Aku sangat
terkejut ketika Pierre tiba-tiba melamarku. Ia memintaku untuk menikahinya. Aku
sangat senang karena aku benar-benar mencintainya. Ia memasangkan sebuah cincin
di jari manisku. Aku tidak percaya kami akan menikah.
Satu minggu
sebelum aku dan Pierre menikah, kami mendapatkan sebuah musibah. Kami mengalami
kecelakaan mobil dan kecelakaan itu telah merengkut nyawa Pierre dan semuanya
sirna seketika. Tidak ada menikah, tidak ada kebahagiaan lagi. Bagiku, hanya
dia yang bisa membuatku benar-benar cinta.
@@@
Sekarang aku
berada disamping makam Pierre. Hanya ini yang bisa aku lakukan untuk
membuktikan cintaku padanya. Suasana disini sangat sepi, tak tampak seorangpun
di pemakaman ini. Pierre, andaikan kamu disini. Aku hanya berharap untuk
melihatmu.
Tiba-tiba
berhembuslah angin kencang dan aku hanya memejamkan mataku dan mencoba untuk
bertahan dari tiupan angin itu. Namun suatu hal aneh menimpaku setelah angin
kencang itu bertiup.
Perlahan-lahan
aku membuka mataku. Aku sangat terkejut karena semuanya berubah. Aku tidak
sedang berada di pemakaman sekarang. Aku berada dalam ruang kerja Pierre di
Universitas. Tempat dimana aku sering menemuinya sepulang kuliah.
“Sudah
berapa lama kamu menungguku, Jenna?” terdengar suara yang membuatku terkejut.
Suara yang sangat aku kenal bahkan aku rindukan. Perlahan aku mencari arah
suara itu.
Aku
terkejut. Aku sulit menerima ini. Suara itu ternyata adalah suara Pierre yang
sekarang berada di dekat pintu. Aku sangat takut. Aku takut terjebak dalam alam
lain. Apakah aku bermimpi? Ini sangat menakutkan. Aku hanya terpaku dan diam
saja. Aku tidak menjawab pertanyaan Pierre sepatah katapun.
“Mengapa kau
terdiam, Jenna? Bukannya kamu menantiku? Bukannya kamu merindukanku?” Dia
bertanya lagi. Apakah dia benar-benar Pierre? Tidak mungkin. Dia sudah pergi
dan aku sedang berada di makamnya. Aku hanya bermimpi! Aku memang
merindukannya. Tapi aku tidak boleh terlalu berkhayal tentang dia.
“Siapa kamu?” Aku memulai pertanyaanku perlahan,
“Aku? Apakah kamu sudah lupa denganku? Aku Pierre. Kekasihmu,
tunanganmu.” Jawabannya itu membuatku semakin merasa bahwa aku sudah gila.
“Stop! Don’t make me mad!” Aku berteriak dan dia malah
mendekatiku. Apa-apaan ini? Aku merasa benar-benar jatuh dalam imajinasi yang
berlebihan.
“Aku benar-benar Pierre. Kamu tidak gila. Ini benar-benar
aku.” Dia semakin berusaha meyakinkanku.
“Tidak mungkin. Kamu sudah...”
“Meninggal? Iya, aku memang sudah meninggal.” Suatu jawaban
yang membuatku semakin ketakutan. Namun, jika ternyata aku juga ikut mati
bersama Pierre itu terasa adil bagiku.
“Pierre...” aku mulai menitikkan air mataku, aku percaya dia benar-benar Pierre.
“Jangan khawatir. Kita akan selalu bersama.” kata Pierre, aku tak kuasa menahan ini. Aku langsung berlari memeluknya. Bahkan aku merasakan dia masih hidup karena aku bisa memeluknya seerat yang kumau.
“Apakah aku sudah mati? Apakah aku sekarang berada di surga
denganmu? Apakah ini yang namanya surga?” tanyaku,
“Kamu masih hidup, Jenna. Selama kamu masih mencintaiku.
Selama hati kita masih bersatu. Kita akan selalu bertemu.” Jawabnya. Aku tak tahu apa maksud semua ini. Akan tetapi aku merasa bahwa aku sangatlah beruntung sekarang.
(To be Continue)
Kira-kira apa yang membuat Jenna bisa bertemu dengan Pierre lagi?
Saturday, June 16, 2012
Gone Too Soon
Sebelum aku nulis. aku mau ngutip lagunya Simple Plan dulu dengan judul yang sama sama :)
"Like a shooting star, Flyin' across the room
So fast so far, You were gone too soon
You're part of me, And I'll never be
The same here without you
You were gone too soon"
XH...
U're my second family in my life
Thanks for everything...
U will never end...
I love u...
I proud of you...
XH...
Kelas yang paling misterius
Karena kalian selalu bervariasi
Kelas paling labil
Karena dari sekian masalah bercampur aduk
Menjadi suatu hal yang berbeda
Kelas paling asik
Kalian hebat!
Apapun yang terjadi kalian hadapi dengan
tangan terbuka...
Kalian hadapi dengan mental baja
Setahun kita bersama...
Bahkan baru sebentar kita berakrab-akrab
Namun...
Sekarang kita harus berjuang dengan kelas yang berbeda-beda
Tapi berjanjilah!
Dengan genggaman tangan ini kita tetap keluarga
Sampai kapanpun!
Selamanya...
XH iku esa...
XH iku setunggal...
Kalian datang...
Dalam hidupku yang penuh tanda tanya
Dalam hidupku yang gelap dan tak tahu arah
Buat kamu yang harus berjuang lagi...
Berjuanglha selagi kamu bernafas!
Berjuanglah selagi matahari masih terbit dari timur
Berjuanglah selagi darah pahlawanmu mengalir deras
Ingatlah!
Air mata yang tertetes
Adalah cahaya yang akan menerangimu
Bukan sekedar penyesalan dalam pertumpahan darah ini!
Tak ada yang sia-sia
Karena kita harus terus berjuang
Dalam semangat MAGIS
Demi besarnya kemuliaan Allah
U're part of me
We are family
XH 2011-2012 SMA Kolese Loyola
Hong Family! :')
Sorry kalo lagi-lagi aku "mbacot"
Tapi ini jujur guys!
Sorry kalo aku suka nakal, suka bikin masalah di belakang...
Sorry kalo aku sering mangkir kerja dan sebagainya
Sorry kalo kejelekanku keluar semua ke kalian
Thx a lot ya buat selama ini
Bantuan pelajaran ya mental, ejekan, bahkan marah-marahnya
Semuanya bikin aku belajar kalo inilah hidup... :)
"Like a shooting star, Flyin' across the room
So fast so far, You were gone too soon
You're part of me, And I'll never be
The same here without you
You were gone too soon"
XH...
U're my second family in my life
Thanks for everything...
U will never end...
I love u...
I proud of you...
XH...
Kelas yang paling misterius
Karena kalian selalu bervariasi
Kelas paling labil
Karena dari sekian masalah bercampur aduk
Menjadi suatu hal yang berbeda
Kelas paling asik
Kalian hebat!
Apapun yang terjadi kalian hadapi dengan
tangan terbuka...
Kalian hadapi dengan mental baja
Setahun kita bersama...
Bahkan baru sebentar kita berakrab-akrab
Namun...
Sekarang kita harus berjuang dengan kelas yang berbeda-beda
Tapi berjanjilah!
Dengan genggaman tangan ini kita tetap keluarga
Sampai kapanpun!
Selamanya...
XH iku esa...
XH iku setunggal...
Kalian datang...
Dalam hidupku yang penuh tanda tanya
Dalam hidupku yang gelap dan tak tahu arah
Buat kamu yang harus berjuang lagi...
Berjuanglha selagi kamu bernafas!
Berjuanglah selagi matahari masih terbit dari timur
Berjuanglah selagi darah pahlawanmu mengalir deras
Ingatlah!
Air mata yang tertetes
Adalah cahaya yang akan menerangimu
Bukan sekedar penyesalan dalam pertumpahan darah ini!
Tak ada yang sia-sia
Karena kita harus terus berjuang
Dalam semangat MAGIS
Demi besarnya kemuliaan Allah
U're part of me
We are family
XH 2011-2012 SMA Kolese Loyola
Hong Family! :')
Sorry kalo lagi-lagi aku "mbacot"
Tapi ini jujur guys!
Sorry kalo aku suka nakal, suka bikin masalah di belakang...
Sorry kalo aku sering mangkir kerja dan sebagainya
Sorry kalo kejelekanku keluar semua ke kalian
Thx a lot ya buat selama ini
Bantuan pelajaran ya mental, ejekan, bahkan marah-marahnya
Semuanya bikin aku belajar kalo inilah hidup... :)
Monday, March 12, 2012
Beruntunglah Hey Cewe Cute Disana!
Beruntunglah lo yang jadi cewe girly dan suka pake barang serba cute
Beruntunglah karena lo bisa pake itu semua
Sedangkan gue?
Badan gue pantesnya dikasih pernak-pernih serba item, gothic, metal, dsb.
Walau sebenernya gue bosen
Rambut gue cuma bisa dikuncir satu
Gue nggak pede dengan aksen cewe padahal gue ini cewe tulen
Gue disangka nggak normal
Suara gue gedhe
Badan gue gedhe
Sayangnya jalan gue segaris
Gue belum nemuin jati diri
Gue labil...
Tapi gue hidup di tengah anak yang berperilaku SOK DEWASA
Dan gue yakin mereka sebenernya nggak dewasa
Kalo gue pake barang girly
Mereka heran...
Kalo gue dandan
Mereka heran...
Katanya alay katanya lebay katanya kemayu
Gue cewe, bego!
Nyadar nggak sih?
Gue suka sama cowo
Mereka heran...
Apa sih maunya???
Sok care amat sih
Carenya cuma sama hal yang jelek
Tapi NGGAK PERNAH LIHAT BAGUSNYA GUE
Gue bingung...
Gue makin labil
Gue cari semua yang pas
Nggak ada...
Gue penge tampil cute sekali aja tanpa dikata-katain
Tapi susah...
Emang beruntunglah lo
Hey cewe cute disana!
***based by my true story***
Beruntunglah karena lo bisa pake itu semua
Sedangkan gue?
Badan gue pantesnya dikasih pernak-pernih serba item, gothic, metal, dsb.
Walau sebenernya gue bosen
Rambut gue cuma bisa dikuncir satu
Gue nggak pede dengan aksen cewe padahal gue ini cewe tulen
Gue disangka nggak normal
Suara gue gedhe
Badan gue gedhe
Sayangnya jalan gue segaris
Gue belum nemuin jati diri
Gue labil...
Tapi gue hidup di tengah anak yang berperilaku SOK DEWASA
Dan gue yakin mereka sebenernya nggak dewasa
Kalo gue pake barang girly
Mereka heran...
Kalo gue dandan
Mereka heran...
Katanya alay katanya lebay katanya kemayu
Gue cewe, bego!
Nyadar nggak sih?
Gue suka sama cowo
Mereka heran...
Apa sih maunya???
Sok care amat sih
Carenya cuma sama hal yang jelek
Tapi NGGAK PERNAH LIHAT BAGUSNYA GUE
Gue bingung...
Gue makin labil
Gue cari semua yang pas
Nggak ada...
Gue penge tampil cute sekali aja tanpa dikata-katain
Tapi susah...
Emang beruntunglah lo
Hey cewe cute disana!
***based by my true story***
Sunday, March 11, 2012
Puisi Cinta Yang Depresi
"Sayang, kamu tau nggak kalau aku akan selalu menaruhmu dihatiku?"
"Aku mau kamu juga taruh aku dalam hatimu!"
Buat apa aku menaruhmu lagi di hatiku?
Batinku...
Kamu tak akan pernah tepati janjimu
Mulutmu manis semanis empedu
Tak dapat lagi aku percaya padamu
Kamu bagaikan SAMPAH BERJALAN
Tidak berguna...
Habis semua cinta ini
Kamu kemarin berjalan sambil menggandengnya
Taukah kamu bahwa aku melihatnya
Kamu mencium bibirnya
Yang tak pernah kamu lakukan padaku
Aku sakit hati...
Tapi aku tak mati
Cintaku belum mati namun sikapku padamu yang mati
Kamu tau?
Setiap hal telah ku korbankan untukmu
Namun kamu hanya membalasnya dengan
Ciuman lembut untuk dia
Baiklah aku yang pergi
Menjauhi muka busukmu yang penuh kenistaan
*****Sebelumnya, ini cuma puisi yang fiktif. Jadi buat kalian yang baca. Jangan anggap aku abis putus atau gimana. Karena ini cuma karangan FIKTIF. Makasih udah baca :)
"Aku mau kamu juga taruh aku dalam hatimu!"
Buat apa aku menaruhmu lagi di hatiku?
Batinku...
Kamu tak akan pernah tepati janjimu
Mulutmu manis semanis empedu
Tak dapat lagi aku percaya padamu
Kamu bagaikan SAMPAH BERJALAN
Tidak berguna...
Habis semua cinta ini
Kamu kemarin berjalan sambil menggandengnya
Taukah kamu bahwa aku melihatnya
Kamu mencium bibirnya
Yang tak pernah kamu lakukan padaku
Aku sakit hati...
Tapi aku tak mati
Cintaku belum mati namun sikapku padamu yang mati
Kamu tau?
Setiap hal telah ku korbankan untukmu
Namun kamu hanya membalasnya dengan
Ciuman lembut untuk dia
Baiklah aku yang pergi
Menjauhi muka busukmu yang penuh kenistaan
*****Sebelumnya, ini cuma puisi yang fiktif. Jadi buat kalian yang baca. Jangan anggap aku abis putus atau gimana. Karena ini cuma karangan FIKTIF. Makasih udah baca :)
Thursday, March 8, 2012
Cintaku Tertinggal Dihatinya (Cerpen By Request)
Aku berjalan di tengah
keheningan malam. Aku meratapi hidupku yang sepi dan penuh kesedihan. Hari ini
memanglah sungguh menyebalkan bagiku. Entah mengapa banyak temanku yang pergi
menjauh dariku. Dan kekasihku telah memutuskan hunungan kami.
Aku tak habis pikir pada
kenyataan yang menimpaku. Aku sungguh-sungguh merasa bosan dengan hidupku. Aku
pikir hidupku harus berakhir hari ini juga.
Berjalan
terus, aku berjalan terus. Aku berjalan tanpa tujuan pasti. Kakiku melangkah
dan melangkah arah pun bukan masalahnya. Dingin malam juga bukan masalah. Dan
kini aku sampai diatas gedung bertingkat sepuluh.
Di atap
gedung ini aku ingin mengakhiri hidupku. Aku ingin terjun bebas kebawah.
Melayang dan lepaskan semua beban hingga nafasku berakhir. Hatiku sudah hancur.
Tak ada yang mempedulikanku, aku memang pantas untuk mati.
Ketika
aku akan mulai turun, seseorang meneriakiku,
“Hey kamu!” katanya,
Aku langsung mencari arah datangnya suara itu. Aku tidak mau
ada saksi mata dalam kematianku nanti.
“Siapa kamu?” teriakku kembali sambil mencari orang yang
memanggilku,
“Aku tepat di belakangmu!” jawabnya,
Ketika aku menghadap belakang, aku temui seorang pria tinggi
kurus berkacamata dan berambut ikal.
“Kamu siapa?” tanyaku,
“Maaf mengganggumu. Aku hanya ingin melihat sebuah atraksi
dari sini. Teruskan atraksimu!” jawabnya,
“Atraksi? Maksudmu?” aku bingung dengan maksud pria itu,
“Sudahlah. Teruskan saja terjunnya!” jawabnya,
“Tapi kamu harus pergi dari sini!” perintahku,
“Maaf, dilarang mengusir penonton.”
“Apa sih maumu?”
“Yah, sekarang apa maumu?”
“Kok malah tanya balik?”
“Kenapa kamu ingin loncat dari sini?”
“Bukan urusan kamu!”
“Galak amat sih.”
“Terserah dong!”
“Oke, aku biarkan kamu turun dan membuang segala kesempatan
di dalam hidupmu.”
“Apa maksudmu?”
“Sebenarnya masih banyak kesempatan untuk memperbaiki semua
masalahmu, tapi kalau kamu masih mau turun, ya silahkan. Abaikan semua
kesempatan itu!”
“Cerewet!”
“Apa harus aku bercerita padamu?”
“Cerita apa lagi? Emang benar-benar cerewet ya kamu.”
“Ya sudah. Jangan dengarkan ceritaku!”
Entah
mengapa aku sangat penasaran dengan cerita pria itu dan memutuskan untuk
mendengarkannya.
“Okey, aku mau dengarkan ceritamu. Tapi sebelumnya, siapa
namamu?” Tanyaku,
“Panggil saja aku Hans. Kamu?”
“Aku Dini.”
“Baiklah, aku mulai ceritaku....
Ada
seorang anak orang kaya yang hidup dalam kemewahan. Semua yang dia inginkan
selalu terpenuhi dan ia tidak pernah merasa kekurangan. Namun pada suatu saat,
ibunya harus pergi meninggalkannya karena diam-diam telah menikah lagi dengan
pria lain. Anak itu menjadi sangat membenci ibunya.
Suatu
ketika, ayahnya juga menikah lagi dengan
wanita lain sehingga ia merasa hidup sendiri. Sebagai seorang laki-laki,
ia mungkin tidak terlalu sensitif. Namun karena tidak ada satupun keluarga yang
peduli dengannya, ia jatuh dalam pergaulan yang salah dan ia mulai mencicipi
indahnya dunia malam.
Setiap
malam, ia selalu pergi ke tempat hiburan dan menggodai wanita-wanita cantik
serta mabuk-mabukan. Bahkan ia mencoba untuk menggunakan narkoba. Ia juga lupa
kalau dia sudah kelas dua belas SMA dan akan menghadapi ujian kelulusan
sehingga dia mengabaikan sekolahnya.
Hingga
pada hari kelulusan, ia mendapati nilainya yang sangat buruk dan hancur.
Walaupun dia lulus, nilainya itu tidak bisa membuatnya mudah mendapatkan
perguruan tinggi. Padahal sebelumnya dia adalah seseorang yang pintar dengan
segudang prestasi. Ayahnya sangat marah dan benar-benar geram dengan kenyataan
ini. Keluarganya benar-benar malu padanya.
Bahkan
penderitaannya tidak hanya sampai disitu, ia juga mendapati kenyataan bahwa
kekasihnya yang paling dia cintai memutuskan untuk meninggalkannya dan menjadi
kekasih sahabat karib yang paling dia percayai. Dia merasa dihianati hingga
suatu saat seorang teman wanitanya yang lain datang dan mengaku telah dihamili
olehnya. Dia merasa hidupnya penuh dengan maksiat dan kenistaan.
Karena
sangat putus asa, ia memutuskan untuk terjun dari atas gedung berlantai sepuluh
dan mati. Namun yang terjadi adalah, dia tidak mati. Dia hanya lumpuh dan tidak
bisa berbuat apa-apa. Sekujur tubuhnya seperti mati tapi ia hidup.
Dalam
kelumpuhannya ia hanya bisa mendengar apa yang dikatakan ayahnya yang ternyata masih
menyayanginya apapun yang terjadi, bahkan semua orang yang telah menghianatinya
datang dan mereka meminta maaf padanya serta seorang wanita yang mengaku hamil
itu ternyata tidak hamil. Dan ternyata banyak sekali orang yang begitu
menyayanginya. Yang sangat pareh adalah kenyataan bahwa sebenarnya ibunya itu
telah mendaftarkannya disebuah Universitas terbaik di Amerika dengan menempuh
segala perjuangan.
Dia
menyesali pilihannya untuk mati dan ia ingin hidup. Namun terlambat, pada hari
ketiga setelah ia terjun itu ajal menjemputnya. Ia hanya pasrah mendapati hal
itu. Bahkan dia menyesal karena ternyata banyak sekali orang yang
menyayanginya.
Jadi seperti itu.” Cerita Hans berakhir.
“Terus, apakah pria itu punya ciri?” tanyaku,
“Ehm, dia selalu memakai gelang kain berwarna hitam dan
bertuliskan namanya. Dia menganggap itu adalah lambang kehidupannya.”
“Sedih sekali hidupnya.”
“Sepertinya kamu masih beruntung dengan hidupmu, Dini.”
“Ah, benar Hans. Ceritamu membuat aku tidak ingin terjun.”
Aku pun tersenyum pada Hans dan ia membalas senyumanku. Aku melihat senyumannya
itu dan merasa jatuh cinta padanya. Sepertinya dia pria yang baik. Aku harap
bisa dekat dengannya.
“Ehm, sekarang lihat bintang-bintang itu dan berdoalah
supaya hidupmu menjadi lebih baik setelah ini.” Kata Hans.
“Baiklah.” Lalu aku memejamkan mataku dan berdoa. Aku ingin
hidupku menjadi lebih baik.
Setelah
berdoa, aku membuka mata dan kudapati bahwa Hans tidak ada. Aku mencarinya
sambil berteriak,
“Hans! Hans!” seruku, namun tidak ada seorangpun yang
menjawabku.
Aku mencari Hans disekelilingku, namun dia tidak ada. Aku
benar-benar bingung dan merasa kehilangan karena aku benar-benar mencintainya.
Hingga tiba-tiba datanglah seorang satpam,
“Hey! Ngapain kamu disini?” tanya satpam itu,
“Saya mencari teman saya.” Jawabku,
“Tidak ada siapapun disini.”
“Tidak mungkin pak. Jangan-jangan dia sudah turun?”
“Tidak ada seorangpun dibawah. Siapa temanmu?”
“Ehm, namanya Hans pak.”
“Ha...Hans? Apakah nama lengkapnya Yohanes? Yohanes siapa
ya?” gumam satpam itu,
“Saya tidak tahu pak.” Lalu ketika aku melihat ke bawahku,
aku menemukan sebuah gelang hitam dengan tulisan Yohanes Hansel dan aku ingat
dengan cerita Hans tadi.
“Ini gelangnya siapa?” tanya satpam itu setelah melihatku
memperhatikan gelang itu.
“Saya juga bingung pak.” Dalam hatiku, aku sangat ketakutan
karena aku tahu gelang ini psti milik pria yang diceritakan Hans tadi,
“Coba saya lihat!” lalu satpam itu memperhatikan gelang
hitam yang aku pegang. “Ya ampun mbak! Iya ini namanya, Yohanes Hansel. Apa
di-dia tinggi, kurus dan berkacamata?” Tanya satpam itu bagaikan
mengintrogasiku,
“I-iya pak. Kok bapak tahu? Bapak kenal?”
“I-ini pria yang loncat dari sini sebulan yang lalu.”
“Apa pak? Jangan bercanda pak! Tadi saya habis bicara sama
dia.”
“Wah, mbak. Mbak sudah ngomong sama hantu tuh. Makanya
jangan main ke atas sini malem-malem mbak!” kata satpam itu.
Lalu
aku bergegas pulang. Perasaanku benar-benar campur aduk antara sedih, bingung,
ngeri dan masih ada keinginanku untuk bersama Hans. Aku tidak menyangka
sebelumnya bahwa dia akan menceritakan dirinya sendiri. Sangat disayangkan
kalau ternyata dia sudah meninggal. Padahal aku sudah menyimpan rasa cinta. Ah,
biarlah dia pergi. Karena cintaku tertinggal di hatinya.
Requested by :
*Tittle by : Mutiara Pratiwi
*Story by : Tyas
Sunday, February 26, 2012
Sampai Kapan Aku Harus Menunggu (Cerpen By Request)
Disini, di bawah sinar rembulan.
Aku selalu menunggunya, menunggu dia yang aku cintai. Walaupun sia-sia saja
penantian ini.
Aku seorang yang bisu. Bisu
dalam cinta. Tak pernah aku ungkapkan rasa rinduku padanya. Bahkan hanya air
mata yang keluar dari mataku ketika mengingatnya.
Dulu aku dan dia selalu bersama
di dalam sebuah persahabatan. Di masa susah dan senang. Tak pernah kita
terpisah. Hingga pada suatu saat aku harus menerima kenyataan pahit bahwa dia
harus berpisah dariku.
Belanda. Dia di Belanda. Di
sebuah negara yang membuat dirinya sendiri damai. Membuat kebebasan mutlak bagi
dirinya sebagai seorang gay. Mungkin semua orang berpikir bahwa aku ini
wanita bodoh yang tidak bisa mencari seorang pria sejati. Tidak! Aku tegaskan
pada kalian! Dia pria sejati dimataku. Dia sosok yang tegas. Dialah yang
membuatku merasa berbeda.
Selama kami bersahabat. Tak pernah
aku lihat dia menyukai sesama jenisnya. Bahkan semua orang menganggap kami
sebagai sepasang kekasih. Kami bersahabat semenjak kami duduk di bangku SMA.
Entah mengapa, kami selalu masuk dalam kelas yang sama saat pembagian. Sehingga
itu membuat kami tak terpisahkan. Aku benar-benar merasakan ada cinta diantara
kami. Namun semua itu pupus semenjak dia berkata tentang kehidupannya yang
sebenarnya menjelang hari kelulusan. Hatiku sakit. Sepertinya percuma saja aku
mengungkapkan cintaku padanya,
“La,
maafin gue ya.” katanya pelan,
“Maaf
kenapa Joe?” tanyaku,
“Sheila.
Gue gu-gue...”
“Lo
kenapa?”
“Gue
gay La.”
Mendengar
ucapannya itu hatiku serasa tersayat. Seorang Joe yang sangat terkenal sebagai
pria tertampan di sekolah dan terkenal pandai itu ternyata gay. Aku
seperti tertampar.
“Lo
bercanda kan?”
“Eng-enggak
La.”
“Nggak
mungkin. Gue nggak pernah lihat lo pacaran sama cowo!”
“Ta-tapi
gue pernah backstreet sama...”
“Sama
siapa Joe?”
“Randy.”
jawabnya singkat dan dia menundukan kepalanya.
Randy?
Aku benar-benar tidak percaya. Randy adalah mantan pacarku. Dan dia juga gay?
Apa nasibku yang mencintai seorang pria gay? Kenapa?
“Joe!
Apa lo nggak nyadar kalo selama ini ada cewe yang bener-bener sayang sama lo?”
Bentakku,
“Maaf
La. Tapi gue beneran bahagia dengan keadaan ini.”
“Lo
bodoh Joe! BODOH!” Bentakku lagi, lalu aku pergi meninggalkannya.
Aku masih terpukul dengan
ungkapan Joe. Aku merasa terbunuh saat itu. Padahal aku ingin mengatakan bahwa
aku mencintainya lebih dari sahabat. Mulutku membisu dengan sendirinya. Hanya
air mata yang mengalir dari mataku ini.
Setelah kelulusan, Joe
melanjutkan kuliahnya ke Belanda. Dia hanya beralasan bahwa disana dia ingin
belajar dengan baik. Namun aku tahu alasan sesungguhnya. Agar dia bisa bebas
menikmati penyakitnya. Penyakit gay yang sangat menjijikanku.
Walaupun aku tidak bisa
memaafkannya. Aku masih saja menunggunya. Aku masih saja mengenangnya. Aku
menjadi bodoh karena cinta. Namun aku bisu dengan cinta.
Tiga tahun kemudian aku menerima
sebuah surat dari Joe. Sebuah kabar bahwa dia akan pulang ke Indonesia sebulan kemudian.
Tepat saat Valentine. Aku hanya menunggunya dengan sabar. Walau hatiku masih
terluka menerima kenyataannya.
Hari Valentine tiba. Joe
benar-benar kembali. Dia memberiku sebuah hadiah. Dia menyatakan cintanya
padaku. Dia berkata bahwa dia sudah tidak mau memiliki pasangan sejenis lagi.
Namun itu sungguh membuatku bingung. Aku benar-benar membisu ketika dia berkata
cinta.
Aku memang menerima cintanya.
Dia hadiah terindah di hari Valentine ini apalagi sekarang dia memang sudah
jauh berbeda. Dia Sarjana sekarang. Dia lulusan Belanda. Dia memang hebat
karena hanya dalam tiga tahun saja dia sudah bisa lulus sedangkan aku masih
menunggu setengah tahun lagi untuk lulus.
Namun kebahagiaan itu tidak
berlangsung lama. Setelah aku tahu bahwa Joe positif HIV. Apakah ini alasan dia
untuk tidak lagi gay? Lagi-lagi
aku tidak bisa berbuat apa-apa. Aku ingin marah, namun di dalam hatiku aku
masih mencintainya.
Apapun kondisi Joe aku tetap
mencintainya. Hingga dia benar-benar tidak berdaya dan hanya terbaring di atas
tempat tidur. Sudah satu minggu dia menginap di rumah sakit dengan kondisi yang
semakin parah.
“Sheila.”
Ucapnya lirih,
“Joe?
Lo harus kuat!” Kataku,
“Kapan
gue bisa pulang ke rumah?”
“Tunggu
kondisi lo membaik ya?”
“Ya.
Gue pengen keluar dari kamar. Gue bosen tidur terus.”
“Oke.
Gue bawa lo ke taman ya?”
“Iya.”
Aku
membawa Joe ke taman untuk melihat matahari tenggelam. Sebenarnya aku sangat
sedih melihat kondisinya sekarang. Dulu dia seorang yang benar-benar kuat dan
selalu menang dalam pertandingan basket. Namun, dia menjadi lemah dan tak
berdaya.
“Sheila.
Selama gue sama lo. Gue nggak pernah bikin lo bener-bener bahagia.” katanya,
“Nggak
kok. Lo itu segalanya buat gue. Lo selalu bikin gue bahagia. Coba kalau gue
nggak bahagia. Gue nggak bakalan cinta sama lo.”
“Ah
lo bisa aja. Oh ya, lo harus inget gue setiap malem. Apalagi waktu matahari
tenggelam.”
“Emang
lo mau balik ke Belanda lagi?”
“Enggak.
Gue mau balik ke tempat yang bener-bener indah.” lalu dia tersenyum,
“Jangan
bercanda deh!”
“Gue
serius. Gue bakal tenang disana. Apalagi kalau lihat lo.”
“Nggak!
Mending gue nggak lihat matahari tenggelam daripada lo pergi.”
“Cepat
atau lambat gue bakal pergi La.”
Air
mataku menetes. Hatiku tersayat setelah mendengar perkataan Joe. Apa aku harus
menunggunya lagi? Sampai kapan?
Selama aku menghapus air mataku,
aku tidak sadar kalau hal buruk menimpa Joe. Seketika darah dari hidungnya
keluar begitu saja. Aku sangat panik ketika melihat wajahnya yang begitu pucat
dan sepertinya ia menahan sakit.
“Joe!
Lo nggak pa-pa kan?” Tanyaku dalam kepanikan,
“Eng-enggak
pa-pa kok.” jawabnya pelan dan dia benar-benar menahan sakit,
Aku membawanya kembali ke
kamarnya. Walau aku tahu darah seorang positif HIV itu mengandung virus dan
dapat mengancamku. Aku tetap bersedia untuk menghapusnya,
“Udah
La! Jangan ikutan hapus darah gue. Ntar lo ketularan!” kata Joe merasa bahwa
dia menjijikan,
“Nggak
Joe! Gue nggak peduli sampe gue mati juga nggak peduli.”
Sepertinya
Joe benar-benar tidak kuat dengan kondisinya itu. Aku merasakan bahwa dia
sangat kesakitan. Lalu dia tidak sadarkan diri.
Semenjak itu, aku berusaha untuk
menjaga Joe. Dia sangatlah berharga bagiku. Aku tidak mau menunggunya lagi. Aku
ingin selalu bersamanya. Namun takdir berkata lain. Tidak ada kuasa yang lebih
besar daripada kuasa Tuhan. Di hari ulang tahunnya yang ke dua puluh dua, dia
pergi untuk selamanya.
Hanya air mata yang bisa aku
berikan untuknya. Aku mengingat senyumannya ketika ia akan pergi. Senyuman
kedamaian di wajahnya. Dan lagi-lagi aku tidak mampu berbuat apapun. Aku hanya
terdiam membisu.
Malam ini semakin dingin saja.
Udara dingin ini menusuk tulangku bersama kenangan akan Joe yang sudah aku
uraikan. Sampai sekarang aku tetap menunggunya. Menunggu sebuah hal yang
sia-sia. Menunggu hal yang sudah pergi. Rasa cinta yang abadi membuatku rela
untuk selalu mengenang dan menunggunya. Hanya satu pertanyaanku. Sampai kapan
aku harus menunggu?
Requested by Kharis
Friday, February 17, 2012
Rumput Yang Bergoyang (Cerpen By Request)
Gue selalu membayangkan akan
datangnya seorang malaikat. Malaikat yang selalu tersenyum sama gue setiap gue
ada masalah. Malaikat yang bikin hati gue tenang. Malaikat yang menyelamatkan
hidup gue yang sunyi ini.
Gue Ardhy. Seorang cowo biasa aja dengan kehidupan
biasa aja walaupun temen-temen gue bilang kalo gue ini rada rusak. Tapi bagi
gue, gue ini biasa aja. Gonta-ganti cewe udah biasa, ngerokok juga biasa, cabut
pas jam sekolah udah biasa, minum malah biasa banget. Tapi, entah kenapa gue
bosen sama semua itu.
Sore hari sepulang sekolah, gue
pengen sendirian. Entah mengapa gue males kumpul bareng temen-temen gue di
tempat nongkrong kami. Padahal itu hobi gue sepulang sekolah. Tapi kali ini gue
putusin buat menyendiri di padang rumput.
Niatnya sih memang buat menyendiri. Tapi ada sesuatu yang
bikin gue lupa sama niat itu sewaktu gue duduk diantara rumput-rumput yang
bergoyang di padang rumput. Gue lihat seorang cewe lagi nge-dance
sendirian. Gue bingung juga kenapa dia goyang-goyang. Gue curiga, jangan-jangan
dia yang bikin rumput-rumput ini bergoyang.
Karena gue bawa kamera, gue langsung foto cewe itu.
Ternyata dia sadar kalo tadi gue foto dia. Dia mendekati gue,
“Heh!
Ngapain lo foto-fotoin gue?” Tanya cewe itu sambil bentak-bentak,
“Eng-enggak
pa-pa.” jawab gue,
“Lo
mau cari gara-gara sama gue?”
“Eh,
cantik-cantik kok galak.” gue mulai godain dia,
“Nggak
usah pake ngerayu-ngerayu!”
“So-sorry.
Emang nggak boleh kalo gue fotoin lo?”
“Nggak
lah! Kalo lo itu penjahat gimana?”
“Ye!
Mana mungkin cowo keren kayak gue jahat.”
“Keren?
CUIIIHHH!” Jawaban dia yang satu ini bikin gue geram,
“Lo
itu cewe apa cowo sih?”
“Lo
nggak lihat? Jelas-jelas gue cewe!”
“Galak
amat.”
“Suka-suka
gue dong!”
Tiba-tiba
handphone cewe itu berbunyi. Dan dari cara bicaranya waktu bertelepon, dia lagi
bicara sama cowonya. Setelah dia mematikan teleponnya,
“Sorry,
gue nggak ada waktu buat ladenin cowo nggak mutu macem lo!” kata cewe itu,
“Oke.
Silahkan.” kata gue, lalu cewe itu langsung pergi.
ooo
Beberapa hari setelah gue ketemu
cewe galak itu, gue mulai ngerasain sesuatu yang aneh. Semacam mikirin dia.
Padahal cewe itu udah bikin gue ilfil setengah mati. Nggak lucu kalo gue
melamun cuma bayangin wajahnya yang putih banget dan sedikit sangar itu.
Padahal gue udah punya cewe.
Pulang sekolah, lagi-lagi gue ke
pandang rumput. Lihat rumput-rumput yang bergoyang, gue jadi ngebayangin cewe
galak yang pernah gue temuin disini. Gue bayangin badannya yang seksi, bibirnya
yang nggak kalah seksi ehm, sama kulitnya yang mulus. Satu lagi, rambutnya yang
kaku. Lucu banget dia. Tapi kalo marah. Gue yakin setan aja pada lari kalo lihat
dia.
Handphone gue berdering dan
ternyata cewe gue telepon. Sebenernya gue males ngangkat. Tapi dia udah telepon
gue berkali-kali. Karena gue kasihan, ya gue angkat aja.
“Halo.
Imel?” kata gue pelan,
“Ardhy!
Ada kabar buruk!” kata Imel –cewe gue-,
“Ka-kabar
buruk?”
“Sohib
kamu, si Bagus.”
“Bagus?
DIA KENAPA MEL?” Tanya gue panik,
“Dia,
di-dia kecelakaan. Sekarang dia ditangani di rumah sakit.” Jawab Imel,
“Aku
kesana!”
“Cepetan
Di!”
Setelah
gue tutup telepon dari Imel, gue langsung ke rumah sakit. Apalagi Bagus itu
salah satu sohib deket gue. Gue bener-bener panik.
Sesampainya di rumah sakit, gue
bener-bener dapat kabar buruk. Nggak cuma kabar. Gue lihat sendiri. Sohib gue
itu sudah pergi. Semua yang ada di rumah sakit itu menangis. Gue yang saat itu
nggak siap menerima ini nggak bisa berbuat apa-apa.
Ketika pemakaman Bagus sedang
berlangsung, gue dikagetkan oleh datangnya cewe galak yang pernah gue temui di
padang rumput. Dia menangis dan sepertinya dia deket sama Bagus. Bahkan ketika
semua orang sudah pergi, dia masih di depan nisan dan memandangi makam itu
dengan air mata yang menetes.
Gue yang saat itu penasaran,
langsung mendekati cewe itu.
“Jangan
nangis!” kata gue,
“Di-dia
pacar gue.” Sahut cewe itu.
Gue
bener-bener kaget. Ternyata cewe itu adalah pacarnya Bagus. Selama ini gue
nggak pernah tau kalo Bagus itu punya pacar. Bahkan dia selalu diam waktu gue
dan teman-teman lain lagi bahas tentang cewe.
“Lo
pacarnya Bagus?” Tanya gue,
“I-iya.”
jawabnya lalu dia lihat ke arah gue dan berkata, “Lo cowo yang fotoin gue itu?”
“I-iya.
Sorry buat waktu itu.”
“Ya.
Gue udah maafin lo. Bagus yang ceritain tentang lo ke gue.”
“Siapa
nama lo?”
“A-anna.
Lo?” Air matanya masih menetes,
“Anna?
Nama lo cantik juga. Gue Ardhy. Udah jangan nangis! Bagus pasti sedih kalo
lihatin lo nangis.”
“I-iya.”
lalu Anna menghapus air matanya,
“Nah
gitu dong! Kan cantik tuh.”
“Lo
bisa aja deh!”
“Kalo
gitu kan Bagus jadi nggak sedih.” Kata gue dan Anna tersenyum.
Semenjak pertemuan kedua gue
dengan Anna alias si cewe galak itu, gue jadi suka ketemuan sama dia yang
ternyata adek kelas gue sendiri. Gue jarang banget lihat dia karena dia jarang
banget keluar kelas. Dia memilih buat main-main sama temen-temennya di dalem
kelas waktu istirahat. Tapi, ketemuan gue dan Anna berlangsung diam-diam. Nggak
ada yang tau kedekatan gue sama dia. Bisa dibilang, gue punya hubungan backstreet
sama dia.
Ternyata Anna memang cewe yang
unik. Gue nggak abis pikir kalo dia itu selera humornya tinggi dan
kadang-kadang lemot juga. Cara bicaranya juga bikin gue terhibur banget.
Sampe-sampe gue lupa sama Imel, cewe gue sendiri. Apalagi sekarang dia juga
jarang nemuin gue karena dia sibuk banget. Gue juga bisa sibuk sama adek kelas
gue ini.
Pagi-pagi sebelum gue berangkat
sekolah, gue udah dikagetkan dengan SMS dari Imel,
“Sayang,
kita putus aja.” bunyi SMS itu,
“Lho
kenapa kamu putusin aku?” tanya gue,
“Temuin
gue di belakang sekolah!” jawab Imel.
Gue
yang bingung langsung berangkat ke sekolah. Gue nggak ngerti maksud Imel ini.
Apa dia udah tau kalo gue deket sama Anna? Apa dia punya cowo baru? Otak gue
nggak bisa berhenti bertanya.
Setelah gue ketemu dengan Imel,
gue cuma dapet sebuah tamparan. Ternyata dia tau kalo akhir-akhir ini gue
sering jalan sama Anna. Imel merasa udah nggak kuat lagi jadi pacar gue. Karena
gue nggak pernah care sama dia. Sebenernya gue nyesel karena diputusin
sama dia. Tapi gue memang udah jahat sama dia. Selama kami pacaran, nggak
pernah satu hari pun gue dekdikasiin buat dia.
Hubungan gue sama Anna semakin
hari semakin deket aja. Bahkan kita selalu jalan setiap malem Minggu. Walaupun
terlalu primitif, gue suka ngajakin dia jalan pas malem Minggu. Saking deketnya gue sama Anna, akhirnya kita
jadian. Dan selama gue jadian sama dia, nggak ada rasa pengen mendua. Rasanya
cuma dia satu-satunya cewe di hidup gue. Apa ini yang dibilang cinta sejati?
Mungkin.
Pulang sekolah, gue sama Anna
langsung ke padag rumput. Kami menghabiskan sore disini.
“Gue
nggak percaya, kita bisa kesini lagi dengan status pacaran.” kata gue ke Anna,
“Iya.
Dulu gue marah-marahin lo disini.” katanya,
“Oh
ya, lo anak dance ya?”
“Iya.
Pasti gara-gara lo mergokin gue nge-dance disini ya?”
“Iya
iyalah. Kok lo malah nge-dance disini?”
“Waktu
gue lihat rumput-rumput bergoyang, gue kayak pengen ngikutin mereka bergoyang.”
“Wah!
Gue kirain lo yang bikin rumput-rumput disini bergoyang.”
“Enak
aja lo!”
“Lah
kan gue nggak tau.”
“Iya
iya.”
“Gue
pengen lihat lo ngedance.”
“Ehm,
oke deh.”
Lalu Anna mulai nge-dance.
Walaupun nggak ada musik, tapi dia tetep nge-dance dengan energik.
Sambil ngelihatin dia nge-dance, gue ambil sebatang rokok dari tas gue.
Waktu gue akan menghisap rokok gue itu, Anna lihatin gue dan dengan cepat dia
ambil rokok gue itu.
“Jangan
pernah lo ngerokok di depan gue!” bentak Anna sambil membanting lalu menginjak
rokok gue itu,
“Apa-apaan
sih lo?”
“Gue
cuma nyelametin lo!”
“Tapi
kenapa?”
“Apa
lo mau mati muda karena ini?”
“Nggak
mungkin juga ah.”
“Jangan
pernah sepelein apa yang gue omongin!” lalu Anna menitikan air matanya.
“Lo
kenapa Na?”
“Gue
cuma nggak mau kehilangan cowo gue untuk ketiga kalinya.”
“Maksud
lo?”
“Cowo
pertama gue dulu meninggal gara-gara radang paru-paru. Dia perokok berat.”
“Tapi
kan gue jarang ngerokok. Paling ya sehari dua kali.”
“Tapi
resikonya tinggi Ardhy!” Bentak Anna,
“Oke.
Gue nggak akan ngerokok lagi.”
Gue
langsung peluk dia. Gue berjanji buat nggak lagi merokok. Walaupun susah banget
buat gue. Tapi gue harus berusaha buat dia.
Semenjak kejadian kemarin, gue
mulai jadi anak alim. Gue nggak minum, gue nggak ngerokok. Gue juga jarang main
sama temen-temen gue. Gue lebih sering jalan sama Anna. Dia udah ngerubah gue.
Ujian semakin dekat. Bentar lagi
gue bakal lulus. Bokap gue maksain gue buat kuliah di Australia. Sebenernya gue
nggak mau kuliah jauh-jauh karena gue pengen terus sama Anna. Tapi kalo bokap
gue yang bilang. Gue mau ngapain lagi?
Setelah gue lulus, gue
bener-bener akan kuliah di Australia. Gue mencoba untuk mengatakan hal ini ke
Anna,
“Na,
maafin gue ya. Gue harus kuliah di Australia.” kata gue setelah pengumuman
kelulusan di sekolah,
“Kenapa
Di?”
“Bokap
gue yang suruh.”
“Ternyata
cowo kayak lo. Bad boy kayak lo. Kalah sama bokap sendiri.”
“Tapi...”
“Nggak.
Gue cuma bercanda. Nggak pa-pa kok. Kan kita masih bisa ketemu. Sekarang kan
jaman udah canggih. Kita bisa LDR.”
“Iya
juga ya.”
“Gue
dukung lo. Asal lo nggak aneh-aneh.”
“Thanks
ya.” kata gue, lalu memeluk Anna. Kali ini air mata gue yang menetes.
ooo
Selama gue kuliah di Australia,
gue selalu berhubungan dengan Anna lewat Internet. Tapi ini nggak cukup. Gue
pengen selalu ketemu sama dia. Bahkan setiap gue lihat padang rumput, gue kayak
lihat dia nge-dance disana. Tapi itu cuma khayalan gue. Maklum LDR itu
berat.
Empat tahun berlalu. Gue balik
ke Indonesia. Tujuan pertama gue adalah padang rumput. Hari ini hari Minggu.
Gue nggak yakin Anna ada disana. Tapi gue pengen banget buat sekedar habisin
waktu gue disana.
Sambil menikmati angin
sepoi-sepoi di padang rumput, gue dengerin musik. Kali ini gue dengerin musik dance.
Aneh banget. Biasanya gue cuma dengerin musik metal. Tapi sekarang gue dengerin
musik dance. Waktu gue lagi asik dengerin lagu. Gue dikagetkan dengan
adanya seorang cewe berambut panjang dan lurus terurai nge-dance
membelakangi gue. Gue heran kok bukan Anna yang ada disitu dan nge-dance. Tapi
cewe lain.
Beberapa saat kemudian, cewe
yang nge-dance di tengah rumput yang bergoyang itu berbalik. Gue
perhatikan wajahnya dengan seksama. Gue ngerasa ini surprise banget.
Karena cewe itu adalah Anna. Sekarang dia berubah. Dia tambah cantik dengan
rambutnya yang lurus. Apalagi rambutnya berkibar tersentuh angin.
“Anna!!!”
Teriak gue, lalu Anna melihat ke arah gue.
“Ardhy!!!”
Teriak Anna balik lalu dia berlari.
“Akhirnya
lo balik.” Kata Anna sambil memeluk gue.
“Iya.
Gue balik.”
“Gue
nggak tahan jauh-jauh dari lo.”
“Gue
juga.”
“Mulai
sekarang jangan tinggalin gue lagi!”
“Gue
nggak bakal tinggalin lo. I’ll never leave you.” Air mata kami menetes diantara
rumput-rumput yang bergoyang ini dan teriknya matahari nggak jadi halangan kamu
buat melepas rindu.
Requested by Devina
Wednesday, February 1, 2012
Cerpen By Request
HAI!!!
Buat kamu yang pengen request
SEBUAH Judul Cerpen
Sekarang kamu bisa request judul cerpen yang akan gw jadikan satu buah cerpen.
CARANYA...
Kirim 1 judul cerpen beserta tema dan buat siapa cerpen ini ditunjukin nantinya ke...
SEBUAH Judul Cerpen
Sekarang kamu bisa request judul cerpen yang akan gw jadikan satu buah cerpen.
CARANYA...
Kirim 1 judul cerpen beserta tema dan buat siapa cerpen ini ditunjukin nantinya ke...
rockerbudiman@yahoo.com
1 judul yang terbaik bakal dibuat jadi CERPEN dan bakalan dipost di blog ini.
Makanya!!!
BURUAN KIRIM!
Sunday, January 29, 2012
SECUIL CERITA -Intro-
Perkenalkan
Gue punya sebuah ide, yaitu SECUIL CERITA. Ntar gue post
cerita yang pendek banget dan bentuknya lebih kayak puisi gitu tapi sebenernya
cerpen. Tapi jangan salah, gue tetep post cerpen ato cerbung seperti biasa :D
Stay aja di By : Lisa ( www.elisabethcecilia.co.cc )
-Lisa-
Tuesday, January 3, 2012
I'll Always Remember You (By Lisa)
Sebelumnya, ini cuma cerita fiktif. Jadi nikmatin aja :)
Hari
ini adalah hari yang sucks banget buat gue. Uh, gimana nggak sucks? Abis ambil
rapor pertama gue di SMA. Nilainya, wuiiihhh merah kebakar. Gue nggak abis
pikir aja. Gue di SMP sering dapet ranking. Eh di SMA, gue terima rapor kebakar
gini. Rasanya nyesek banget. Mami, papi nggak cuma terima marah. Tapi, udah ah.
Males gue. Kayaknya gue nggak usah pulang aja deh. Gue nggak bisa bayangin
suasana rumah, abis lihat ropor gue ini. Mendingan gue cari tempat yang aman.
Uh, dimana ya? Kayaknya gue bakalan aman kalo ngumpet di sekolah musik punya
bokapnya temen gue aja. Ya, gue bisa kerja sambilan jadi pengajar disana.
Kebetulan gue udah pegang ijazah gitar dengan grade yang lumayan tinggi. Jadi
gue bisa ngajar disana.
“Ri, ada kelas kosong nggak?” tanya gue ke Riri, temen gue
yang bokapnya adalah pemilik sekolah musik ini.
“Ada kok Ren. Oh ya, ini rejeki lo kalik.” Jawab Riri
excited
Gue nggak begitu ngerti sama Riri. ‘rejeki gue?’ wow.
“Maksud lo?” tanya gue ke Riri,
“Iya. Jadi gini. Guru gitar grade sebelas sampe delapan
disini, Bang Yosef. Dia lagi nerusin kuliah musiknya di Julliard.” Jawab Riri,
“Julliard? WOW!” Kata gue dengan penuh kekaguman terhadap
Bang Yosef itu, “Terus Ri?”
“Ya, lo gantiin dia dong!”
“Buat berapa lama?”
“Kalo dia sih, kurang bentar lagi bakal balik. Ehm, tiga
bulanan lah.”
“Dia udah berapa lama kuliah?”
“Udah empat tahun. Ini udah mau selese. Dia sekarang lagi mau
ujian akhir.”
“Tempat ini hebat ya. Anak Julliard aja bisa ngajar disini.”
“Oh, gini Ren. Kebetulan Bang Yosef itu sodara gue. Jadi yah
boleh lah dia kerja disini.”
“Terus gue bisa ngajar kapan?”
“Sekarang! Lo masuk kelas sana! Ada murid privat tuh!”
“Eh. Privat?”
“Tenang aja. Anaknya baik kok. Ntar gue kenalin deh. Ayo
Ren!”
Laliu Riri menarik tangan gue dan mengajak gue kedalam kelas
gitar itu. Tapi kayaknya Riri bener-bener nggak mikirin rapor hari ini. Secara,
dia ranking satu. Uh.
Gue
masuk kedalam kelas gitar ini. Ruangan yang kira-kira berukuran dua kali empat meter.
Lumayan luas buat pelajaran gitar akustik, apalagi privat gini. Didalam kelas
ada seorang cowo berkacamata hitam, usianya kira-kira sebaya sama gue. Mungkin
limabelas tahunan. Kayaknya dia yang bakal jadi murid gue.
“Ayo Ren!” Ajak Riri,
“Iya, iya...” jawab gue. Sebenernya gue ragu. Tapi, demi
rasa males gue untuk pulang ke rumah, okelah.
“Halo Dimas...” Sapa Riri ke cowo itu,
“I-iya, ini Riri?” Tanya cowo itu.
Sepertinya
ada yang aneh sama Dimas. Dia kok nggak lihat ke arah gue ataupun Riri. Apa
jangan-jangan? Oh nggak mungkin. Apa jangan-jangan Dimas itu buta?
“Iya Dimas, ini gue. Riri.” Jawab Riri sambil mendekati
Dimas lalu menepuk pundaknya,
“Hei Ri. Udah ada guru buat gue?” Tanya Dimas itu,
“Ada kok. Ini! Kenalin. Nama guru lo adalah Rena. Dia
seumuran sama gue, ya sama lo juga. Dia udah grade enam. Lumayanlah buat
ngelatih lo yang masih baru.” Jawab Riri,
Gue yang takut salah dengan steatment, langsung berbisik
kepada Riri,
“Ri? Cowo ini buta?” Tanya gue pelan,
“Iya Ren.” Jawab Riri pelan,
“Lo yakin sama gue?”
“Ya. Gue yakin lo bisa jadi gurunya.”
Lalu Riri meminta gue untuk bersalaman dengan Dimas. “Ehm,
Ren. Salaman dulu sama Dimas. Biar dia tau siapa lo!”
“Iya Ri.” Lalu gue menjabat tangan Dimas dan dia tersenyum.
Gue juga ikut tersenyum. Gue rasa dia bakal baik sama gue.
“Gue Dimas.”
“Gue Rena.”
Beberapa
menit kemudian setelah perkenalan itu, gue mulai mengajari Dimas, walaupun rada
susah buat gue. Ngelatih dia itu beda dengan ngelatih orang normal. Dia nggak
bisa pake buku not balok biasa, dia harus pake buku not balok yang
bolong-bolong itu. Ehm yang pake huruf braile. Terus gue juga harus ngarahin
jarinya ke tab yang tepat kalo dia salah. Tapi nggak tau kenapa, gue ngerasa
seneng. Dimas itu cerdas juga sebagai anak baru. Pendengarannya tajam dan dia
mudah menirukan permainan gue. Walaupun masih yang sederhana-sederhana aja. Gue
sesuaikan semua ini sama buku pegangan.
Setelah
satu jam, pelajaran gue selesai dan gue langsung bertanya ke Dimas,
“Ehm, Dimas. Gimana pelajaran hari ini?”
“Enak kok. Gue seneng belajar sama lo.” Jawab Dimas, lalu
dia tersenyum. Senyumannya memang membuat gue jadi meleleh. Dia manis banget,
dia ganteng banget. Walaupun pagi harinya gue galau, tapi sore hari ini gue
semangat banget setelah jadi guru buat Dimas yang hari ini baru gue kenal.
“Beneran nih? Jangan bohong!”
“Beneran kok. Berkat lo, gue tau banyak sekarang.”
“Ah, masa sih? Jangan ngegombal deh.” Gue bener-bener seneng
sekarang. Andai aja dia bisa lihat ekspresi gue.
“Iya. Gue jujur kok.”
“Hehe, jujur ya. Lo itu cerdas lho. Bisa gitu aja ngikutin
permainan gue.”
“Ya makasih deh Ren. Sebelumnya gue udah ikut kelas piano
sama ikut paduan suara. Jadi nggak kaget kalo dapet nada-nada baru.”
“Oh, sama dong. Gue juga ikutan kelas piano dulu sama paduan
suara juga. Ehm, gue juga bisa maen instrumen lain. Kalo lo mau, tinggal
panggil gue.”
“Iya Ren. Ehm, gue pulang dulu ya.”
“I-iya Dim. Ehm, mau dianterin nggak?”
“Nggak usah. Gue bisa sendiri kok. Makasih ya buat hari
ini.” Lagi-lagi Dimas tersenyum.
“Sama-sama.” Jawab gue, lalu Dimas pergi.
Gue tetep didalam kelas, karena bakal ada murid lagi yang
masuk. Tapi, gue mesam-mesem aja kalo inget Dimas.
Seusai
mengajar, gue pulang. Sekarang udah jam enam sore. Mami sama papi gue pasti
nyariin gue. HP gue tinggal di rumah, jadi ortu gue nggak bisa nyariin gue. Ya,
soal rapor, gue memang pengecut kalo udah dapet nilai jelek gini. Soalnya gue
udah bayangin mami sama papi masukin gue ke kamar dan gue diadili.
Sesampainya
di rumah. Beneran aja papi gue menghadang di depan pintu.
“Rena! Darimana kamu?” Tanya papi,
“Ehm, dari ngajar pi.” Jawab gue,
“NGAJAR? Sekolah aja nggak bejus mau ngajar? Ngajar apa ha?
Keperosok semua!” Papi gue mulai bentak-bentak,
“Gitar pi. Emang kenapa sih pi?” tanya gue, sok-sok innocent
“Wali kelas kamu udah telpon papi. Kalo nilai kamu nyaris
jadi terendah di kelas! Kamu itu bejus nggak sih sekolahnya?”
“Bejus kok pi.”
“Tapi kok nilainya jelek semua. Mana bukunya?”
Lalu gue serahin rapor menjijikan itu ke papi.
Setelah
papi baca rapor gue, mukanya langsung merah dan gue nggak bisa berbuat apa-apa
lagi. Gue berpikir, apa gue bakal mati sekarang? Aduh, jangan. Sore tadi gue
abis bahagia.
“Kamu harus lebih NIAT belajar! Kalo tidak! Semua gadget
kamu, papi jual!” Papi gue bentak lagi.
“I-iya pi. Rena bakalan niat belajarnya.”
“Sana masuk! Mandi, lalu makan!”
“Ya pi.” Lalu gue masuk ke dalam rumah.
Sebenernya
gue pengen banget berubah. Gue pengen banget belajar yang niat biar nilai gue
nggak ancur kayak gini. Tapi nasi udah jadi bubur. Gue cuma bisa nelen ludah
sendiri gara-gara rapor bejat ini.
Setelah
makan, gue langsung masuk kamar. Gue ambil gitar gue dan gue mainin dia. Hari
ini perasaan gue campur aduk. Dari sedih, jengkel. Bingung, seneng, apalah.
Tapi gue nggak boleh galau malem ini. Besok masih ada hari libur sekitar
sepuluh hari. Lumayanlah buat nyante. Tapi gue bakal cari uang diliburan ini.
Liburan
ini rencananya mau gue abisin buat ngajar di sekolah musik karena banyak murid
yang ambil kelas holiday. Jadi gue pasti dapet job ngajar. Buat gue ini malah
sebuah anugrah, karena gue bebas dari ceramahan papi sama mami gue kalo
liburan.
Tanpa
gue sangka sebelumnya, ternyata Dimas juga ambil kelas holiday. Jadi gue tetep
dapet tanggung jawab buat ngajar dia. Gue bener-bener seneng sekarang,
---
Pagi
hari, gue bangun. Tiba-tiba gue dapet sms dari Riri. Dia bilang kalo hari ini
gue mulai ngajar dari jam sepuluh pagi. Menurut gue ini terlalu kesiangan
soalnya gue masih ada waktu buat dirumah. Sementara guenya sendiri males buat
ada dirumah. Ya udah, jadilah gue ngebantu ortu beres-beres rumah dengan banyak
banget ceramahan.
Jam
setengah sepuluh, gue langsung ke sekolah musik. Ternyata yang gue ajar hari
ini cuma satu, Dimas. Gue seneng banget sih. Tanpa penyesuaian yang banyak,
ternyata gue udah suka sama dia. Kalo gue inget dia, pasti hati gue langsung
tenang. Sebelumnya gue nggak pernah ngerasain hal seperti ini.
---
Jam
udah nunjukin pukul sepuluh. Tanpa menunggu lama, Dimas udah dateng. Seperti
biasa dia pake kacamata hitam. Gue penasaran banget sama matanya. Yeah,
kadang-kadang tangan gue itu jahil banget. Tanpa basa-basi gue langsung lepasin
kacamata hitamnya Dimas.
“Rena!” Dimas kaget,
“Sorry Dim. Cuma...” gue belom selese ngomong, tiba-tiba gue
lihat mata Dimas. Gue natap matanya dan nggak bisa lepas. Gue nggak percaya,
iris matanya hitam legam sempurna, matanya seperti bersinar, agak sipit dan
bulu matanya yang lentik. Sama sekali nggak percaya, mata seindah itu nggak
berfungsi. Gue speechless. Gue membeku.
“Kenapa Ren? Kok lo diem?”
“Beautiful.”
“Apanya Ren?”
“Oh, nggak pa-pa.” Gue gerak-gerakin tangan gue di depan
matanya, tapi dia nggak kedip sama sekali.
“Ya udah. Kita mulai pelajarannya.” Kata Dimas,
“Ehm, ini kacamata lo.” Kata gue sambil nyerahin kacamata
hitam itu ke pemiliknya.
“Hem, iya.” Lalu Dimas memakai kacamatanya lagi.
Selama
latihan gue masih mengingat mata Dimas yang barusan gue lihat. Saking senengnya,
gue mainin lagu ‘Just The Way You Are’ nya Bruno Mars pake gitar selama Dimas
mainin lagu lesnya. Gue bener-bener terpesona sama dia.
Selesai
pelajaran gitar, gue tanya tentang pelajaran hari ini. Dia bilang, semuanya
oke, bahkan dia bilang gue ini hebat banget, gue pun seneng banget, mengingat
ortu gue yang nggak pernah nyanjung permainan gitar gue. Tiba-tiba dia ngajakin
gue makan siang dan gue sanggupin aja.
Gue dan
Dimas sampe disebuah restoran, dan kami sama-sama pesen sirloin steak dan ice
capucinno. Ternyata selera kami sama. Bahkan waktu ditanya pelayan, kami mau
pesen apa, kami jawab secara bersamaan.
Selama
makan siang, gue dan Dimas banyak bercerita,
“Ren, lo udah lama ya bisa maen gitar?” tanya Dimas,
“Ehm, dari SMP sih. Nggak lama juga.”
“Wah, tapi lo itu udah hebat banget lho.”
“Wah, masa sih? Thanks ya. Bokap gue aja nggak pernah muji
gue kayak gini.”
“Masa sih?”
“Iya, dia itu biasanya ngomel-ngomel. Gue salah terus dimatanya.
Uh, sebel deh.”
“Kalo nyokap lo?”
“Oh, dia sih baik-baik aja, tapi kadang-kadang cerewet juga.”
“Yah, lo masih beruntung lah. Kalo orang tua gue sih, mereka
pisahan. Nyokap di Amrik, dan gue sama bokap. Nyokap gue mutusin pergi karena
marahan sama bokap. Tapi anak-anaknya masih ikut bokap semua.”
"Jadi ortu lo cerai, Dim?”
“Enggak sih, cuma pisahan aja. Tapi mereka jarang saling
kontak. Ampun deh, gue sampe bingung sama mereka.”
“Ehm. Lo punya sodara?”
“Iya, gue punya kakak. Sekarang dia jadi anggota TNI. Keren
ya? Gue sih pernah bayangin jadi tentara, tapi yah lo tau sendiri lah gue nggak
bisa lihat.”
“Emang lo gini sejak kapan?”
“Sejak lahir gue udah nggak bisa lihat.”
“Jadi lo nggak pernah tau wajah orang-orang disekitar lo,
alam disekitar lo, bahkan wajah lo sendiri?”
“Iya. Emang wajah gue gimana sih Ren?”
“Ehm...” gue langsung salah tingkah, “wajah ya? Wa-wajah
lo...”
“Jelek?”
“Uh, eng-enggak Dim. Se-sebenernya l-lo itu. Lo itu, LO ITU
GANTENG BANGET, LO ITU MANIS BANGET.” Aduh gue jadi ngomong keras gini,
“Wah.” Dimas menyahut,
“Duh, kok jadi frontal gini. Hehe.” Kata gue,
“Makasih ya. Lo juga cantik banget kok.”
“Hah? Lo nggak salah. Tau darimana? Bokap gue aja...”
“Nggak penah ngomong. Haha. Dari suara lo sama insting gue
aja.”
“Padahal kan suara gue gedhe, mana tangan gue kasar, omongan
gue juga nggak sehalus cewe biasanya.”
“Tapi gue tau lo itu cantik, manis dan pinter.”
“Pinter? Rapor semester pertama gue itu merah tauk.”
“Hah? Nggak mungkin deh. Lo itu pinter kan. Dari cara ngajar
lo ke gue, dari permainan gitar lo.”
“Itu dulu Dim. Sekarang aja gue cuma berharap biar bisa naek
kelas. Itu aja.”
“Lo nggak usah takut Ren. Kalo tentang sekolah, gue bakan
bantuin lo. Tapi lo harus jadi guru les gitar gue.”
“Nggak salah lo?”
“Kebetulan gue homeschooling, jadi kita bisa belajar dirumah
gue aja. Gimana? Mulai semester dua nanti.”
“Wah, makasih banyak ya.”
“Iya, gue tau lo bakalan jadi sahabat gue yang baik.”
“Ah lo itu...”
Lalu makanan diantar oleh pelayan dan kami makan bersama.
Selama
setahun, gue jadi guru les gitarnya Dimas, dan setelah gue menginjak semester
dua sekolah, gue selalu belajar bareng dia dan dia selalu memotivasi gue
sehingga gue bisa naik kelas dengan ranking lima se-kelas. Gue juga masuk
jurusan IPA disekolah. Gue seneng banget. Gue sama Dimas juga sering bikin
lagu. Sampai suatu ketika Dimas diajak bokapnya untuk nyusulin nyokapnya di
Amrik. Dia juga berencana buat operasi mata dan bersekolah disana.
Setahun
kemudian, dia follow twitter gue, dan juga invite BBM gue, bahkan dia sering
chatting sama gue. Kadang dia juga sering maen video-call sama gue, dia udah
bisa lihat sekarang. Dia nggak narik omongannya tentang gue yang cantik. Gue
juga masih naksir dia, sampe-sampe gue belum pacaran sampe umur duapuluh tahun
ini.
Setahun
kemudian, gue dapet kiriman undangan pernikahan, dan gue shock banget. Karena
undangan itu berasal dari Dimas. Dia mau nikah. Gue yang selama ini menaruh
harapan cinta gue ke dia merasa kesal. Gue sedih, kecewa. Tapi mau diapain
lagi? Ini pilihan dia. Gue harus terima itu.
Pesta
pernikahan diadakan di Jakarta dan gue dateng bareng Riri. Gue lihat dia yang
bener-bener perfect, apalagi sekarang dia bisa ngelihat. Waktu gue salaman sama
dia, gue langsung peluk dia. Sebenernya gue nggak mau lepasin dia, tapi dia
udah jadi milik orang lain, milik seorang cewe kebangsaan Amerika yang cantik
banget yang sekarang ini ada disebelahnya. Gue cuma kasih dia sebuah CD lagu
yang gue ciptakan buat dia. Gue nggak akan lupain lo Dimas, cinta monyet gue.
Lo yang bikin gue berubah, dan sekarang gue sukses berkat motivasi dari lo dan
bantuan lo.
I’ll Always Remember You untill I die. But my life must go
on.
Monday, January 2, 2012
PINDAH KE
Guys...
Bedah lagu dan komentar-komentar bakal pindah ke blog gue yg di wordpress
Ini linknya : http://eleeze.wordpress.com
Terus kalo yang campur aduk sama foto-foto bakal pindah ke blog gue yg di tumblr
Ini linknya : http://lisacecilia.tumblr.com
Jadi blog ini khusus buat cerpen dan cerbung gue aja. Thx before :)
-Lisa-
Bedah lagu dan komentar-komentar bakal pindah ke blog gue yg di wordpress
Ini linknya : http://eleeze.wordpress.com
Terus kalo yang campur aduk sama foto-foto bakal pindah ke blog gue yg di tumblr
Ini linknya : http://lisacecilia.tumblr.com
Jadi blog ini khusus buat cerpen dan cerbung gue aja. Thx before :)
-Lisa-
Subscribe to:
Posts (Atom)