Wednesday, August 26, 2015

LULLABY (An One Ok Rock Fanfiction) – part 4



Lullaby

-Clock Strikes-


Genre: Drama, Tragedy

Theme: Friendship

Panjang: 1250 kata


Perhatian!!!
Yang belum baca part 1 bisa klik disini.
Sebelum membaca fanfiction ini, jangan lupa! Cerita ini hanya fiktif belaka dan bukanlah merupakan suatu fakta kehidupan dari nama-nama yang menjadi tokoh dalam kisah ini (cuman minjem nama dan ciri2 fisik?!). Dan, hati-hati karena cerita ini cukup keras dan kemungkinan bikin baper sehingga jangan baper. Hehe ;) Jika ada kesalahan dalam hal budaya (penulisan nama, tata cara, dsb), silahkan beri masukan karena cerita ini menyangkut kebudayaan luar Indonesia sehingga saya yang masih dalam taraf belajar belum bisa sempurna dalam mengemasnya. Terima kasih :D




“Rin! Ada apa denganmu?” Toru yang sedang berjalan sendirian di pinggir lapangan sekolah. Ia melihat Rin sedang menangis. Ia bingung kenapa gadis yang ia kenal sebagai kekasih Taka itu menangis.


“Bukan urusanmu!” Jawab Rin dengan nada sinis.

“Ya sudah kalau begitu,” Toru pun berinisiatif untuk meninggalkan Rin sendirian.

“Bodoh!” Rin pun berteriak.

“Apa Taka yang melakukannya?” Toru pun berhenti sejenak dan bertanya, tanpa melihat ke arah Rin.

“Aku,” jawab Rin dengan lirih. “Aku lebih memilihmu.”

DEG!

***

Toru’s POV

Sejenak aku mengingat cuplikan kejadian masa lalu yang menurutku tidak mungkin bisa kulupakan. Kejadian itu terjadi tiga tahun lalu, ketika aku masih berada di bangku SMP. Rin yang akhirnya kumiliki sendiri setelah sekian lama menjadi kekasih Taka yang waktu itu masih menjadi seseorang yang populer di sekolah.

Hubunganku dan Rin hanya berjalan sampai kami lulus dari SMP, dan hubungan itu merupakan hubungan backstreet yang luar biasa sukses –menurutku- karena tidak ada satu orang pun yang mengetahuinya, bahkan Taka sendiri.

Namun semua itu salah, karena Taka sendiri ternyata sudah tahu tingkah laku Rin sejak awal bersamanya. Rin yang sejak awal mengagumiku memaksakan dirinya untuk mencari pendekatan lain, yaitu dengan menjadi kekasih Taka terlebih dahulu. Alasan Rin sederhana, itu semua karena menurutnya, aku adalah seorang yang misterius. Aku yang pendiam itu pun membuat Rin harus mendekatinya lewat salah satu orang yang adalah sahabatku sendiri. Karena alasan itulah, Rin tidak pernah terlihat serius dengan Taka. Sikap Rin memang selalu manis sebagai kekasih Taka, namun setiap aku berada di sekitar mereka, sikap manis itu berubah.

Hal itu sebenarnya membuat Taka marah -aku merasakannya sendiri-, namun sepertinya ia mencoba untuk tidak mempedulikannya. Jiwa kekanakannya membuatnya tidak peduli dengan urusan percintaan. Baginya, “Untuk apa anak-anak sok cemburu dan memikirkan hal semacam cinta tapi tidak jelas itu?” Itu jelas tidak penting. Namun, hal itu juga membuat sikap Taka kepadaku sedikit mendingin.

Pada akhirnya, Rin memutuskan untuk pergi menyusul ibunya ke Cina dan menjauh selamanya dariku bahkan Taka setelah lulus SMP. Gadis itu tidak pernah tahu apa yang telah ia lakukan kepada aku dan Taka yang bersahabat itu karena ia terlalu naif. Namun setelah Rin pergi, Taka dan aku pun kembali menjadi akrab tanpa ada perasaan canggung dan kesal satu sama lain.

Ah! Sangat banyak hal yang kulaui bersama Taka, dan aku tidak percaya dengan apa yang kulihat hari ini. Aku pun juga tidak percaya dengan apa yang telah terjadi dengan persahabatan yang aku, Taka, Tomoya dan Ryota jalani. Mungkin sebagian orang yang mengetahui kisah kami, mereka akan menyalahkan perubahan sikap dan keadaan Taka. Tapi itu salah, semuanya memang berubah. Aku yang semakin lama semakin tidak mempedulikan persahabatan ini, peristwa penampilan terakhir kami sebagai band, dan segalanya. Ah! Semuanya memang sudah berubah dan terbukti pada hari ini.


***

“Wah ternyata Ryota benar-benar niat sekolah disini!” Kata Toru ketika sedang melihat Ryota dalam barisan siswa-siswa baru di lapangan SMA-nya.

“Anak itu sukanya ikut-ikutan,” sahut Taka dengan mengumbar senyuman khasnya dengan gigi kelinci dan mata berbinarnya.

“Iya. Hahaha,” Toru pun tertawa kecil.

“Hei! Kalian ini juga sukanya ikut-ikutan! Hayo! Kan aku duluan yang sekolah disini!” Tomoya pun menepis pembicaraan Toru dan Taka sambil memperlihatkan eksprsi lucunya.

“Iya, ya. Hahahaha.” Mereka pun tertawa bersama.

***

Tomoya’s POV

Perjalanan pulang kali ini sangat membuatku pusing. Ibu Taka yang mabuk, perkataannya, dan kenangan itu. Gila! Aku bisa gila jika begini terus. Apa yang telah kulakukan? Apa semuanya gara-gara aku? Apa kata ayah dan ibuku jika tahu anaknya sudah membuat orang lain menderita? Apa kata mereka jika anaknya sudah berjanji untuk membunuh orang yang tidak lain adalah sahabatnya sendiri? Astaga! Aku ini memang bodoh.

Kini aku mempercepat langkah kakiku. Aku tidak ingin terpuruk dengan pikiranku sendiri. Sayangnya, aku masih sadar. Aku belum mabuk. Aku tidak bisa terus-menerus berada di bar itu setelah bertemu Nyonya Masako. Dan, mengapa bayangan wajah sahabat-sahabatku terus menghantuiku? Apa yang terjadi? Apa?! Aku hanya bisa bertanya, dan belum bisa menemukan jawaban atas pertanyaan-pertanyaanku.


                “Sudahlah! Bunuh saja tikus ini! Percuma kalau aku harus hidup.” Kini ekspresi Taka berubah menjadi dingin.


Ah! Jangan itu lagi! Ingatan itu membuatku gila. Pisau belati itu, aku mengingatnya. Pisau itu masih kusimpan di kamarku. Benda terkutuk itu tidak mau membuatku melupakannya. Benda itu tidak mau membuatku melupakan kejadian itu, kebodohanku hingga keegoisanku. Kalau yang dikatakan bartender tadi itu benar, atau bahkan apa yang diceritakan Nyonya Masako memanglah sebuah kejujuran, maka aku sudah menjadi orang jahat. Aku telah membuat seseorang yang sedang terpuruk semakin terpuruk.

***

“Aku dengar kalau kalian bertiga masuk tim basket, jadi aku juga mau ikutan!” Kata Ryota di ruang ganti sekolah kepada Toru.

“Ikut saja! Jangan ragu! Pasti asik!” Toru pun menyemangati Ryota yang pada saat itu akan mengikuti latihan basket pertamanya di SMA.

“Ah! Kau ini sukanya ikut-ikutan!” Kata Tomoya kepada Ryota sambil mengacak-acak rambut Ryota.

“Ngomong-ngomong, dimana Kak Taka?” Tanya Ryota.

“Entahlah. Akhir-akhir ini dia sering menghilang,” jawab Toru, “Bahkan dia sering tidak masuk sekolah.”

“Tapi, kenapa dia tidak memberi kabar?” Tanya Ryota.

“Mungkin dia bosan sekolah,” sahut Tomoya sambil memperlihatkan wajah sok masa bodohnya yang dibuat-buat.

“Memangnya kau!” Toru pun melemparkan seragam sekolahnya yang baru ia lepas ke wajah Tomoya, lalu mereka tertawa.

Waktu latihan basket pun dimulai, dan pelatih langsung mengumumkan bahwa akan ada pertandingan basket antar sekolah sebentar lagi. Ini merupakan berita baik untuk Ryota, karena siswa baru diperbolehkan mengikuti pertandingan itu.

Beberapa saat kemudian, Taka datang dengan langkah berat menuju lapangan basket. Kepalanya tertunduk, dan ia masih mengenakan seragam sekolah. Ia menghampiri pelatih basket yang sedang berbicara di depan, dan tampak menyerahkan sesuatu.

“Apa ini?” Pelatih menunjukkan wajah kebingungan sambil mengambil surat yang diserahkan Taka kepadanya.

“Seperti yang kemarin saya ceritakan, Coach,” Taka masih menunduk.

“Tapi aku ingin mengandalkanmu dalam pertandingan yang akan datang.”

“Maaf Coach. Selama ini saya sudah berusaha.”

“Pertandingan itu akan jadi pertandingan bergengsi pertamamu. Kau pasti masih mampu, nak!”

“Sekali lagi, maafkan saya,” kini nada bicara Taka mulai berat, “Saya keluar.”

Surat pengunduran diri Taka sudah berada di tangan pelatih basket, dan kini ia sudah resmi keluar dari tim basket sekolah. Ia tidak mengatakan apapun kepada teman satu timnya, bahkan para sahabatnya sendiri setelah menyerahkan surat itu.


***

Ryota’s POV

Tiba-tiba aku mengingat peristiwa pengunduran diri Taka dari tim basket. Aku yang pada saat itu baru saja masuk dikejutkan oleh keluarnya Taka. Pada saat itu aku merasa bahwa ia tidak menginginkan kehadiranku dalam tim basket sekolah. Aku tidak tahu, tapi itulah yang terlintas di pikiranku pada saat itu. Aku ingat juga kepalanya yang menunduk, tubuhnya yang kurus, rambutnya yang acak-acakan dan wajahnya yang pucat. Entahlah, tapi hari itu merupakan awal dari sifat misterius Taka.

Sifat misterius itu membuat Taka semakin tertutup bahkan sering menghilang tanpa kabar. Ia sering tidak masuk sekolah, dan jika masuk sekolah ia hanya berbicara sedikit denganku dan lainnya, setelah itu pergi. Raut wajahnya penuh kesedihan dan keputusasaan. Bahkan saat dia kembali untuk berlatih band bersamaku, Toru dan Tomoya pun, sikap misterius itu semakin menjadi. Ia terlambat tanpa mengatakan apapun, dan ketika Toru atau Tomoya marah padanya pun, ia terlihat tidak peduli.

Sekarang aku tahu apa yang terjadi. Ternyata Taka menjadi seperti itu karena penyakitnya, dan diperparah dengan kondisi keluarganya yang justru memburuk. Aku sangat sedih ketika mengetahui kenyataan ini. Aku pun menyesal karena selama ini hanya diam dan tidak pernah berani melakukan apapun. Secara kebetulan, aku selalu ada disaat terjadi sesuatu dengannya, namun aku selalu diam dan takut untuk bertindak. Aku merasa bodoh dan payah. Mengapa anak kecil sepertiku yang harus menjadi saksi pertama pada saat Tomoya ingin menghajar Taka hingga percobaan bunuh diri yang dilakukan Taka di toilet? Dan, mengapa aku malah bersembunyi? Semua ini kututup dengan rasa bersalahku.


(To be continued)

What's next? Tell me what your prediction is...!
p.s: Dilarang keras copas tanpa menyertakan sumber!



Baca juga Song Fiction "Heartache"
Baca juga cerita fiksi lainnya, disini.
Back to part 3 
Next to part 5


THANKS FOR READING!

4 comments:

  1. kereeeen. sedikit gantung sih tpi tetep kereeen ^_^ update lagi ya semangaaaat !!!!!

    ReplyDelete
  2. Replies
    1. Udah update kak! Bisa langsung klik Next yak!
      Aduh, maaf banget kalo updatenya kelamaan. Hehe :)

      Delete

Feel free to give me your opinion :D