Wednesday, July 16, 2014

Cerpen Antologi Poster Film 5



The Dimension

“Let's run away. Don't let the colors fade to grey. We'll never be as young as we are now.”Never Be (5 Seconds Of Summer)

            TING TONG TING TONG...
            Suara jam dinding itu cukup menggangguku, kulihat jam yang menunjukkan pukul dua belas malam. Aku pun terbangun dari tidurku apalagi karena perutku yang sangat lapar. Makanan! Aku butuh makanan!
            Aku membuka lemari es, namun tidak ada makanan sama sekali di dalamnya. Aku juga telah membuka lemari-lemari di dapur yang biasanya dipenuhi makanan, namun nihil. Semuanya kosong. Sepertinya mamaku tidak berbelanja atau apalah itu.
            Seketika aku ingat kalau aku bisa kembali ke masa lalu pada pukul dua belas malam. Aku pun memejamkan mataku sejenak sambil membayangkan masa lalu mana yang akan aku datangi. Pesta? Ah, ide bagus. Kini aku pun langsung menuju ke sebuah pesta. Pesta ulang tahun sahabatku, Audy, dan akan banyak makanan disana.
            Sesampainya di pesta ulang tahun Audy, aku langsung menghampiri meja yang penuh sekali dengan makanan. Aku tidak perlu takut karena aku sampai pada waktu makan dan pastinya, aku kemari dengan keadaan yang sama seperti waktu dulu aku menghadiri acara ini. Pakaianku terlihat rapi dan semuanya mulus. Setelah makan, aku langsung memejamkan mataku lagi untuk kemabali ke masa semula dengan keadaan yang sangat kenyang.

***

            Suatu hari, pada saat aku sedang bersama Audy, Evelyn, Vano dan Galuh di rumahku, aku menemukan sepucuk surat yang ditujukan untukku. Ketika aku membukanya bersama teman-temanku, mataku langsung terbelalak.
Dear Ivan,
            Mungkin kamu akan bertanya-tanya, untuk apa surat ini dikirimkan. Jawabannya adalah, untuk membuatmu mengantisipasi atas kekuatan yang kamu miliki. Jangan sekali-kali kamu menggunakan kekuatanmu dengan tidak bijaksana, atau kamu dan beberapa orang yang kamu kasihi akan dikorbankan!

            Surat itu datang tanpa alamat. Seseorang tahu akan kekuatanku, dan membuat teman-temanku menjadi tahu akan hal ini. Mereka memandangiku dengan wajah kebingungan sehingga aku terpaksa mengatakan semua ini kepada mereka. Aku memiliki kekuatan untuk menjelajah waktu setiap pukul dua belas malam. Kekuatan itu datang secara tiba-tiba sebulan lalu, dan aku selalu menggunakannya untuk mencari makanan setiap malam, menukar pekerjaan sekolah yang dulunya mendapat nilai jelek dan macam-macam lagi. Namun setelah aku membaca surat itu, aku merasa bahwa apa yang telah aku lakukan adalah salah, dan aku tidak tahu harus bagaimana lagi. Tapi apa urusannya dengan orang yang mengirimiku surat ini? Kekuatan ini kan milikku bukan orang itu. Aku pun mulai tidak peduli dan memasukkan surat itu ke kantong celanaku.
            Setelah surat itu, aku kembali menggunakan kekuatanku. Aku menunggu sahabat-sahabatku pulang ke rumah mereka masing-masing. Aku pun datang ke tempat Evelyn, sahabatku. Sepertinya ini sebulan yang lalu karena aku melihat banyak makanan di dapur rumahnya. Makanan banyak itu disediakannya untuk sebuah acara syukuran keluarganya. Inikah yang dimaksud kurang bijaksana? Dengan mengambil makanan yang digunakan untuk syukuran? Ah, entahlah. Aku sangat kelaparan, dan tidak bisa menahannya lagi. Aku pun mengambil sebuah cupcake dan membawanya ke masa sekarang.
            Sesampainya aku di rumah, aku mulai tersadar bahwa ini belum pukul dua belas malam karena sahabat-sahabatku masih berada di ruang keluarga. Aku melihat Vano dan Galuh bermain game, dan aku juga melihat Audy dan Evelyn sedang bergosip. Lho? Ini kesalahan. Bukannya mereka sudah pulang? Bukannya jam dindingku sudah berdentang? Ini aneh.
            Aku pun masuk ke ruang keluarga dan bergabung dengan Vano dan Galuh. Tiba-tiba listrik di rumahku langsung padam. Lampu-lampu mati dan suasana menjadi gelap. Aku dan keempat sahabatku panik karena kegelapan ini. Kami tidak bisa menggunakan alternatif lain karena semua ponsel kami mati, dan aku tidak memiliki lilin. Aku pun teringat akan surat yang tadi kubaca. Oh tidak! Aku sudah melakukan kesalahan.
            Aku mengambil surat itu dari kantung celanaku. Kubuka kembali surat itu, yang kini berbau amis darah. Aku langsung mendengar suara teriakan Vano, Galuh, Audy dan Evelyn.
            “Ivan! Tolong!!!” Suara Audy pun menggema di seluruh rumahku, namun aku tidak menemukan keberadaannya. Teriakan mereka... Sahabat-sahabatku... Dimana mereka sekarang? Aku tidak tahu apa-apa karena keadaan begitu gelap. Bau darah... dimana-mana bau darah. Apakah ada pembunuh di rumahku?
“Jangan! Jangan bunuh mereka!!!” aku berteriak kencang dan terkejut karena aku berada di rumah sakit.
            Aku merasa sangat kebingungan. Apa yang telah terjadi kepadaku? Apa yang terjadi tadi? Bagaimana nasib keempat sahabatku?
            Tiba-tiba mama masuk ke dalam ruanganku. Ia menyampaikan bahwa Audy, Evelyn, Vano dan Galuh telah meninggal. Ada suatu hal misterius telah terjadi di rumahku semalam. Mereka meninggal di tempat, setelah listrik padam. Tidak! Tidak mungkin surat itu benar! Aku bingung dan tidak bisa menahan segala ketakutanku.

***

            Aku selalu melihat bayangan mereka. Audy, Evelyn, Vano dan Galuh. Aku kacau. Aku ketakutan. Sepertinya mereka dendam denganku. Aku tidak bisa berpikiran jernih dan tidak bisa bertemu siapapun karena keberadaan mereka semakin membuatku terpuruk. Keluargaku pun memindahkanku ke sebuah rumah sakit jiwa. Aku menyerah dan memutuskan untuk tidak menolak meskipun ini sangat menyakitkan.
            Ketika aku sedang berada di sebuah lobby di rumah sakit jiwa itu untuk menemui seorang dokter, seseorang datang menghampiriku. Aku tahu dia adalah penghuni tempat ini juga. Ia pun berbicara kepadaku, dan kelihatan normal.
            “Kau! Kau harus kembali kepada hari itu!” katanya sambil menunjukku. Aku hanya diam dan tidak menanggapinya. Meskipun orang itu terlihat normal, tapi tetap saja dia penghuni rumah sakit jiwa. “Kau bisa kembalikan mereka selamanya dengan melepas kekuatanmu! Kesempatan itu hanya bisa kau gunakan malam ini,” katanya lagi, lalu ia tertawa keras sekali dan aku ketakutan. Aku pun memejamkan mataku dan orang itu menghilang.
            Apa benar? Apa dia? Ah! Mungkin harus kucoba. Namun ini rumah sakit jiwa. Obat penenang, perasaan ketakutan itu dan bayangan mereka. Aku tidak yakin kalau aku bisa terjaga pada pukul dua belas malam nanti. Tapi, kekuatanku? Entahlah.

***

            Aku tidak meminum obat penenangku, dan memaksa diriku untuk terjaga meskipun bayangan keempat sahabatku setia dengan keberadaannya di setiap sudut kamarku. Aku mencoba untuk berdamai dengan mereka semua hingga pada akhirnya jam dinding di kamarku menunjukkan pukul dua belas malam nanti.
            23.30 dan setengah jam lagi aku bisa kembali ke waktu itu. Aku akan kembali pada saat sebelum kematian Audy, Evelyn, Vano dan Galuh. Namun perkiraanku salah. Keempat bayangan itu, mereka yang mendiami sudut kamarku mulai mendekatiku. Aku sangat ketakutan dan berteriak keras, namun tidak ada yang mendengarkanku. Mereka berseringai dengan penuh rasa dendam. Tidak! Tidak! Tidak!
            Aku memejamkan mataku meskipun waktunya belum tepat. Aku merasakan tangan-tangan dingin mereka menyentuh tubuhku hingga membuatku merinding.
            “Ivan... kami belum mau mati,” aku mendengar suara Audy lirih di sampingku. Akupun berkeringat. Aku takut sekali.
            “Biarin aku kembali! Menyingkirlah dariku!” kini aku berteriak keras.
            Aku membuka mataku, dan kembali ke masa-masa dimana aku mengambil makanan. Masa-masa dimana aku melakukan hal-hal bodoh setelah bisa menjelajah waktu. Aku perbaiki semua yang telah aku lakukan menjadi sama dengan kenyataan sebelumnya. Mungkin inilah yang diharapkan oleh surat yang waktu itu dikirimkan untukku.
            Akhirnya aku kembali pada hari itu. Hari kematian keempat sahabatku. Aku melihat Vano dan Galuh sedang bermain game, dan juga melihat Audy dan Evelyn bergosip. Aku tidak berani bergabung dengan mereka, namun tiba-tiba Vano mengajakku mendekat. Akhirnya aku bergabung dengan mereka lagi. Aku kelelahan karena sudah menjelajah berbagai macam waktu. Yang aku tahu adalah kemampuanku untuk menjelajah waktu sudah habis. Aku tidak peduli, asalkan aku tidak lagi dihantui kesedihan akibat kematian sahabat-sahabatku. Dan yang lebih baik adalah, aku tidak lagi berada di rumah sakit jiwa.

(THE END)


Klik disini untuk pengantar, disini untuk cerpen pertama, disini untuk cerpen kedua,  disini untuk cerpen ketiga, dan disini untuk poster keempat.

No comments:

Post a Comment

Feel free to give me your opinion :D