Wednesday, July 16, 2014

Cerpen Antologi Poster Film 3



ABCDEFG
A Boy Can Do Everything For Girl

“I don't care if your beautiful lips exist out there 'cause I'm wonderless.”Wonderless (Pierce The Veil)

            “Tidak ada hal yang paling menyenangkan di dunia ini selain basket.” Begitulah yang selalu dikatakan Sutio dan Totok dalam setiap kesempatan. Dua sahabat itu sudah mencintai basket sejak mereka masih kanak-kanak. Sutio yang bertubuh tinggi itu memang sangat cocok dalam permainan basket, begitu pula Totok yang kuat dan berotot.
            Pertandingan demi pertandingan telah mereka lalui hingga mereka memiliki posisi bagus dalam tim basket sekolah. Pelatih Ifa yang merupakan pelatih mereka itu pun selalu mengandalkan mereka berdua untuk kemenangan timnya.
            Suatu siang yang terik pun datang. Sutio dan Totok yang sedang beristirahat itu pun mulai memperdebatkan sesuatu.
            “Yo, elo tahu si Monica nggak?” Totok mulai bertanya.
            “Oh itu, si anak kelas sebelah. Cewe gue itu!” jawab Sutio dengan nada bercanda.
            “Eh, nggak usah terlalu pede lo!”
            “Wah, gimana kalau kita kejar dia?”
            “Yo, gue tuh mau cerita ke elo kalau gue suka sama dia. Ngapain lo ngikut?”
            “Oh, itu tah? Sama dong. Gue juga suka sama dia.”
            “Nggak bisa gitu dong!”
            “Eh! Mau gimana pun juga, gue yang bakal dapetin dia!”
            Mulai hari itu, Sutio dan Totok memulai persaingan mereka. Monica. Gadis mungil yang menjadi salah satu gadis yang diperebutkan anak laki-laki seantero sekolah. Pesonanya memang telah melumpuhkan akal sehat banyak orang termasuk dua sahabat itu. Tanpa disadari pula, performa basket mereka terganggu padahal dua minggu lagi mereka akan menghadapi pertandingan antar sekolah.
            Hujan deras pun datang sepulang sekolah, dan Monica terlihat sangat bosan. Ia sedang menunggu supir pribadinya yang tidak kunjung datang menjemputnya. Sesaat kemudian Totok datang menawarkan diri untuk mengantarnya pulang. Monica yang sudah muak menunggu itu pun mengiyakan ajakan Totok. Akan tetapi, Sutio yang diam-diam melihat dari kejauhan langsung terlihat marah.

***

            Jam istirahat pertama berbunyi, Sutio pun bergegas ke perpustakaan karena ia tahu kalau Monica sedang ada disana. Entah darimana ia mendapatkan kabar itu, namun ia percaya saja, dan langsung kesana.
            Perpustakaan terlihat sangat sepi dan sepertinya tidak ada siapapun di dalam, namun Sutio tetap masuk ke dalam untuk melihat sendiri apakah Monica ada di dalam sana sebelum ada orang lain yang melihatnya, terutama Totok yang sekarang sudah menjadi saingannya.
            “Cari siapa?” tiba-tiba Sutio mendengar suara yang familiar di telinganya. Ia pun mencari asal suara itu yang ternyata tepat dibelakangnya.
            “Monica?” Sutio terkejut karena yang menanyainya adalah Monica sendiri.
            “Nyariin aku?”
            “I-iya,” kini Sutio terlihat sangat gugup, “k-kamu apa kabar?”
            Monica yang melihat tingkah laku Sutio itu pun mulai tertawa kecil, dan begitu pula dengan Sutio. Pertemuan itu pun terasa sangat canggung dan membuat Sutio ingin mati saja. Ternyata untuk bertemu pujaan hatinya, ia harus memupuk keberanian.
            Sutio pun mengajak Monica membaca buku bersama dan mulai berbicang-bincang untuk mencairkan suasana. Baru kali ini Sutio mau menghabiskan jam istirahatnya di perpustakaan, dan itu semua demi Monica. Baginya, apapun akan dilakukan asalkan nantinya ia bisa merebut hati Monica. Ia tidak membiarkan siapapun merebut gadis itu dari tangannya, bahkan Totok sekalipun yang merupakan sahabatnya.
            Tiba saatnya pada saat latihan, Sutio dan Totok sama sekali tidak berkonsentrasi, bola tidak masuk keranjang, lari yang sangat lambat hingga tidak sadar akan keberadaan bola. Mereka terbang dalam bayangan cinta semu antara diri mereka sendiri dan Monica. Hal ini dirasakan oleh pelatih Ifa. Ia pun mulai naik pitam.
            “SUTIO! TOTOK! SINI KALIAN!!!” pelatih Ifa pun berteriak, lalu meniup peluitnya keras-keras.
            Totok yang sadar kalau pelatihnya itu memanggil namanya, langsung menghampiri Sang pelatih.
            “I-iya coach...” kata Totok, gugup.
            “Sutio!” Pelatih Ifa memanggil ulang Sutio karena tidak mengindahkan panggilan pertamanya.
            Sutio pun berlari menghampiri pelatih Ifa setelah sadar kalau namanya dipanggil. Ia sadar kalau permainannya sangat kacau hari ini. Mungkin ia akan dihukum, atau lainnya.
            “Saya kecewa melihat permainan kalian akhir-akhir ini,” kata pelatih Ifa.
            “Maksud coach Ifa?” tanya Totok.
            “Jangan pura-pura tidak tahu dengan apa yang sedang kalian lakukan sendiri!” Pelatih Ifa mulai berteriak, “Pasti ada masalah diantara kalian berdua.”
            Pelatih Ifa pun menghukum Totok dan Sutio dengan menyuruh mereka bermain berdua saja. Sebenarnya ini trik dari pelatih itu untuk membuat mereka mengungkapkan segala masalah yang mereka miliki. Benar saja, Sutio dan Totok saling menyalahkan, melempar bola keras-keras, dan pada akhinya mereka sling tubruk dan pukul. Pelatih Ifa pun melerai mereka berdua.
            “Saya tahu kalau kalian itu sedang bermasalah,” kata pelatih Ifa.
            “Sutio dulu Coach!” Totok memulai.
            “Enak aja! Elo dulu, bego!” Sahut Sutio dengan nada tinggi.
            “Sudah-sudah! Kalau begitu kalian harus dipisahkan,” lerai pelatih Ifa, “karena sebentar lagi pertandingan dimulai, dan permainan kalian justru memburuk. Ehm. Salah satu dari kalian harus mengundurkan diri.”
            “Ta-tapi Coach... Kami kan sudah terdaftar,” sergah Totok.
            “I-iya pelatih,” sahut Sutio.
            “Ini demi keamanan tim kita. Saya tidak mau kalau nantinya ada yang labil dan mengacau. Bukan masalah kekalahan yang saya takutkan, tapi masalah pertengkaran ini. Saya tidak ingin ada yang terluka di lapangan.”
            “T-t-tapi?” sahut Sutio dan Totok bersamaan.
            “Atau kalian berdua yang saya keluarkan.”
            “Baik Coach,” Totok mulai berbicara, dan dengan berat hati ia berkata, “saya yang mengundurkan diri.” Tanpa basa-basi ia langsung pergi.
            Cinta bisa membuat seseorang mengorbankan apapun, termasuk pertandingan impiannya. Totok memang sangat ingin mengikuti pertandingan itu, tapi ia memilih mundur untuk mengejar cinta gadis pujaannya, Monica. Ia juga memikirkan sahabatnya, Sutio yang sangat ingin mengikuti pertandingan yang selalu diimpikannya itu. Jika Sutio yang mengundurkan diri, ia akan merasa sangat sedih dan bersalah.
            Setelah kejadian itu, Sutio dan Totok masih tetap bersaing untuk memperebutkan Monica. Banyak hal yang mereka lakukan untuk memenangkan hati gadis itu. Dinner, lagu, puisi, dan apapun demi Monica. Hingga pada suatu hari, setelah pertandingan basket berakhir, mereka bertiga bertemu di sebuah cafe untuk saling menyatakan cinta.
            “Maaf, tapi gue nggak bisa,” jawab Monica ketika Sutio dan Totok sudah menyatakan cinta mereka.
            “Kenapa? Karena kami saingan buat lo?” tanya Sutio.
            “Bukan!” sanggah Monica, “Ka-karena gue p-punya tunangan.”
            JLEB! Begitulah yang dirasakan Sutio dan Totok. Tunangan? Usaha mereka kali ini benar-benar tidak berguna. Keluar dari tim basket, saling hajar, persahabatan yang hancur dan semua itu hanyalah kesia-siaan ketika Monica mengaku bahwa ia memiliki seorang tunangan.
            “Siapa sih tunangan lo?” tanya Totok dengan kalem. Kali ini Sutio hanya bisa terdiam, malu.
            “T-t-tunangan gue...” jawab Monica dengan sangat gugup dan ketakutan, lalu air mata menetes di pipinya, “Maafin gue!” Kini ia tersedu-sedu, “dia, c-coach kalian. Ifa,” ia menunduk dan kata-katanya pun terdengar berat, “maafin gue. Sekali lagi.”
            Coach Ifa? Jadi selama ini, dia? Inilah hal yang dipikirkan oleh Sutio dan Totok. Kali ini mereka terlihat sangat bodoh. Nampaknya mereka harus merenungkan apapun yang telah mereka lakukan. Persahabatan mereka yang hancur harus diperbaiki atau malah harus dileburkan lagi sehingga tidak ada lagi mereka.
            Monica juga turut sedih karena hal itu. Ia tidak bisa berbohong karena ia memanglah tunangan si pelatih basket itu. Sudah beberapa bulan ini ia terikat di dalamnya. Mungkin orang tuanya dan orang tua pelatih Ifa terburu-buru untuk menunangkan kedua anaknya. Padahal rencananya, pernikahan mereka akan diselenggarakan setelah Monica lulus dari perguruan tinggi yang jelas-jelas masih lama. Karena pertunangan itu, ia tidak bisa mencintai siapapun lagi meskipun hanya untuk mencoba. Tapi Monica juga bersyukur karena itu, ia memang sangat mencintai tunangannya meskipun selama ini menjadi rahsia agar tidak ada yang menjauhinya. Yang disayangkannya adalah pengorbanan dua sahabat yang sekarang berada di hadapannya itu, terutama pengorbanan Totok. Ia rela keluar dari tim basket demi mengerjar cintanya tanpa pertarungan sengit dengan Sutio.

(THE END)





Klik disini untuk pengantar, disini untuk cerpen pertama, dan disini untuk cerpen kedua.

No comments:

Post a Comment

Feel free to give me your opinion :D