Friday, April 8, 2011

I'm Your OLLG part 2


I'm Your OLLG (part 2)
He’s Back
_The Biggest Problem Beginning_

Sudah seminggu aku jadian sama Justin. Dan sudah sekian lama aku putus dari Skandar. Kadang-kadang  aku masih kangen sama Skan yang dulu selalu bersamaku.
Tapi apa gunanya? Dia pasti sangat bahagia bersama cewe barunya yang udah dijodohkan itu.
Siang hari yang terik, aku nemenin Justin manggung di sebuah acara outdoor. Saking panasnya, aku kehausan. Aku mengambil botol minuman dari ranselku, tapi botol itu terjatuh. Waktu aku mau mengambilnya, ada yang ikut mengambilnya. Tangan itu udah nggak asing lagi buatku.
Aku melihat orang yang ikut mengambil botol itu. Aku perhatikan dengan seksama. Ya ampun, aku memang nggak asing sama tangan itu. Itu tangannya Skan dan orang yang ikut ngambil botol itu juga Skan. O my God...
Aku dan Skan saling berpandangan. Rasanya beda banget, kayak pertama kali ketemu. Terus kita nggak bisa akrab, rasanya canggung banget. "Ehm, punya kamu Cha?", tanya Skan, "I...I..ya.", "Selamat ya.", "Se...selamat buat apa?", "Kamu udah jadian sama Justin kan?","Oh itu. Iya. Makasih. Gimana tuh si... Si... Ehm yang dijodohin sama kamu itu.", "Richa?", "Yah, siapa ajalah.", "Dia baik-baik aja.", "Oh".
"Ehm, guys! Masih inget nggak waktu valentine seminggu yang lalu. Aku nembak cewe cantik. Okay, aku persilahkan. Chaca! Please come here!" Justin memanggilku untuk maju ke atas panggung. Tanpa basa-basi aku langsung naik ke panggung dan dia menyanyikan lagu Favorite Girl. Tapi rasanya aku agak kebingungan plus jadi hambar di depan panggung, karena tadi sempet ketemu Skan. Apa aku masih berharap sama dia? Ngapain? Mustahil, dia kan udah dijodohin sama orang dan jelas-jelas mamanya nggak setuju sama aku.
            Aku cuma bisa bengong di atas panggung. Lalu Justin menyentuh pundakku dan berkata, "Hmm guys, apakah cewe ini harus ikut nyanyi biar nggak bengong terus ya?", lalu semua orang setuju dan akhirnya aku ikut nyanyi.
Setelah lagu selesai, aku dan Justin turun dari panggung.  "Cha, tadi kamu kok bengong aja sih?"; tanya Justin, "Yah, kayaknya aku kesel gitu Ntin.", "Boong! Pasti ada yang kamu sembunyiin! Jujur aja sama aku. Tadi kamu ketemu Skandar kan?", "Eh, Entiin!!! Tau dari mana kamu?", "Dari atas panggung kelihatan kok. Aku tahu kamu belum bisa ngelupain Skan.", "I...Iya sih. Tapi I swear, I'll be loyal sama kamu.", "Aku tahu itu kok babe.", "Hihihi... :)".
Ternyata Justin bukan tipe orang yang mudah terbakar gara-gara aku ketemu mantanku. Ya, itu hal yang baru kutau dari cowo yang dulu always bikin aku kesel. Dan mungkin masih banyak hal yang belum aku tau tentang si Enntiin itu.
Pagi yang indah. Kayaknya aku masih nggak percaya kalo aku jadian sama Justin yang pernah aku benci sampe kalo nggak salah aku sering bilang 'benncciiih, bencih, aku nggak mau sama benciii eh maksudnya banciii...'. Sealay itukah? Ya, tauk ah. Seperti itu suara hatiku ketika sedang bertemu Justin (kok jadi bahasa baku gini sih?). Yap, tapi pagi ini aku seneng soalnya Justin jemput aku. Berati kita berangkat sekolah bareng. Okay, aku tinggal tungguin dia.
Di depan rumahku udah ada mobil yang parkir, itu mobilnya Justin. Lalu dia turun dan menghampiriku, "Ayo Cha. Jangan sampe telat.", "Oke Ntin...".
Sesampainya di sekolah, Justin turun duluan dari mobil dan dia membukakan pintu mobil disebelahku. "Ayo, babe!", "Ayo.". Tiba-tiba tangan Justin menggenggam tanganku, kenceng banget sampe nggak bisa lepas. Apa sih maksudnya?
"Ehm, babe. Kenapa kamu genggem tanganku? Nggak bisa lepas nih. Kenceng banget." tanyaku, dan Justin menjawab, "Ya, biar kamu nggak ilang.", "Aneh-aneh aja deh kamu itu.", "Nggak kok. Itu normal tauk.","Terserah kamu deh." lalu kami masuk kelas.
Sesampainya di kelas, Justin memaksa duduk di sebelahku dan kami akhirnya duduk sebangku.
Ketika pelajaran dimulai aku dan Justin nggak bisa konsentrasi. Kami bercanda sendiri, lupa kalo lagi ada pelajaran.
Tiba-tiba terdengar suara dari depan kelas, "Erhm... Erhm... Justin, Chaca! Belum puas nge-datenya?" Ternyata itu suara Mrs. Selly guru matematika yang sedang menjelaskan di depan, serentak satu kelas tertawa.
Sepulang sekolah Justin mengajakku ke sebuah tempat. Aku nggak tau ini tempat apa. Yang pasti tempat itu sepiii. Jangan-jangan... Akh, jangan berpikir aneh-aneh.
Ternyata tempat itu sebuah taman rahasia yang ditutupi gerbang tinggi dan pohon-pohon yang membuatnya tersembunyi. Ehm, dan tamannya bagus banget. Aku nggak tau kenapa Justin ngajak aku ke tempat ini, pikiranku langsung tertuju ke acara nge-date dan ke ge-eran (nggak pa-pa juga).
"Ehm, Cha. Kita duduk di sana ya." Ajak Justin sambil menunjuk sebuah meja makan yang terdapat makanan dan tertata rapi. Nggak percuma juga aku ke ge-eran.
Aku dan Justin hanya berdua di tempat itu, nggak ada siapa-siapa lagi, dan kami bercerita panjang lebar. Akhirnya kami bercerita tentang jaman SMP dulu, dimana aku belum kenal Justin dan sebaliknya. "Babe, dulu kamu pernah punya cowo selain Skan?", "Punya sih, waktu SMP dulu. Terus aku sama cowo itu putus. Kalo kamu?", "Punya juga. Ehm putusnya kenapa?", "Soalnya aku nggak tahan sama sifat playboynya. Jadi ya aku putusin.", "Oh. Siapa namanya? Apa dia ada disekitar kehidupan kita?", "Namanya Dan. Nggak, setahuku dia sekolah di London sekarang.". Setelah selesai makan aku dan Justin pulang.
Pagi hari yang cerah, burung berkicau bersahutan aku bernyanyi tralala trilili #lho. Hari ini hari Sabtu, biasanya aku bangun siang, tapi hari ini aku bangun pagi gara-gara Mama bangunin aku, katanya ada hal penting. Ternyata hal penting itu adalah mantan aku si Dan udah nunggu di Airport dan mama bilang aku harus ikut jemput dia (orang tua Dan itu sahabat orang tuaku dan katanya kami akan ditunangkan). Aku sudah mengelak, tapi mama tetep aja maksa.
Sesampainya di Airport aku hanya diam, aku nggak peduli sama sekali dengan Dan. Semua ocehannya, apapun. Mama selalu melirik aku kalo aku jutek sama Dan, lalu mama terlihat marah.
Aku tau Dan itu anak sahabat mama dan papa. Tapi kenapa aku harus tunangan sama dia? Apa nggak ada cewe lain ya? Bukannya dia playboy kelas kakap? Dulu aja waktu aku pacaran sama Dan waktu SMP, pacarnya aja udah tiga. Apa sekarang cewe-cewe udah pada nyadar ya? Kalo Dan itu nggak banget. Jadi dia nggak punya cewe dan berusaha ngejar aku lagi.
Semua belum tau kalo aku udah punya pacar. Bahkan akhir-akhir ini aku udah punya satu mantan. Keluargaku memang nggak tau kalo dulu aku sama Skan sempet jadian, mereka cuma tau kalo kami bersahabat. Aku juga belum mengenalkan Justin yang sekarang resmi jadi pacarku. Yah, aku akan bicara. Hari ini aku akan bicara pada mereka tanpa basa-basi.
Sekarang aku, keluargaku dan Dan sedang makan siang di rumah. Mungkin ini waktunya aku bicara, “Ehm, mama, papa. Aku minta maaf. Kalian beneran serius mau nunangin aku sana Dan?” tanyaku, “Ya dong sayang. Mama tetap mau kamu sama Dan. Bukannya kalian cocok banget? Kamu kan belum punya pacar lagi.” jawab mama. “Tapi aku sama Dan udah putus ma.”, “Kalian kan bisa memperbaiki hubungan kalian lagi.”, “Tapi ma…”, “Kamu harus tau. Keluarganya Dan itu adalah keluarga yang terpandang dan kita memiliki hubungan baik.” Papa menyahut, “Pa…” Jawabku, “Cha, aku minta maaf kalau aku pernah salah. Tapi aku jamin. Aku sekarang udah nggak seperti dulu.” Tiba-tiba Dan menyahut, “Diam kamu!” Aku emosi. “Chaca! Mama nggak suka kamu marah seperti itu!” , “Mama, Papa! Dengerin aku ngomong! Jangan sahut dulu! Aku itu udah punya pacar! Malah udah dua kali pacaran! Dan aku mau serius sama pacarku yang sekarang.”, “Siapa? Kamu ngaco ah. Mama tau persis kamu itu cinta mati sama Dan.”, “Mama jangan sok tau deh! Aku itu kecewa banget sama Dan. Titik!” Aku emosi parah.
“Sudah! Papa pusing ah. Memang siapa pacar kamu itu?” Tanya papa yang sepertinya santai saja. “Namanya Justin. Dia satu kelas sama aku.” Jawabku. “Justin yang penyanyi itu Cha?” sahut Dan, “Tuh, Dan aja tau.” Jawabku, “Mama nggak mau kamu sama orang lain.” Sahut mama. “Tapi ma…” tiba-tiba terdengar suara ketukan pintu. Aku membukanya.
“Justin. Kamu kesini?” Ternyata itu Justin, aku seneng banget disaat aku meyakinkan keluargaku tentang pacar baruku, Justin datang. Dialah si barang bukti (tinggal cari saksi, aku korban. Tersangkanya Dan #nggaknyambung).
Aku langsung ke ruang makan, aku memperkenalkan Justin. Kayaknya mama jutek banget, dia nggak peduli dan papa cuma memperhatikan Justin dari bawah ke atas kayak lihat gembel nyasar. “Gimana pa? Ma? Keren kan?” Tanyaku, “Dia tinggal dimana Cha?” Tanya papa, “Di rumahnya lah pa.”, “Daerah mana?” lalu aku sebutkan daerahnya, di sebuah kawasan elit. Papa dan mama terus-menerus mengintrogasi Justin, kayaknya Justin agak nggak nyaman. Astaga, apalagi mama tetep teguh dengan pendiriannya –menjodohkan aku sama Dan-.
Dan memperhatikan Justin dengan muka penuh kebancian (kebencian red). Lalu aku berkata kepada mama dan papa, “Oh ya. Justin punya mobil mewah lho. Beneran. Hasil jerih payahnya sendiri.”, “Oh ya? Mana?” Tanya mama, “Ada di depan kok.” Justin menjawab lalu bertanya “Memang tante kenapa ya? Kok sepertinya tidak suka dengan saya.”, “Ya, memang seperti itu, karena cowo yang duduk disebelah Chaca itu akan saya tunangkan dengan Chaca. Kamu nggak usah dekati Chaca lagi!”, “Tapi, tante. Saya benar-benar serius sama Chaca. Saya juga sangat sayang sama dia.”, “Dan juga sayang dan serius sama Chaca, sampai mau kembali dari London dan minta maaf.”, “Cukup! Mama! Aku nggak mau dipaksa.” Aku emosi, lalu menyeret Justin keluar rumah. Tapi Dan berhasil mencegah kami, dan tanpa kusangka-sangka dia memukul wajah Justin dan seketika Justin jatuh, dia nggak mau membalas Dan. Justin pikir tidak ada gunanya berkelahi, namun Dan merasa sangat tertantang dan mengancam Justin.
Aku nggak mau persoalan ini semakin panjang, aku ajak Justin pergi dari rumah untuk menjauh. Lalu aku dan Justin masuk mobil dan menuju ke taman yang kami kunjungi beberapa hari lalu.
Wajah Justin memar, aku memberinya saran untuk segera pulang, namun dia tidak mau. Justin itu keras kepala sekali. Aku takut kalo Justin kenapa-napa. “Ntin, kamu pulang aja ya.”. “Nggak Cha, aku nggak mau pulang dulu. Aku mau tanya ke kamu.”, “Tanya apa?”, “Katamu Dan di London dan dia nggak bakal ada disekitar kita.”, “Aku juga bingung babe, tadi pagi-pagi dia udah di Airport. Ah, aku nyerah. Mama itu nggak mau dengerin aku.”, “Kamu belum cerita tentang hubungan kita?”, “Belum sempet Ntin, bahkan hubunganku sama Skan dulu.”, “Astaga, pantesan.”, “Maafin aku ya Ntin, tapi masalahnya mama sama papaku jarang dirumah.”, “Ya udah, aku ngerti.”, “Kita ke rumahmu yuk!”, “Nggak, aku takut sama Mom.”, “Yah, cowo kok penakut.”, “Ya, okay. Kalo ini mau my favorite girl.”, “Nah, gitu. Aku temenin kok.”.
Aku dan Justin menuju rumahnya (Justin). Mommynya Justin terkejut, lalu bertanya padaku apa yang terjadi, aku bercerita panjang lebar tentang kejadian tadi dan aku minta maaf. Untungnya Momnya Justin maafin aku dan mendukung aku dan Justin untuk memperjuangkan cinta kami.
Aku ingat dulu Aku dan Justin saling membenci dan ternyata dia menyembunyikan perasaannya padaku. Perjuangan Justin juga termasuk panjang dan harus menghadapi Skan, menunggu aku dan Skan putus. Tapi mengapa setelah aku dan Justin jadian ada lagi masalah. Aku tegaskan! Aku udah nggak cinta dan nggak ada rasa sama Dan. Ngapain juga dilanjutin. Aku heran sama mama.
Aku nggak mau pulang, aku tau Dan masih di rumah. Aku juga tau kalo aku pulang mama pasti marah-marah. Tetapi momnya Justin bilang aku harus pulang dan selesaikan semua ini. Akhirnya aku mau pulang.
Sesampainya di rumah aku langsung masuk kamar, hari udah gelap dan hati juga udah gelap. Rasanya males banget kalo harus ketemu mama, apalagi Dan.
Tiba-tiba mama masuk ke kamarku, mama bilang kalo aku beneran mau serius sama Justin mama akan setujui hubungan ini. Aku langsung bangkit, seneng banget denger kabar ini. Mama juga mau menjelaskannya pada Dan tentang semua ini.
Pagi hari telah dating lagi, minggu ini cerah seperti kemarin, tapi sepertinya cerahnya pagi ini beneran cerah, soalnya mama mau bilang sama Dan kalo aku dan Justin boleh berpacaran. Dan beneran aja lho, mama menjelaskan semua sama Dan.
Sepertinya Dan mengerti dan mengangguk-angguk saja. Tapi aku nggak tau apa dibalik pikirannya. Aku tetep nggak mau bicara sama Dan.
Aku pergi ke rumah Justin dan mengabarinya bahwa mama setuju dengan hubungan kita. Justin terlihat seneng banget begitu pula momnya. Aku pikir ini akan berlangsung baik. Semoga.
(Bersambung)