Lullaby
-Clock Strikes-
Genre: Drama, Tragedy
Theme: Friendship
Panjang: 1250 kata
Perhatian!!!
Yang belum baca part 1 bisa klik disini.
Sebelum membaca fanfiction ini, jangan lupa! Cerita ini hanya
fiktif belaka dan bukanlah merupakan suatu fakta kehidupan dari nama-nama yang
menjadi tokoh dalam kisah ini (cuman minjem nama dan ciri2 fisik?!). Dan,
hati-hati karena cerita ini cukup keras dan kemungkinan bikin baper sehingga
jangan baper. Hehe ;) Jika ada kesalahan dalam hal budaya (penulisan nama, tata
cara, dsb), silahkan beri masukan karena cerita ini menyangkut kebudayaan luar
Indonesia sehingga saya yang masih dalam taraf belajar belum bisa sempurna
dalam mengemasnya. Terima kasih :D
“Rin! Ada apa denganmu?” Toru yang sedang
berjalan sendirian di pinggir lapangan sekolah. Ia melihat Rin sedang menangis.
Ia bingung kenapa gadis yang ia kenal sebagai kekasih Taka itu menangis.
“Bukan urusanmu!” Jawab Rin dengan nada
sinis.
“Ya sudah kalau begitu,” Toru pun
berinisiatif untuk meninggalkan Rin sendirian.
“Bodoh!” Rin pun berteriak.
“Apa Taka yang melakukannya?” Toru pun
berhenti sejenak dan bertanya, tanpa melihat ke arah Rin.
“Aku,” jawab Rin dengan lirih. “Aku lebih
memilihmu.”
DEG!
***
Toru’s POV
Sejenak
aku mengingat cuplikan kejadian masa lalu yang menurutku tidak mungkin bisa kulupakan.
Kejadian itu terjadi tiga tahun lalu, ketika aku masih berada di bangku SMP.
Rin yang akhirnya kumiliki sendiri setelah sekian lama menjadi kekasih Taka
yang waktu itu masih menjadi seseorang yang populer di sekolah.
Hubunganku
dan Rin hanya berjalan sampai kami lulus dari SMP, dan hubungan itu merupakan
hubungan backstreet yang luar biasa
sukses –menurutku- karena tidak ada satu orang pun yang mengetahuinya, bahkan
Taka sendiri.
Namun
semua itu salah, karena Taka sendiri ternyata sudah tahu tingkah laku Rin sejak
awal bersamanya. Rin yang sejak awal mengagumiku memaksakan dirinya untuk
mencari pendekatan lain, yaitu dengan menjadi kekasih Taka terlebih dahulu.
Alasan Rin sederhana, itu semua karena menurutnya, aku adalah seorang yang
misterius. Aku yang pendiam itu pun membuat Rin harus mendekatinya lewat salah
satu orang yang adalah sahabatku sendiri. Karena alasan itulah, Rin tidak
pernah terlihat serius dengan Taka. Sikap Rin memang selalu manis sebagai
kekasih Taka, namun setiap aku berada di sekitar mereka, sikap manis itu
berubah.
Hal
itu sebenarnya membuat Taka marah -aku merasakannya sendiri-, namun sepertinya ia mencoba untuk tidak
mempedulikannya. Jiwa kekanakannya membuatnya tidak peduli dengan urusan
percintaan. Baginya, “Untuk apa anak-anak sok cemburu dan memikirkan hal
semacam cinta tapi tidak jelas itu?” Itu jelas tidak penting. Namun, hal itu
juga membuat sikap Taka kepadaku sedikit mendingin.
Pada
akhirnya, Rin memutuskan untuk pergi menyusul ibunya ke Cina dan menjauh
selamanya dariku bahkan Taka setelah lulus SMP. Gadis itu tidak pernah tahu apa
yang telah ia lakukan kepada aku dan Taka yang bersahabat itu karena ia terlalu
naif. Namun setelah Rin pergi, Taka dan aku pun kembali menjadi akrab tanpa ada
perasaan canggung dan kesal satu sama lain.
Ah!
Sangat banyak hal yang kulaui bersama Taka, dan aku tidak percaya dengan apa
yang kulihat hari ini. Aku pun juga tidak percaya dengan apa yang telah terjadi
dengan persahabatan yang aku, Taka, Tomoya dan Ryota jalani. Mungkin sebagian
orang yang mengetahui kisah kami, mereka akan menyalahkan perubahan sikap dan
keadaan Taka. Tapi itu salah, semuanya memang berubah. Aku yang semakin lama
semakin tidak mempedulikan persahabatan ini, peristwa penampilan terakhir kami
sebagai band, dan segalanya. Ah! Semuanya memang sudah berubah dan terbukti
pada hari ini.
***
“Wah ternyata Ryota benar-benar niat sekolah
disini!” Kata Toru ketika sedang melihat Ryota dalam barisan siswa-siswa baru
di lapangan SMA-nya.
“Anak itu sukanya ikut-ikutan,” sahut Taka
dengan mengumbar senyuman khasnya dengan gigi kelinci dan mata berbinarnya.
“Iya. Hahaha,” Toru pun tertawa kecil.
“Hei! Kalian ini juga sukanya ikut-ikutan!
Hayo! Kan aku duluan yang sekolah disini!” Tomoya pun menepis pembicaraan Toru
dan Taka sambil memperlihatkan eksprsi lucunya.
“Iya, ya. Hahahaha.” Mereka pun tertawa
bersama.
***
Tomoya’s
POV
Perjalanan
pulang kali ini sangat membuatku pusing. Ibu Taka yang mabuk, perkataannya,
dan kenangan itu. Gila! Aku bisa gila jika begini terus. Apa yang telah
kulakukan? Apa semuanya gara-gara aku? Apa kata ayah dan ibuku jika tahu
anaknya sudah membuat orang lain menderita? Apa kata mereka jika anaknya sudah
berjanji untuk membunuh orang yang tidak lain adalah sahabatnya sendiri?
Astaga! Aku ini memang bodoh.
Kini
aku mempercepat langkah kakiku. Aku tidak ingin terpuruk dengan pikiranku
sendiri. Sayangnya, aku masih sadar. Aku belum mabuk. Aku tidak bisa
terus-menerus berada di bar itu setelah bertemu Nyonya Masako. Dan, mengapa
bayangan wajah sahabat-sahabatku terus menghantuiku? Apa yang terjadi? Apa?!
Aku hanya bisa bertanya, dan belum bisa menemukan jawaban atas pertanyaan-pertanyaanku.
“Sudahlah! Bunuh saja tikus ini! Percuma kalau aku harus hidup.” Kini ekspresi Taka berubah menjadi dingin.
Ah!
Jangan itu lagi! Ingatan itu membuatku gila. Pisau belati itu, aku
mengingatnya. Pisau itu masih kusimpan di kamarku. Benda terkutuk itu tidak mau
membuatku melupakannya. Benda itu tidak mau membuatku melupakan kejadian itu,
kebodohanku hingga keegoisanku. Kalau yang dikatakan bartender tadi itu benar,
atau bahkan apa yang diceritakan Nyonya Masako memanglah sebuah kejujuran, maka
aku sudah menjadi orang jahat. Aku telah membuat seseorang yang sedang terpuruk
semakin terpuruk.
***
“Aku dengar kalau kalian bertiga masuk tim
basket, jadi aku juga mau ikutan!” Kata Ryota di ruang ganti sekolah kepada
Toru.
“Ikut saja! Jangan ragu! Pasti asik!” Toru
pun menyemangati Ryota yang pada saat itu akan mengikuti latihan basket
pertamanya di SMA.
“Ah! Kau ini sukanya ikut-ikutan!” Kata
Tomoya kepada Ryota sambil mengacak-acak rambut Ryota.
“Ngomong-ngomong, dimana Kak Taka?” Tanya
Ryota.
“Entahlah. Akhir-akhir ini dia sering
menghilang,” jawab Toru, “Bahkan dia sering tidak masuk sekolah.”
“Tapi, kenapa dia tidak memberi kabar?”
Tanya Ryota.
“Mungkin dia bosan sekolah,” sahut Tomoya
sambil memperlihatkan wajah sok masa bodohnya yang dibuat-buat.
“Memangnya kau!” Toru pun melemparkan
seragam sekolahnya yang baru ia lepas ke wajah Tomoya, lalu mereka tertawa.
Waktu latihan basket pun dimulai, dan pelatih
langsung mengumumkan bahwa akan ada pertandingan basket antar sekolah sebentar
lagi. Ini merupakan berita baik untuk Ryota, karena siswa baru diperbolehkan
mengikuti pertandingan itu.
Beberapa saat kemudian, Taka datang dengan
langkah berat menuju lapangan basket. Kepalanya tertunduk, dan ia masih
mengenakan seragam sekolah. Ia menghampiri pelatih basket yang sedang berbicara
di depan, dan tampak menyerahkan sesuatu.
“Apa ini?” Pelatih menunjukkan wajah
kebingungan sambil mengambil surat yang diserahkan Taka kepadanya.
“Seperti yang kemarin saya ceritakan, Coach,”
Taka masih menunduk.
“Tapi aku ingin mengandalkanmu dalam
pertandingan yang akan datang.”
“Maaf Coach. Selama ini saya sudah berusaha.”
“Pertandingan itu akan jadi pertandingan
bergengsi pertamamu. Kau pasti masih mampu, nak!”
“Sekali lagi, maafkan saya,” kini nada
bicara Taka mulai berat, “Saya keluar.”
Surat pengunduran diri Taka sudah berada di
tangan pelatih basket, dan kini ia sudah resmi keluar dari tim basket sekolah.
Ia tidak mengatakan apapun kepada teman satu timnya, bahkan para sahabatnya
sendiri setelah menyerahkan surat itu.
***
Ryota’s POV
Tiba-tiba
aku mengingat peristiwa pengunduran diri Taka dari tim basket. Aku yang pada
saat itu baru saja masuk dikejutkan oleh keluarnya Taka. Pada saat itu aku
merasa bahwa ia tidak menginginkan kehadiranku dalam tim basket sekolah. Aku
tidak tahu, tapi itulah yang terlintas di pikiranku pada saat itu. Aku ingat
juga kepalanya yang menunduk, tubuhnya yang kurus, rambutnya yang acak-acakan
dan wajahnya yang pucat. Entahlah, tapi hari itu merupakan awal dari sifat
misterius Taka.
Sifat
misterius itu membuat Taka semakin tertutup bahkan sering menghilang tanpa
kabar. Ia sering tidak masuk sekolah, dan jika masuk sekolah ia hanya berbicara
sedikit denganku dan lainnya, setelah itu pergi. Raut wajahnya penuh kesedihan
dan keputusasaan. Bahkan saat dia kembali untuk berlatih band bersamaku, Toru
dan Tomoya pun, sikap misterius itu semakin menjadi. Ia terlambat tanpa
mengatakan apapun, dan ketika Toru atau Tomoya marah padanya pun, ia terlihat
tidak peduli.
Sekarang
aku tahu apa yang terjadi. Ternyata Taka menjadi seperti itu karena
penyakitnya, dan diperparah dengan kondisi keluarganya yang justru memburuk.
Aku sangat sedih ketika mengetahui kenyataan ini. Aku pun menyesal karena
selama ini hanya diam dan tidak pernah berani melakukan apapun. Secara
kebetulan, aku selalu ada disaat terjadi sesuatu dengannya, namun aku selalu
diam dan takut untuk bertindak. Aku merasa bodoh dan payah. Mengapa anak kecil
sepertiku yang harus menjadi saksi pertama pada saat Tomoya ingin
menghajar Taka hingga percobaan bunuh diri yang dilakukan Taka di toilet? Dan,
mengapa aku malah bersembunyi? Semua ini kututup dengan rasa bersalahku.
(To be continued)
What's next? Tell me what your prediction is...!
p.s: Dilarang keras copas tanpa menyertakan sumber!
Baca juga Song Fiction "Heartache"
Baca juga cerita fiksi lainnya, disini.
THANKS FOR READING!
kereeeen. sedikit gantung sih tpi tetep kereeen ^_^ update lagi ya semangaaaat !!!!!
ReplyDeletekok gak dilanjut sih
ReplyDeletekok gak dilanjut sih
ReplyDeleteUdah update kak! Bisa langsung klik Next yak!
DeleteAduh, maaf banget kalo updatenya kelamaan. Hehe :)