Sunday, December 11, 2011

I Heart You My Shadow Bestfriend (part 2)


I Heart You My Shadow Bestfriend (part 2)
-Extended Version-
Setelah Octha selesai dengan hukuman si ketua OSIS itu, dia kembali duduk. Octha bertanya kepada teman di sebelahnya yang bernama Chacha dengan berbisik,
 'Hei Cha, si ketua OSIS belagu itu namanya siapa sih?',
'Hush! Lo itu mesti ati-ati kalo ngomong tentang dia.'
'Ih, gue tanya namanya!'
'Iya iya, namanya Morgan.'
'Heh?' kata Octha keras sekali sehingga si Ketua OSIS (Morgan) mendengarnya,
'Eh, lo anak kecil! Nggak kapok ya. Bacot terus! Tadi bengong. Sekarang bacot mulu!'
'Eh, lo itu ketua OSIS. Galak amat sih. Nggak laku yak?'
'Berani banget sih lo. Gue bukannya galak. Tapi disiplin.'
'Terserah. Pokonya menurut gue, lo itu galak.'
'Eh. Diem lo!'
'Oke, oke gue diem.' Octha mengalah,
'Ya. Diem aja. Cewe nyebelin. Dasar.'
Octha diam saja namun dia kesal sekali,

***

 Sewaktu istirahat Octha dan Chacha berjalan menuju toilet. Namun dia merasa ada seseorang mengikutinya.
'Cha, ada orang ya dibelakang kita?'
'Nggak. Perasaan lo aja kalik.'
'Iya ya. Ya udah deh.'
Octha berjalan saja menuju toilet.

***
 Sepulang sekolah Octha pulang sendiri, lagi-lagi tidak bersama Rangga, karena Rangga punya banyak urusan.
Octha bertemu Ilham di depan gerbang sekolah...
‘Hei Octha! Pulang sendiri?'
'Eh Ilham, iya nih.'
'Bareng aku aja. Kita searah kan?'
'Oh, iya. Boleh deh.'
Lalu Octha dan Ilham naik bus bersama.
 Di dalam bus Octha duduk disebelah Ilham dan ngobrol panjang lebar. Dibelakang bangku mereka, ada bangku yang kosong, namun entah mengapa seperti ada seseorang yang duduk disana. Octha hanya diam saja dan tidak peduli.
***
 MOS telah berlalu, Octha banyak mengenal teman baru di SMA. Namun seseorang yang paling dianggap misterius adalah Bisma, dia bukan siswa di sekolah Octha, tapi dia sangat penasaran dengan Bisma.
***
 Pagi hari, di hari Minggu yang cerah, Octha hanya sendirian di rumah, keluarganya memiliki acara dan urusan masing-masing, sementara dia hanya di rumah. Lingkungan sekitar rumahnya juga sangat sepi entah mengapa.
 Tiba-tiba Octha mendengar suara gitar dari depan rumahnya...
'Wah, ada pengamen kalik di depan.' Kata Octha dalam hati.
 Octha memutuskan untuk melihatnya langsung. Dia berjalan menuju pintu gerbang rumahnya. Dia melihat seorang laki-laki yang duduk bersandar di gerbang rumahnya dan sedang memainkan gitar sambil menyanyikan sebuah lagu, namun kurang jelas.
Octha menepuk pundak laki-laki itu...
'Plak!!!'
'Eh!' kata laki-laki itu, dia terkejut.
Lalu dia menghadap kearah Octha, dan terkejutlah Octha, karena ternyata dia Bisma.
'Bisma? Ngapain lo disini?'
'Nggak pa-pa kok. Cuma jalan-jalan aja. Nah, lo sendiri?'
'Ini kan rumah gue.'
'Oh. Maaf, gue nggak tau.'
'Emang rumah lo deket sini ya?'
'Enggak juga sih. Gue suka kelayapan sendiri aja. Eh, tau-tau udah nyampe depan rumah lo.'
'Sambil bawa gitar?'
'He'em. Udah kebiasaan gue sih.'
'Masuk yuk.'
'Hah? Serius lo?'
'Iya, serius.'
Lalu Octha dan Bisma masuk ke dalam rumah.
 Octha membuatkan secangkir teh dan menyiapkan banyak sekali cemilan untuk Bisma. Dia dan Bisma mengobrol panjang lebar, mulai dari waktu pertama kali mereka bertemu sampai waktu Octha dibentak ketua OSIS, dsb.
Octha dan Bisma akhirnya bersahabat.
***
Octha berangkat sekolah, diantar Rangga kakaknya. Hari ini pertama kali pelajaran dimulai. Hari ini dia sangat ceria dan bersemangat.
 Sesampainya disekolah Octha turun dari motor dan bergegas menghampiri Chacha yang sedang berdiri di hall...
'Kak Rangga, aku duluan yak!' teriaknya bersemangat,
'Ya!' jawab Rangga,
 Saat Octha sedang berjalan menuju kelas bersama Chacha, tiba-tiba seseorang menabrakmu.
'Aaw!' teriak Octha, dia terjatuh,
'Lo?' tanya orang itu,
Perlahan Octha memperhatikan orang yang menabraknya itu...
'Eh, Pak Ketua OSIS...' kata Octha konyol,
'Pak... Pak... Emang gue bapak lo?' tanya Morgan,
'Iya, kakak Ketua OSIS.'
'Eh, emangnya gue kakak lo?'
'Lhoo, iki salah, iku salah. Opo to karep'e?' tanya Octha tambah konyol,
'Ngomong apa lo?'
'Ih, jangan jutek-jutek gitu dong. Nggak pantes tauk.' godanya,
'Nggak usah banyak bacot lo!' jawab Morgan.
'Eh Tha. Masuk kelas yuk. Ntar ada apa-apa lagi...' ajak Chacha,
'Iya nih. Permisi kakak Ketua OSIS...' kata Octha sok imut, lalu berjalan menuju kelas.
'Dasar adek kelas nggak jelas.' gumam Morgan.
 Octha sangat santai sewaktu bertemu Morgan, si ketua OSIS yang pernah memarahinya itu dan membuat Chacha heran...
'Eh,Tha. Lo itu nggak takut apa sama si Morgan?'
'Ya enggak lah. Gue sih takut sama Tuhan. Sebagai manusia yang telah diciptakan-Nya... Blablablabla...' Octha malah berpidato,
'Stooop! Octha. Bukan itu maksud gue, tapi kok lo berani sok godain dia. Tapi lucu juga sih.'
'Nggak perlu takut, kakak gue kan seangkatan sama dia. So, gue bisa minta pembelaan dari kakak gue.'
'Pembelaan? Emangnya pengacara apa gimana?'
'Pengangguran banyak acara paling. Hahaha...' Octha dan Chacha tertawa saja.

--- tiba2 bel pelajaran berbunyi ---

 Seorang guru masuk ke kelas, tampaknya masih muda, dia memperkenalkan dirinya...
'Selamat pagi anak-anak.' sapa guru itu,
'Pagi pak...'
'Perkenalkan, nama saya Rafael. Saya guru Biologi kalian.'
Selama Pak Rafael, guru Biologi itu memperkenalkan diri, Chacha hanya melamun dan memperhatikan Pak Rafael...
'Eh! Bengong aja!' kata Octha kepada Chacha, mengusik lamunan Chacha,
'Apa? Apa?' tanya Chacha kaget,
'Ngapain liatin Pak Guru biologi itu?'
'Enggak, siapa yang liatin dia?'
'Lo lah, siapa lagi.'
'Enggak, gue cuma ngantuk.'
'Iya yah. Tuh, lo ngiler!'
'Eh...' Chacha kaget, lalu dia mengusap bibirnya,
'Hahaha...' Octha ketawa.
'Siapa yang mengobrol saja? Saya dengar ada dua anak perempuan ngobrol saja.' tanya Pak Rafael,
lalu serempak, satu kelas memperhatikan Octha dan Chacha, mereka hanya tersenyum, lalu kembali memperhatikan pelajaran biologi tentang ‘Biologi Sebagai Ilmu’ itu.
***
Setelah pelajaran biologi selesai, Chacha dengan anehnya membuntuti Pak Rafael keluar kelas, Octha yang penasaran jadi membuntuti Chacha. Dia merasakan sesuatu yang aneh terjadi dengan Chacha, 'Jangan-jangan Chacha salah minum obat apa gimana yak?' gumam Octha.
 Dari kejauhan Octha perhatikan Chacha. Ternyata dia cari perhatian dari Pak Rafael.
___ Chacha berpura-pura menabrak Pak Rafael.___
'Aduh...' kata Chacha,
'Aduh, kalau jalan lihat-lihat dong.' kata Pak Rafael,
'Ma-maaf Pak.'
'Ehm, nggak pa-pa kok. Lho kamu siswa kelas 10 D kan?'
'Iya Pak.'
'Kenapa keluyuran?'
'Mau ke toilet Pak.'
'Lho! Toilet kan kearah sana.' kata Pak Rafael sambil menunjuk arah berlawanan,
'Oh, iya Pak. Ma-maaf saya lu-lupa.'
'Ya sudah. Tapi jangan keluyuran begitu ya.'
'I-iya Pak. Maka-sih.'
'Sama-sama.'
Lalu Chacha berbalik menuju kelas. Octha tertawa terbahak-bahak melihat Chacha yang mukanya merah karena malu.
'Huahahahahahahahaha...'
Chacha yang melihat Octha tertawa langsung menghampirinya...
'Eh. Lo liat ya?'
'Iya... Hahaha... PDKT sama guru nih ye,...'
'Enggak.'
'Nggak usah muna!'
'Emang Munaroh pa apa?'
'Halah! ngeles lo! Toilet tuh disana!' kata Octha sambil menunjuk arah toilet,
'Namanya juga anak baru, lupa kan wajar.'
'Gue anak baru juga. Tapi nggak lupa tuh. Wehehehehe...'
'Ah, lo ketawa mulu. Masuk yuk!'
'Nggak jadi ke toilet nih?'
'Nggak! Nggak jadi.'
'Kena deh...'
'Cerewet bener sih lo!' kata Chacha sambil menggeret Octha masuk kelas.
***
 Saat istirahat Octha hanya sendirian. Dia iseng, dan nekat keluar sekolah. Dia duduk dibawah pohon besar. Lalu terdengar suara yang sudah tidak asing ditelinganya...
'Hai.'
Lalu Octha memalingkan wajahnya ke arah suara itu berasal.
Ternyata itu Bisma...
'Bisma?'
'Hei... Kita ketemu lagi disini.'
'Hahaha, iya.'
'Gimana rasanya sekolah disini.'
'Ehm, belom tau. Masih baru aja mulai pelajaran.'
'Oh iya. Hehehe.'
'Ngomong-ngomong. Lo mau maen ke rumah gue lagi nggak?'
'Iya deh. Kapan-kapan aja kalo ada waktu.'
'Gue seneng lho bisa ngobrol sama lo.'
'Akh, masa sih?'
'Yah, nggak percaya nih?'
'Oke deh gue percaya.'
'Eh, gue boleh nggak curhat sama lo?'
'Boleh.'
'Eh, masa ya. Ada ketua OSIS yang galaknya, juteknya minta ampun...'
'Oh, si Morgan.'
'Lah, kok tau?'
'Ya, kan gue sering nongkrong disini.'
'Oh gitu. Emangnya dia galak sadis ya.'
'Enggak sih, cuma sok galak aja. Tenang aja. Ntar lama-lama dia bakal berubah kok.'
'Iya ya. Sok galak aja kalik tuh anak. Hahaha...'
--- tiba2 bel masuk kelas berbunyi ---

Saat Octha masuk ke dalam sekolah, dia melihat kerumunan siswa berdiri di depan kelas 10 A. Octha sangat penasaran, dia menerobos gerombolan siswa itu dan kebetulan ada Chacha disitu. Octha pun bertanya...
'Ada apa Cha?'
'Itu. Ada yang pingsan.'
'Siapa?'
'Anak 10 A.'
'Iya, gue tau. Siapa namanya?'
'Ilham.'
'Hah? Apa?' Octha terkejut dan langsung menuju ke tengah-tengah gerombolan siswa itu.
Dan benar saja, Octha mendapati Ilham pingsan. Lalu siswa laki2 mengangkat Ilham dan membawanya ke UKS.
 Entah mengapa Octha khawatir sekali dengan Ilham. Dan dia memutuskan untuk menunggui Ilham di UKS.
 Setelah limabelas menit, Ilham sadar. Dia terlihat sangat lemah. Wajahnya masih pucat...
'A-aku dimana?' tanya Ilham pelan dan terdengar lirih,
'Kamu di UKS.'
'Octha? Kok ka-kamu disini?'
'Aku lihat kamu pingsan. Temen-temen kamu yang bawa kamu kesini. Tapi aku yang nungguin kamu.'
'Makasih ya Tha.'
'Kamu nggak enak badan ya?'
'Iya. Mungkin aku kecapekan.'
'Ehm, mau istirahat dulu apa langsung masuk kelas?'
'Langsung masuk aja. Nggak enak kalo lama-lama disini.'
Lalu Octha mengantar Ilham memasuki kelasnya.
 Ketika Octha kembali ke kelasnya. Guru yang mengajar saat itu terlihat sangat marah...
'Heh kamu !'
'I-iya bu.'
'Kenapa terlambat?'
'Tadi sa-saya nungguin temen di UKS.'
'Yang pingsan tadi itu?'
'I-iya bu.'
'Ya sudah. Duduk sana!'
'Ma-makasih bu.' lalu Octha langsung duduk di bangkunya.
 Sepulang sekolah, Octha bertemu Ilham.  wajah Ilham masih pucat dan sepertinya dia masih sakit. Octha pun memutuskan untuk menghampiri Ilham...
'Hai Ilham. Kamu masih sakit?' tanya Octha,
'Udah nggak pa-pa kok.'
'Bohong.'
'Enggak! Beneran lagi.'
'Wajah kamu masih pucat.'
'Perasaan kamu aja kalik.'
'Ya udah lupakan. Kamu pulang sendiri?'
'Enggak. Aku pulang bareng abangku.'
'Oh, hati-hati ya.'
'Iya.'
'Aku pulang duluan ya.' lalu kamu pulang.
***
 Entah mengapa Octha tidak bisa berhenti memikirkan Ilham, seperti ada sesuatu yang lain dari diri Ilham. Dan ada yang dia sembunyikan dari Octha.
 Octha pun tidak peduli. Dan dia memutuskan untuk tidur saja.
 Saat Octha sedang bersantai di dalam kamar dan mencoba untuk tidur, tiba-tiba Rangga masuk ke kamarnya...
'Dek. Adeknya si Reza, temen kakak sakit. Kak Rangga mau jenguk dia. Kamu ikut nggak?' tanya Rangga,
'Adeknya kak Reza? Siapa kak?' Tanya Octha kembali.
Rangga terdiam sejenak, dari wajahnya sepertinya sangat kacau dan membuat Octha penasaran...
'Siapa kak?' tanya Octha,
'Itu. Si... Aduh aku lupa namanya...'
'Gubraaakkk!!!'
'Hehehe... Sorry. Siapa ya? Kamu kenal nggak?'
'Ya elah, malah balik tanya.'
'Bentar, kak Rangga inget-inget dulu.'
'Jangan lama-lama kak, ntar keburu ngiler!'
'Iye... Sabar!'
'Siapa???'
'Oh... Ehmm... I...'
'Siapa?'
'I... Iya. Si Ilham. Itu lho yang nyelametin kamu pas kamu nyaris ditabrak mobil.'
'Ilham kak? Serius kak?'
'Iya. Emang kenapa?'
'Pokoknya aku harus ikut!!!'
'Ya udah. Ayo!!!'
Lalu Octha berangkat ke rumah sakit untuk menjenguk Ilham.
Sesampainya di rumah sakit, Octha dan Rangga langsung menuju kamar Ilham.
 Di depan kamar Ilham, Octha merasakan sesuatu hal yang sangat menggelisahkan. Dia sangat sedih entah mengapa. Nyaris saja air mata menetes. Tanpa disengaja Rangga melihatnya yang nyaris menangis itu...
'Dek, kamu kok sampe mau nangis gitu?' Tanya Rangga,
'Nggak kok kak. Cuman ngantuk.'
'Bohong! Kamu mau nangis kan? Hayooo...' goda Rangga,
'Enggak kak! Beneran aku nggak nangis.'
'Ya udah, masuk yuk.'
 Di dalam kamar Ilham, Octha melihatnya terbaring lemas, wajahnya pucat sekali. Dia hanya ditemani Reza, kakaknya yang sekarang ini sedang ngobrol dengan Rangga. Octha mengajak Ilham bicara...
'Ilham, kamu kenapa?' tanya Octha,
'Ehm, eng-enggak kenapa-kenapa kok.'
'Bohong! Kamu aja sampe masuk rumah sakit gini.'
'Cuma kecapekan aja kok. Beneran!'
'Kamu kok kayaknya bener-bener nggak cuma kecapekan deh.'
'Itu perasaan kamu aja kalik. Hehe...'
'Ih. Jangan remehin kondisi kamu ya.'
'Kamu kok perhatian sama aku sih?'
'Nggak tau juga. Haha... Mungkin karena kamu yang nyelametin aku kalik ya.'
'Yah... Itu kan biasa aja.'
'Seterusnya aku nggak tau, Ham.'
'Kamu naksir aku ya...'
Tiba-tiba Octha merasakan sesuatu yang aneh datang di dalam dirinya,
'Eh, ke ge-er'an kamu ini!' jawab Octha dengan nada gengsi,
'Nggak juga. Hahaha...'
'Ge-er itu...'
'Yah, terserahlah!'
'Ngalah nih?'
'Uuuhhh...'
Octha dan Ilham bercanda terus. Tiba-tiba Rangga menghampirinya, dia mengajaknya pulang. Lalu Octha pulang ke rumah.
Dalam perjalanan...
'Kak. Ilham tuh sakit apa sih?' tanya Octha ke Rangga,
'Lho, kamu kan yang ngobrol terus sama Ilham, masa nggak tau.'
'Dia bilang cuma kecapekan. Tapi aku nggak percaya. Tadi kan kakak ngobrol sama abangnya.'
'Yah, Reza itu ngundang kakak cuma buat nemenin dia ngobrol. Soalnya dia itu jagain Ilham sendirian.'
'Ya ampun. Kirain apa...'
'Kak Rangga mah ga kenal sama Ilham. Hehehe.'
'Uh. Dasar serangga.'
'Eh... Adek kecil... Eh, ngomong-ngomong kamu sama Ilham kayak orang pacaran.'
'Enggak akh.'
'Ih, ngaku deh...'
'Udah diem aja kak. Di jalan raya nggak boleh banyak ngobrol. Konsen nyetir motornya tuh. Ntar nabrak lagi.'
'Cieee... Ngeles nih.'
   ***
--- Ilham’s Side ---
'Jangan sampe Octha tau apa yang sebenarnya terjadi sama aku.' kata Ilham dalam hati, dia memang benar-benar menyembunyikan sesuatu dari Octha.

---Octha’s side---
 Hari sudah sangat malam, tapi Octha nggak bisa tidur. Dia tidak berhenti memikirkan Ilham. Tiba-tiba ada yang mengetuk jendela kamarmu dari luar.
'Tok... Tok... Tok...'
Kebetulan kamar Octha berada di samping, di lantai 1.
Pelan-pelan Octha mendekati jendela kamar dengan rasa takut.

(To Be Continue)
Kira2 siapa ya???
likenya dong !!!

Friday, September 2, 2011

"Dia" Bagian Dariku


 Just an Fiction Story

Brenda adalah seorang gadis kecil. Dia seorang yang sangat manis, cantik dan ceria. Namun itu semua harus hilang untuk sesaat, karena dia harus merasakan gelapnya dunia ini, tanpa cahaya yang mampu menembus kornea matanya. Segalanya menjadi gelap dan hitam baginya. Setelah sebuah kecelakaan menimpanya, semua warna dan cahaya tidak lagi bisa dilihatnya. Bagi Brenda, hal ini sangat menyedihkan.
Namun, seorang dokter yang menangani Brenda menyampaikan bahwa ‘ada seorang yang akan mendonorkan matanya setelah orang itu meninggal nantinya’. Brenda dan orang tuanya menurut saja. Sehingga Brenda dirawat di rumah sakit untuk menunggu donor mata tersebut.
Selama beberapa hari Brenda dirawat di rumah sakit, dia merasakan bahwa ada seseorang yang selalu berada di sekitarnya. Dan orang itu pasti memperhatikannya.
Suatu hari seorang perawat mengajak Brenda untuk keluar kamar dan dia meninggalkan Brenda duduk sendirian di bangku taman. Sesaat kemudian, seseorang pemuda datang dan mengajak Brenda berbicara.
Brenda merasa nyaman ketika berbicara dengan pemuda itu, walau dia sendiri tidak mengetahui nama pemuda itu. Brenda dan pemuda yang ternyata sama-sama pasien itu semakin hari semakin akrab saja. Mereka selalu bertukar pikiran, meluapkan isi hati satu sama lain.
Beberapa hari kemudian,Brenda mendapatkan kabar baik. Bahwa dia mendapatkan donor mata. Namun kabar baik itu terasa bukanlah kabar yang baik. Perasaannya tidak enak. Dan ketika Brenda bertanya siapa yang bersedia mendonorkan mata untuknya, tidak satupun mau menjawab. Orang tua Brenda juga tidak mau memberi tahu hal itu. Sepertinya ada sesuatu yang disembunyikan.
Mata Brenda dioperasi, dan ia dapat melihat lagi. Namun, siapa pendonor mata itu belum diketahui. Kata dokter yang menangani, orang itu tidak ingin imbalan apapun. Sungguh mulia sikap pendonor itu.
Brenda juga masih penasaran dengan pemuda yang sering mengajaknya bicara, dan menjadi sahabatnya selama di rumah sakit itu. Namun, ketika Brenda masuk ke kamar laki-laki itu, yang dia dapati hanya kamar kosong, dan ketika dia bertanya dimana penghuni kamar itu, semua menjawab bahwa dia sudah pulang. Brenda merasakan bahwa laki-laki itu masih dekat dengannya entah mengapa.
Tiga tahun berlalu, kini Brenda berusia limabelas tahun dan duduk di bangku kelas sepuluh SMA. Brenda sudah melupakan kejadian tiga tahun yang lalu. Sekarang dia hanya memikirkan kehidupannya kedepan dan dia tidak mau mengingat masa lalunya.
Suatu hari, ketika Brenda sedang berada di taman luar sekolahnya, dia bertemu dengan seorang pemuda buta yang bisa menebak semua hal tentangnya. Pemuda itu bernama Morgan. Dia adalah seorang yang tampan, ramah dan membuat Brenda nyaman ketika berada disisinya.
Walaupun sebatas teman berbicara, Morgan telah membuat Brenda bahagia dengan sifatnya yang ramah dan bersedia mendengarkan seluruh isi hati Brenda.
Sebenarnya Brenda sudah memiliki seorang kekasih yang bernama Dicky. Salah satu siswa populer di sekolah. Namun ternyata Dicky memiliki seorang gadis lain yang dia cintai. Nama gadis itu adalah Maurice, seorang model yang cantik dan pintar. Dan hal tersebut telah diketahui oleh Brenda. Sehingga dia memutuskan untuk berpisah dari Dicky.
Setelah Brenda tidak lagi menjadi kekasih Dicky, dia menjadi seorang yang murung. Mungkin rasa cinta masih ada dalam hatinya. Tetapi, ketika gundah itu menyelimutinya, ada Morgan yang dapat merobek selimut kelam kesedihan tersebut. Seolah dia memang datang hanya untuk menghibur Brenda.
Suatu ketika, Brenda harus benar-benar bersedih ketika dia harus menerima kenyataan bahwa orang tuanya harus berpisah. Tanpa ia ketahui apa masalah dibalik berpisahnya kedua orang tuanya itu. Seakan kesedihan lebih dalam dan kelam menyelimuti Brenda.
Dan tentunya ada Morgan yang mau mendengarkan segala keluh resah Brenda. Dialah sahabat terbaik brenda, walaupun tak seorangpun selain dirinya yang mengenal Morgan. Bahkan tak segan-segan Brenda memeluk Morgan hanya untuk menumpahkan air matanya.
Walaupun Morgan seorang yang buta dan tidak melihat apa yang terjadi di dalam kehidupan Brenda, ia dapat menebak semua cerita Brenda itu. Seakan dia melihat langsung kejadian yang dialami Brenda.
Di akhir tahun, sekolah Brenda mengadakan acara malam dansa. Setiap siswa harus datang dan membawa pasangan. Brenda yang telah berpisah dari kekasihnya menjadi bingung. Ia tidak tau harus berdansa dengan siapa nantinya.
Brenda juga sempat mengajak Morgan, namun Morgan menolak hal tersebut. Dia meyakinkan kepada Brenda, bahwa ketika acara malam dansa itu dimulai, ia akan mendapatkan pasangannya. Dan pasangan Brenda itu adalah seorang pengagum rahasianya dan cinta sejatinya.
Ketika acara malam dansa berlangsung, Brenda kebingungan. Dia tidak tahu harus bagaimana dan memutuskan untuk duduk saja. Tiba-tiba seorang laki-laki mendatanginya, ternyata dia adalah Rafael, kakak Dicky. Tanpa disangka, Rafael mengajak Brenda untuk berdansa. Apakah benar kata Morgan? Apakah benar Rafael adalah pengagum rahasia itu?
Musik berputar, Brenda dan Rafael berdansa dengan perlahan. Mereka sangat menikmati malam itu. Dansa yang menghanyutkan membuat Rafael memberikan sebuah kecupan hangat di kening Brenda, dan sebuah pernyataan cinta terlontar dari mulutnya. Memang sungguh benar apa yang dikatakan Morgan. Brenda dan Rafael menjadi sepasang kekasih. Benar-benar malam yang indah.
Keesokan harinya, Brenda mendapati secarik surat disamping bantalnya. Nama pengirimnya adalah Morgan. Hal ini sungguh-sungguh membingungkan. Di dalam surat itu Morgan menuliskan pesan agar Brenda datang ke rumahnya. Disitu juga tertulis sebuah alamat.
Brenda berangkat menuju ke alamat itu. Dia juga penasaran dengan Morgan dan ingin mengenal Morgan lebih dalam.
Sesampainya di alamat itu, Brenda melihat sebuah rumah sederhana namun sungguh indah dengan tanaman dan bunga-bunga yang tertata rapi. Di halaman rumah itu ada seorang wanita paruh baya yang sedang menyirami tanaman. Brenda pun menghampirinya.
Ternyata wanita itu adalah ibu dari Morgan, wanita itu terlihat sangat kebingungan ketika Brenda bertanya mengenai putranya. Dan sepertinya wanita itu tidak percaya kalau Brenda dan Morgan berteman dekat selama beberapa waktu ini, bahkan wanita itu berkata bahwa Morgan tidak buta. Terjadi suatu kesalahan disini. Entahlah.
Setelah bercerita panjang lebar, akhirnya wanita itu menceritakan kejadian sesungguhnya. Kenyataan pahit yang sangat mengejutkan Brenda. Wanita itu berkata bahwa sebenarnya Morgan sudah meninggal tiga tahun yang lalu karena sakit. Wanita itu juga berceriita ketika Morgan akan meninggal, dia berpesan agar matanya didonorkan kepada seorang anak perempuan buta yang pernah ia temui di taman. Ternyata anak perempuan itu adalah Brenda.
Suasana menjadi sangat hening, lalu wanita itu mengajak Brenda untuk pergi ke makam Morgan. Dan disana Brenda hanya diam, air matanya menetes. Mengingat beberapa hari yang lalu ia dan Morgan duduk di taman luar sekolah dan senyuman yang selalu diberikan Morgan untuknya. Namun semua itu seperti hanya ilusi, atau mungkin karena mata Morgan lah yang membuat Brenda bisa melihat sosok sahabat sebaik Morgan? Sepertinya memang begitu.

Sunday, June 12, 2011

I'm Your OLLG 3

I’m Your OLLG 3
_Unchangeable Love, He’s a Psychopath_
Aku seneng banget, mama sama papa sudah ngerti maksud aku. Mereka sudah setuju kalo aku itu jadian sama Justin. Dan secara otomatis Dan yang katanya mau dijodohin sama aku pulang ke London. Senangnya rasa hati.
Aku dan Justin menjalani hari seperti biasa. Dia semakin hari semakin romantis. Beda banget dari Justin yang dulu. Yah, inilah cinta yang terungkap.
Hari ini Justin manggung di sebuah acara dan seperti biasa aku nemenin dia manggung. Hari ini mungkin sedikit berbeda. Justin mengajak cewe lain buat jadi One Less Lonely Girlnya. Aku jealous banget. Aku nggak bisa nyembunyiin kecemburuanku ini.
Setelah Justin turun dari panggung dia menghampiriku, aku menghindar dan berpura-pura nggak lihat. “Cha! Babe! Kenapa kamu ngehindar sih?”, “Cari tau sendiri aja sana!”, “Eh, kok galak amat sih?”, “Tauk”, lalu aku pergi. Justin mengejarku.
Aku lari sampe jalan raya, tiba-tiba ‘tiiinnnnnnnnnnnn’, aku nggak sadar. Aku sudah sampe pinggir jalan sama Justin dan dia memelukku. “Ada apa sih Ntin?”, “Babe, kamu ngga lihat ya? Tadi kamu nyaris ditabrak mobil.” Justin berbicara dengan nada yang pelan dan sedikit gemetaran. “Ntin, kamu nggak pa-pa kan?”, “Ya, I’m OK.”. aku dan Justin kembali ke backstage acara tadi. Kayaknya Justin masih shock gara-gara nyelametin aku. Aduh, aku merasa bersalah nih.
Aku memberi segelas air putih buat Justin, “Diminum ya babe.” Aduh aku malah jadi ngerasa bersalah kayak gini sih? Aku nggak jadi ngambek deh, kasihan Ntin. “Kamu kenapa sih Cha sampe lari keluar segala?”, “Abis kamu sih. Maksudnya kamu ngajak cewe lain jadi OLLG itu apa?”, “Aduh, maaf ya babe, aku belum bilang sama kamu. Kalo aku nyanyiin lagu One Less Lonely Girl itu ngajak cewe naik kan. Dan cewenya kan bukan cuma kamu. Kamu jealous ya?”, “Ya iyalah jealous, makannya ngomong dulu dong sama aku!”, “Iya, iya. Jangan marah dong, aku nyaris mati tauk!”, “Iya, iya Ntin sayang. Makasih banget ya sudah nyelametin aku. Tapi besok ngomong dulu kalo mau ngajak cewe lain!”, “Oke, asal kamu tau. Kamu itu One Less Lonely Girlku, Favorite Girlku. Forever, unchangeable deh.”, “Ih, bisa aja.”, “O ya, tadi kan aku sudah nyelametin kamu. Sekarang aku jadi laper nih.”, “Kamu minta traktir ya?”, “Iya dong.”
Aku dan Justin makan siang di restoran yang dulu tempat Justin ngajak aku waktu kami masih musuhan. Aku traktir dia makan dan sekalian makan siang. “Sering-sering aja babe, nyaris ketabrak. Nanti aku bisa dapet traktiran terus dari kamu.”, “Ntar kalo ketabrak beneran gimana?”, “Aduh, jangan sampe deh, ntar nggak ada yang nraktir aku lagi dong.”, “Akh, kamu sama aku cuman minta traktiran? Nggak modal banget ih!”, “Biarin.”, “Uh, kamu nggak sayang ya sama aku?”, “Nggak gitu Cha. Aku tuh sayang, cinta banget sama kamu!”
Hari baru datang lagi, kemarin kejadian yang menggetarkan buat aku. Aduh maksudnya apa gitu?
Hari ini ada murid baru, namanya Cody. Kebetulan dia masuk kelasku dan Justin. Dia memperkenalkan diri di depan, sementara itu Justin berbisik padaku, “Cha, jangan deket-deket sama cowo itu!”, “Kenapa babe?”, “Ntar kamu tau sendiri deh.”
Aku nggak tau kenapa Justin nggak suka sama Cody. Kenapa dia nggak ngebolehin aku deket-deket sama Cody. Aku harus cari tau nih.
Setelah aku cari tau kenapa Justin nggak ngebolehin aku deket Cody, ternyata masalahnya adalah dia itu musuhnya Justin waktu SD. Astaga, itu alasannya? Simple banget? Masih gitu dendam sampe sekarang? Yah itulah Justin.
Aku kurang nurut sama Justin, waktu Cody datang minta kenalan sama aku, aku iyakan bahka dia minta nomor HPku dan aku iyakan. Kan Justin musuhannya waktu kecil dulu kan? Aku nggak tau kenapa juga Cody memang sedikit aneh sama aku.
Keesokan harinya…
Justin absen hari ini, dia harus manggung diluar kota. Aku duduk sendirian, nggak ada temen sebangku. Tapi, tiba-tiba Cody datang, “Hi Chaca, boleh nggak aku duduk disebelahmu.”, “Ehm, ya. Silahkan.”, “Kamu itu kok cantik banget sih Cha.”, “Iya ya, makasih ya.”(aku biasa aja), “Kamu cewenya Justin kan?”, “Iya.”, “Ehm, Justin pasti bilang sama kamu jangan deket-deket sama aku ya kan?”. Aku bingung jawab apa, tapi aku nggak enak aja, “Nggak, dia nggak bilang apa-apa kok.”, “Oh ya sudah. Biasanya dia gitu sih.”, “Emangnya ada apa sih kok sampe kayak gitu?”, “Dulu kami musuhan.”, “Oh.”
Sepulang sekolah Cody mengajakku makan siang di sebuah restoran. Tanpa basa-basi dia langsung memesankan aku spaghetti, “Ehm, Cha. Kamu suka spaghetti kan?”, “I…iya. Kok kamu tau sih?”, “Sama kayak Justin.”, “Ha?”, “Justin juga suka kan?”, “He’em.” Lalu spaghetti datang, aku langsung memakannya.
Justin nggak tau kalo aku diajak makan siang sama Cody. Aku cuma nganggep Cody sebagai teman nggak lebih. Mana mungkin Justin marah. Itu sih pikiranku.
Pagi ini Justin masuk sekolah lagi dan dia duduk disebelahku lagi. Kali ini aku nggak deket-deket sama Cody sesuai dengan permintaan Justin. Tapi aku yakin dia nggak tau kalo aku sama Cody akrab banget kemarin.
Justin bener-bener nggak tau soal kemarin dan dia menggenggam tanganku sepanjang pelajaran. So sweet banget. Guru yang lagi ngajar nggak tau ini. Hemm.
Namun Cody yang saat itu duduk di pojok depan kanan melirik ke arahku dengan tatapan yang tajam. Rasanya ada sesuatu dengan anak itu yang nggak bisa dijelasin.
Aku dan Cody secara diam-diam sudah sangat dekat. Sudah termasuk lama kami berteman. Selama satu bulan dan Justin tidak mengetahuinya. Dan sudah berkali-kali Cody mengajakku ngedate, tapi khusus yang ini aku pasti tolak. Aku masih sangat sayang sama Justin. Namun ada satu hal dari Cody yang tidak dapat dijelaskan. Terkadang sorot matanya sangat aneh waktu lihat aku.
Pagi ini Justin datang ke rumahku, hari ini hari Minggu dan dia mengajakku jalan-jalan. Ketika kami sedang mengobrol di depan rumah, tiba-tiba datanglah Cody. Justin yang melihat Cody memasang tampang marah dan kesal. Sepertinya Cody nggak peduli. Dia jalan aja ke arahku dan berkata, “Hei Cha. Kamu mau nggak jadi pacarku?” aku sangat bingung. Dalam pikiranku Cody seperti psycho, dia nggak peduli ada Justin disitu.
Dengan penuh emosi, Justin melayangkan sebuah pukulan keras kepada Cody. *Bruuukkk!!!!*. dan Cody mencoba membalas pukulan Justin, namun gagal. Aku melerai mereka, “Hei! Apa maksud kalian?” tanyaku, “Chaca! Udah aku bilang kan. Kalo kamu itu nggak boleh deket-deket psikopat ini!” jawab Justin, “Psikopat?” aku semakin bingung. “Jangan dengeriun Justin Cha!” Teriak Cody. Aku lengah, karena aku bingung. Apa Cody benar-benar psikopat? Tapi sepertinya dia normal. Tapi dari cara Justin bicara, sepertinya memang dia nggak sedang bercanda.
Tiba-tiba Justin dan Cody melanjutkan pertengkaran mereka. Aku mencoba melerai mereka lagi. Dan menenangkan mereka. “Okay. Kenapa Cody? Kenapa kamu tembak aku?” tanyaku, “Cha, aku itu beneran cinta sama kamu.”, “Tapi nggak gitu juga. Aku udah punya Justin. Aku cinta banget sama dia. Kamu dengerin aku. Oke!”, “Tapi Justin itu…”, “My love is unchangeable. I love Justin now and forever. Do you understand?”, lalu entah mengapa Cody mukanya marah banget. Lalu dia balik kanan, dia pergi begitu saja. Justin hanya terdiam.
Aku bertanya kepada Justin, “Emang Cody beneran psikopat?”, “I-iya Cha, dia itu aneh. Dia punya kepribadian ganda dan dia juga sering nggak sadar sama apa yang dia lakuin. Kamu lihat sendiri kan? Dia aneh banget.. makanya aku nggak mau kamu deket-deket sama dia.”, “I-iya. Maafin aku ya. Aku udah deket-deket dia.”, “Ya udah nggak apa-apa. Aku tahu cintamu itu nggak bisa diganti dengan mudahnya.”, “Sip…” lalu kami pergi jalan-jalan sesuai rencana.
Keesokan harinya di sekolah, Cody tidak terlihat. Sepertinya dia tidak masuk sekolah. Kabarnya dia kembali ke rumah orang tuanya di luar kota. Mungkin karena dia malu dengan kejadian kemarin. Ternyata dibelakang itu semua dia seorang yang sangat tidak terduga.

Tunggu I’m Ur OLLG 4 !!!

Tuesday, June 7, 2011

Bedah Lagu 2


Bedah Lagu 2 By Lisa (Where Are You Now by Justin Bieber)
Masih lagunya Justin Bieber…
Kabarnya lagu ini ditulis dan didedikasikan untuk ayahnya Justin (Jeremy Jack Bieber) yang bercerai dengan ibunya (Patricia Lyn Mallete).
Simak dulu liriknya dan terjemahannya…
Where Are You Now (Dimana Kau Sekarang)

Uhhohhh yeah
Where are you now
Dimanakah kau sekarang
When I need you the most
Ketika aku sangat membutuhkanmu
Why don't you take my hand
Kenapa tak kau pegang tanganku
I want to be close
Aku ingin berdekatan

Help me when I am down
Tolong aku ketika aku jatuh
Lift me up off the ground
Angkat aku dari tanah
Teach me right from wrong
Ajari aku yang benar dari yang salah
Help me to stay strong
Bantu aku untuk tetap kuat

Chorus :
So,take my hand and walk with me,
Pegang tanganku dan berjalanlah bersamaku
Show me what to be
Tunjukan aku harus menjadi apa
I need you to set me free
Aku butuh kau untuk membebaskanku

Where are you now...
Dimana kau sekarang…

Where are you now
Dimana kau sekarang
Now that I'm half grown
Kini ketika aku setengah dewasa
Why are we far apart
Mengapa kita terpisah jauh
I feel all alone
Aku merasa kesepian

Where are you now
Dimana kau sekarang
When nothing is going right
Ketika tidak ada yang beres
Where are you now
Dimana kau sekarang
I can't see the light
Aku tidak bisa melihat cahaya

(Chorus)

I need you, to need me
Aku butuh kau, untuk membutuhkanku
Can't you see me,
Tak bisakah kau melihatku
How could you leave me
Bagaimana bisa kau tinggalkanku
My heart is half empty
Hatiku setengah kosong
Im not whole when your not with me
Aku tidaklah utuh ketika kau tidak denganku
I want you here with me
Aku ingin kau disini bersamaku
To guide me, hold me, and love me now
Untuk membimbingku, memelukku, dan mencintaiku sekarang

Where are you now.... ohhhh... 2x
Dimanakah kau sekarang… ohhhh… 2x

(Chorus)

Ohhh....where are you now....oh...yeah...yeah...oh
oh yeaahhh....


Lirik lagu ini terasa sangat dalam, mengingat orang tua Justin yang bercerai ketika Justin masih kecil. Mungkin Justin sudah sangat merindukan ayahnya, dia menulis lagu ini. Walau sebenarnya Justin dan
ayahnya masih bisa bertemu.

Selain lagu ini. Lagu yang didedikasikan untuk perceraian orang tua Justin masih ada lagi, yaitu Down To Earth.

Dari sisi music lagu ini : Lagu Where Are You Now itu memang sepertinya dibuat manis dengan suara piano pada awalnya, dan terasa RnB dipertengahan hingga akhir, easy listening, namun bisa menyentuh kita.


Sekian dulu bedah lagu Where Are You Now. Jika ada kekurangan anda bisa komentar disini atau di Facebook saya atau di Twitter @lisaxnyder

Monday, June 6, 2011

Bedah Lagu 1


Bedah lagu 1 By : Lisa
Sekarang kita akan membedah sebuah lagu berbahasa Inggris. Lagu ini pasti sudah nggak asing di telinga kita apalagi kalau kita seorang Belieber.
Lagu yang akan kita bedah adalah…
NEVER SAY NEVER dari JUSTIN BIEBER
Lagu ini adalah sebuah lagu motivasi, yang menjadi soundtrack di film Karate Kid (mungkin dalam lagu ini sedikit tertulis cerita tentang film Karate Kid). Tapi secara tidak sadar lagu ini telah memotivasi kita.
Berikut ini lirik dan terjemahannya
Nb : terjemahan yg berwarna ungu dan yg berhighliter itu adalah kata2 motivasinya
Never Say Never (Jangan Pernah Berkata Tidak Pernah)
Never say never (never never never)
Pick it up, pick, pick, pick it up
Pick it up, pick, pick, pick it up
Pick it up, pick, pick, pick it up
Pick it up, pick, pick, pick it up

You see I never thought that I could walk through fire
Lihat aku tak pernah menyangka aku bisa berjalan menembus api
I never thought that I could take a burn
Aku tak pernah menyangka aku bisa tahan terbakar
I never had the strength to take it higher
Aku tak pernah punya kekuatan untuk membawanya lebih tinggi
Until I reached the point of no return
Sampai aku mencapai titik dimana tidak bisa kembali

*And there's just no turnin’ back
Dan tidak ada jalan kembali
When your heart's under attack
Ketika hatimu diserang
Gonna give everything I have
Akan memberikan segala yang aku punya
It's my destiny
Inilah takdirku*

Chorus :
I will never say never (I will fight)
Aku takkan pernah berkata tidak pernah (ku akan berjuang)
I will fight till forever (make it right)
Aku akan berjuang sampai selamanya (membuatnya benar)
Whenever you knock me down
Kapanpun kau menjatuhkanku
I will not stay on the ground
Aku takkan terbaring saja
Pick it up, pick it up
Bangunlah, bangunlah
Pick it up, pick it up (up up up...)
Bangunlah, bangunlah (bangun, bangun, bangun…)
And never say never (ne-never say never x3)
Dan jangan pernah berkata tidak pernah (ja-ngan pernah berkata tidak pernah 3x)

I never thought that I could feel this power
Aku tak pernah menyangka aku bisa merasakan kekuatan ini
I never thought that I could feel this free
Aku tak pernah menyangka aku bisa merasa sebebas ini
I'm strong enough to climb the highest tower
Aku cukup kuat untuk memanjat menara tertinggi
And I'm fast enough to run across the sea
Dan aku cukup cepat untuk berlari menyeberangi lautan

Cuz… (back to *)

(Chorus)

Rap :
Here we go, Guess who?
Ini dia, tebak siapa?
J Smith and JB
J Smith dan JB
uh huh
I got you lil' bro, I can handle him
Kena kau adik kecil, aku bisa menanganinya
Hold up, I, I can handle him
Tungguya, aku bisa menanganinya
Now he's bigger than me, taller than me
Sekarang dia lebih besar dariku, lebih tinggi dariku
And he's older than me, and stronger than me
Dan dia lebih tua dariku, dan lebih kuat dariku
And his arms are little bit longer than me
Dan lengan2nya sedikit lebih panjang dariku
But it ain't on a JB song with me
Tapi itu tidak ada dalam lagunya JB dan aku
I be tryna chill
Aku berusaha cuek
They be tryna side with the thrill
Mereka berusaha berpihak kepada teror
No pun intended was raised by the power of will
Tanpa permainan kata-kata yang dibesarkan oleh kekuatan kehendak
Like Luke with the force if push comes to shove
Seperti Lukas dengan memaksa ketika dorong ke sikut
Like Kobe with the fourth, ice water with blood (Let's go!)
Seperti Kobe dengan keempat, air es dengan darah (ayo!)
I gotta be the best. And yes we're the flyest
Aku akan menjadi yang terbaik. Dan iya kilah yg palingberkibar
Like David and Goliath
Seperti Daud dan Goliath
I conquered the giant
Aku menaklukkan raksasa itu
So now I got the world in my hand
Jadi sekarang dunia dalam genggamanku
I was born from two stars
Aku terlahir dari dua bintang
So the moon's where I land
Jadi bulanlah dimana aku mendarat

Yeah
(Chorus)

Never say never
Jangan pernah berkata tidak pernah

(Chorus)

Kalau menurut kamu apalagi yang menjadi motivasi dari lirik lagu itu? Kamu bisa teliti lagi dari terjemahannya…
Ini beberapa pendapat dari aku :
  1. Never Say Never : Salah satu kalimat favorit Justin Bieber yang juga slah satu kalimat favorit Beliebers (bener nggak?). Kata Never Say Never juga salah satu motivation words yg bagus dalam hal positif :
  • Tidak pernah mengatakan tidak pada hal-hal yang baik. Kita harus percaya kalau segala kesempatan baik pasti menghampiri kita. Tidaklah mustahil kita bisa meraih cita-cita yang selalu kita anggap jauh. Percayalah kita harus yakin sesuatu yang tak terduga akan terjadi. Bukannya apa yang kita anggap mustahil tidak akan mustahil di mata Tuhan? Dengan Never Say Never kita juga bisa meraih sebuah kemenangan dimana kita sudah mulai pesimis untuk mendapatkannya.
  1. Pada chorus tertulis :
I will never say never (I will fight)
I will fight till forever (make it right)
Pick it up, pick it up
I will not stay on the ground
Whenever you knock me down
I will not stay on the ground
Dimana kita harus percaya segalanya akan lebih baik, kita harus bangun dan tidak terpruk dari segala keadaan buruk. Bangkit dan menjadi lebih baik !
  1. Dari segi musiknya lagu ini, sangat semangat. Lagu ini bisa menyampaikan maksudnya, nadanya seperti membangun semangat kita. Suara ketukan-ketukan yang juga membuat kita ingin menari. (Khusus ini saya hanya bisa apa adanya. Saya masih sangat amatir untuk membahas musiknya, namun saya yang bercita-cita ingin menjadi musisi MENCOBA dengan sebisa mungkin membahas segi musik ini)
Sekian dulu bedah lagu Never Say Never. Jika ada kekurangan anda bisa komentar disini atau di Facebook saya atau di Twitter @lisaxnyder1

Friday, April 8, 2011

I'm Your OLLG part 2


I'm Your OLLG (part 2)
He’s Back
_The Biggest Problem Beginning_

Sudah seminggu aku jadian sama Justin. Dan sudah sekian lama aku putus dari Skandar. Kadang-kadang  aku masih kangen sama Skan yang dulu selalu bersamaku.
Tapi apa gunanya? Dia pasti sangat bahagia bersama cewe barunya yang udah dijodohkan itu.
Siang hari yang terik, aku nemenin Justin manggung di sebuah acara outdoor. Saking panasnya, aku kehausan. Aku mengambil botol minuman dari ranselku, tapi botol itu terjatuh. Waktu aku mau mengambilnya, ada yang ikut mengambilnya. Tangan itu udah nggak asing lagi buatku.
Aku melihat orang yang ikut mengambil botol itu. Aku perhatikan dengan seksama. Ya ampun, aku memang nggak asing sama tangan itu. Itu tangannya Skan dan orang yang ikut ngambil botol itu juga Skan. O my God...
Aku dan Skan saling berpandangan. Rasanya beda banget, kayak pertama kali ketemu. Terus kita nggak bisa akrab, rasanya canggung banget. "Ehm, punya kamu Cha?", tanya Skan, "I...I..ya.", "Selamat ya.", "Se...selamat buat apa?", "Kamu udah jadian sama Justin kan?","Oh itu. Iya. Makasih. Gimana tuh si... Si... Ehm yang dijodohin sama kamu itu.", "Richa?", "Yah, siapa ajalah.", "Dia baik-baik aja.", "Oh".
"Ehm, guys! Masih inget nggak waktu valentine seminggu yang lalu. Aku nembak cewe cantik. Okay, aku persilahkan. Chaca! Please come here!" Justin memanggilku untuk maju ke atas panggung. Tanpa basa-basi aku langsung naik ke panggung dan dia menyanyikan lagu Favorite Girl. Tapi rasanya aku agak kebingungan plus jadi hambar di depan panggung, karena tadi sempet ketemu Skan. Apa aku masih berharap sama dia? Ngapain? Mustahil, dia kan udah dijodohin sama orang dan jelas-jelas mamanya nggak setuju sama aku.
            Aku cuma bisa bengong di atas panggung. Lalu Justin menyentuh pundakku dan berkata, "Hmm guys, apakah cewe ini harus ikut nyanyi biar nggak bengong terus ya?", lalu semua orang setuju dan akhirnya aku ikut nyanyi.
Setelah lagu selesai, aku dan Justin turun dari panggung.  "Cha, tadi kamu kok bengong aja sih?"; tanya Justin, "Yah, kayaknya aku kesel gitu Ntin.", "Boong! Pasti ada yang kamu sembunyiin! Jujur aja sama aku. Tadi kamu ketemu Skandar kan?", "Eh, Entiin!!! Tau dari mana kamu?", "Dari atas panggung kelihatan kok. Aku tahu kamu belum bisa ngelupain Skan.", "I...Iya sih. Tapi I swear, I'll be loyal sama kamu.", "Aku tahu itu kok babe.", "Hihihi... :)".
Ternyata Justin bukan tipe orang yang mudah terbakar gara-gara aku ketemu mantanku. Ya, itu hal yang baru kutau dari cowo yang dulu always bikin aku kesel. Dan mungkin masih banyak hal yang belum aku tau tentang si Enntiin itu.
Pagi yang indah. Kayaknya aku masih nggak percaya kalo aku jadian sama Justin yang pernah aku benci sampe kalo nggak salah aku sering bilang 'benncciiih, bencih, aku nggak mau sama benciii eh maksudnya banciii...'. Sealay itukah? Ya, tauk ah. Seperti itu suara hatiku ketika sedang bertemu Justin (kok jadi bahasa baku gini sih?). Yap, tapi pagi ini aku seneng soalnya Justin jemput aku. Berati kita berangkat sekolah bareng. Okay, aku tinggal tungguin dia.
Di depan rumahku udah ada mobil yang parkir, itu mobilnya Justin. Lalu dia turun dan menghampiriku, "Ayo Cha. Jangan sampe telat.", "Oke Ntin...".
Sesampainya di sekolah, Justin turun duluan dari mobil dan dia membukakan pintu mobil disebelahku. "Ayo, babe!", "Ayo.". Tiba-tiba tangan Justin menggenggam tanganku, kenceng banget sampe nggak bisa lepas. Apa sih maksudnya?
"Ehm, babe. Kenapa kamu genggem tanganku? Nggak bisa lepas nih. Kenceng banget." tanyaku, dan Justin menjawab, "Ya, biar kamu nggak ilang.", "Aneh-aneh aja deh kamu itu.", "Nggak kok. Itu normal tauk.","Terserah kamu deh." lalu kami masuk kelas.
Sesampainya di kelas, Justin memaksa duduk di sebelahku dan kami akhirnya duduk sebangku.
Ketika pelajaran dimulai aku dan Justin nggak bisa konsentrasi. Kami bercanda sendiri, lupa kalo lagi ada pelajaran.
Tiba-tiba terdengar suara dari depan kelas, "Erhm... Erhm... Justin, Chaca! Belum puas nge-datenya?" Ternyata itu suara Mrs. Selly guru matematika yang sedang menjelaskan di depan, serentak satu kelas tertawa.
Sepulang sekolah Justin mengajakku ke sebuah tempat. Aku nggak tau ini tempat apa. Yang pasti tempat itu sepiii. Jangan-jangan... Akh, jangan berpikir aneh-aneh.
Ternyata tempat itu sebuah taman rahasia yang ditutupi gerbang tinggi dan pohon-pohon yang membuatnya tersembunyi. Ehm, dan tamannya bagus banget. Aku nggak tau kenapa Justin ngajak aku ke tempat ini, pikiranku langsung tertuju ke acara nge-date dan ke ge-eran (nggak pa-pa juga).
"Ehm, Cha. Kita duduk di sana ya." Ajak Justin sambil menunjuk sebuah meja makan yang terdapat makanan dan tertata rapi. Nggak percuma juga aku ke ge-eran.
Aku dan Justin hanya berdua di tempat itu, nggak ada siapa-siapa lagi, dan kami bercerita panjang lebar. Akhirnya kami bercerita tentang jaman SMP dulu, dimana aku belum kenal Justin dan sebaliknya. "Babe, dulu kamu pernah punya cowo selain Skan?", "Punya sih, waktu SMP dulu. Terus aku sama cowo itu putus. Kalo kamu?", "Punya juga. Ehm putusnya kenapa?", "Soalnya aku nggak tahan sama sifat playboynya. Jadi ya aku putusin.", "Oh. Siapa namanya? Apa dia ada disekitar kehidupan kita?", "Namanya Dan. Nggak, setahuku dia sekolah di London sekarang.". Setelah selesai makan aku dan Justin pulang.
Pagi hari yang cerah, burung berkicau bersahutan aku bernyanyi tralala trilili #lho. Hari ini hari Sabtu, biasanya aku bangun siang, tapi hari ini aku bangun pagi gara-gara Mama bangunin aku, katanya ada hal penting. Ternyata hal penting itu adalah mantan aku si Dan udah nunggu di Airport dan mama bilang aku harus ikut jemput dia (orang tua Dan itu sahabat orang tuaku dan katanya kami akan ditunangkan). Aku sudah mengelak, tapi mama tetep aja maksa.
Sesampainya di Airport aku hanya diam, aku nggak peduli sama sekali dengan Dan. Semua ocehannya, apapun. Mama selalu melirik aku kalo aku jutek sama Dan, lalu mama terlihat marah.
Aku tau Dan itu anak sahabat mama dan papa. Tapi kenapa aku harus tunangan sama dia? Apa nggak ada cewe lain ya? Bukannya dia playboy kelas kakap? Dulu aja waktu aku pacaran sama Dan waktu SMP, pacarnya aja udah tiga. Apa sekarang cewe-cewe udah pada nyadar ya? Kalo Dan itu nggak banget. Jadi dia nggak punya cewe dan berusaha ngejar aku lagi.
Semua belum tau kalo aku udah punya pacar. Bahkan akhir-akhir ini aku udah punya satu mantan. Keluargaku memang nggak tau kalo dulu aku sama Skan sempet jadian, mereka cuma tau kalo kami bersahabat. Aku juga belum mengenalkan Justin yang sekarang resmi jadi pacarku. Yah, aku akan bicara. Hari ini aku akan bicara pada mereka tanpa basa-basi.
Sekarang aku, keluargaku dan Dan sedang makan siang di rumah. Mungkin ini waktunya aku bicara, “Ehm, mama, papa. Aku minta maaf. Kalian beneran serius mau nunangin aku sana Dan?” tanyaku, “Ya dong sayang. Mama tetap mau kamu sama Dan. Bukannya kalian cocok banget? Kamu kan belum punya pacar lagi.” jawab mama. “Tapi aku sama Dan udah putus ma.”, “Kalian kan bisa memperbaiki hubungan kalian lagi.”, “Tapi ma…”, “Kamu harus tau. Keluarganya Dan itu adalah keluarga yang terpandang dan kita memiliki hubungan baik.” Papa menyahut, “Pa…” Jawabku, “Cha, aku minta maaf kalau aku pernah salah. Tapi aku jamin. Aku sekarang udah nggak seperti dulu.” Tiba-tiba Dan menyahut, “Diam kamu!” Aku emosi. “Chaca! Mama nggak suka kamu marah seperti itu!” , “Mama, Papa! Dengerin aku ngomong! Jangan sahut dulu! Aku itu udah punya pacar! Malah udah dua kali pacaran! Dan aku mau serius sama pacarku yang sekarang.”, “Siapa? Kamu ngaco ah. Mama tau persis kamu itu cinta mati sama Dan.”, “Mama jangan sok tau deh! Aku itu kecewa banget sama Dan. Titik!” Aku emosi parah.
“Sudah! Papa pusing ah. Memang siapa pacar kamu itu?” Tanya papa yang sepertinya santai saja. “Namanya Justin. Dia satu kelas sama aku.” Jawabku. “Justin yang penyanyi itu Cha?” sahut Dan, “Tuh, Dan aja tau.” Jawabku, “Mama nggak mau kamu sama orang lain.” Sahut mama. “Tapi ma…” tiba-tiba terdengar suara ketukan pintu. Aku membukanya.
“Justin. Kamu kesini?” Ternyata itu Justin, aku seneng banget disaat aku meyakinkan keluargaku tentang pacar baruku, Justin datang. Dialah si barang bukti (tinggal cari saksi, aku korban. Tersangkanya Dan #nggaknyambung).
Aku langsung ke ruang makan, aku memperkenalkan Justin. Kayaknya mama jutek banget, dia nggak peduli dan papa cuma memperhatikan Justin dari bawah ke atas kayak lihat gembel nyasar. “Gimana pa? Ma? Keren kan?” Tanyaku, “Dia tinggal dimana Cha?” Tanya papa, “Di rumahnya lah pa.”, “Daerah mana?” lalu aku sebutkan daerahnya, di sebuah kawasan elit. Papa dan mama terus-menerus mengintrogasi Justin, kayaknya Justin agak nggak nyaman. Astaga, apalagi mama tetep teguh dengan pendiriannya –menjodohkan aku sama Dan-.
Dan memperhatikan Justin dengan muka penuh kebancian (kebencian red). Lalu aku berkata kepada mama dan papa, “Oh ya. Justin punya mobil mewah lho. Beneran. Hasil jerih payahnya sendiri.”, “Oh ya? Mana?” Tanya mama, “Ada di depan kok.” Justin menjawab lalu bertanya “Memang tante kenapa ya? Kok sepertinya tidak suka dengan saya.”, “Ya, memang seperti itu, karena cowo yang duduk disebelah Chaca itu akan saya tunangkan dengan Chaca. Kamu nggak usah dekati Chaca lagi!”, “Tapi, tante. Saya benar-benar serius sama Chaca. Saya juga sangat sayang sama dia.”, “Dan juga sayang dan serius sama Chaca, sampai mau kembali dari London dan minta maaf.”, “Cukup! Mama! Aku nggak mau dipaksa.” Aku emosi, lalu menyeret Justin keluar rumah. Tapi Dan berhasil mencegah kami, dan tanpa kusangka-sangka dia memukul wajah Justin dan seketika Justin jatuh, dia nggak mau membalas Dan. Justin pikir tidak ada gunanya berkelahi, namun Dan merasa sangat tertantang dan mengancam Justin.
Aku nggak mau persoalan ini semakin panjang, aku ajak Justin pergi dari rumah untuk menjauh. Lalu aku dan Justin masuk mobil dan menuju ke taman yang kami kunjungi beberapa hari lalu.
Wajah Justin memar, aku memberinya saran untuk segera pulang, namun dia tidak mau. Justin itu keras kepala sekali. Aku takut kalo Justin kenapa-napa. “Ntin, kamu pulang aja ya.”. “Nggak Cha, aku nggak mau pulang dulu. Aku mau tanya ke kamu.”, “Tanya apa?”, “Katamu Dan di London dan dia nggak bakal ada disekitar kita.”, “Aku juga bingung babe, tadi pagi-pagi dia udah di Airport. Ah, aku nyerah. Mama itu nggak mau dengerin aku.”, “Kamu belum cerita tentang hubungan kita?”, “Belum sempet Ntin, bahkan hubunganku sama Skan dulu.”, “Astaga, pantesan.”, “Maafin aku ya Ntin, tapi masalahnya mama sama papaku jarang dirumah.”, “Ya udah, aku ngerti.”, “Kita ke rumahmu yuk!”, “Nggak, aku takut sama Mom.”, “Yah, cowo kok penakut.”, “Ya, okay. Kalo ini mau my favorite girl.”, “Nah, gitu. Aku temenin kok.”.
Aku dan Justin menuju rumahnya (Justin). Mommynya Justin terkejut, lalu bertanya padaku apa yang terjadi, aku bercerita panjang lebar tentang kejadian tadi dan aku minta maaf. Untungnya Momnya Justin maafin aku dan mendukung aku dan Justin untuk memperjuangkan cinta kami.
Aku ingat dulu Aku dan Justin saling membenci dan ternyata dia menyembunyikan perasaannya padaku. Perjuangan Justin juga termasuk panjang dan harus menghadapi Skan, menunggu aku dan Skan putus. Tapi mengapa setelah aku dan Justin jadian ada lagi masalah. Aku tegaskan! Aku udah nggak cinta dan nggak ada rasa sama Dan. Ngapain juga dilanjutin. Aku heran sama mama.
Aku nggak mau pulang, aku tau Dan masih di rumah. Aku juga tau kalo aku pulang mama pasti marah-marah. Tetapi momnya Justin bilang aku harus pulang dan selesaikan semua ini. Akhirnya aku mau pulang.
Sesampainya di rumah aku langsung masuk kamar, hari udah gelap dan hati juga udah gelap. Rasanya males banget kalo harus ketemu mama, apalagi Dan.
Tiba-tiba mama masuk ke kamarku, mama bilang kalo aku beneran mau serius sama Justin mama akan setujui hubungan ini. Aku langsung bangkit, seneng banget denger kabar ini. Mama juga mau menjelaskannya pada Dan tentang semua ini.
Pagi hari telah dating lagi, minggu ini cerah seperti kemarin, tapi sepertinya cerahnya pagi ini beneran cerah, soalnya mama mau bilang sama Dan kalo aku dan Justin boleh berpacaran. Dan beneran aja lho, mama menjelaskan semua sama Dan.
Sepertinya Dan mengerti dan mengangguk-angguk saja. Tapi aku nggak tau apa dibalik pikirannya. Aku tetep nggak mau bicara sama Dan.
Aku pergi ke rumah Justin dan mengabarinya bahwa mama setuju dengan hubungan kita. Justin terlihat seneng banget begitu pula momnya. Aku pikir ini akan berlangsung baik. Semoga.
(Bersambung)