Monday, August 20, 2018

Song Fiction - Neko (Song by DISH//)

NEKO


wattpad.com/storyeleeze
Note: Akhir-akhir ini saya suka dengerin lagu-lagu dari band ini, dan imajinasi saya kemana-mana. Lagu mereka ternyata banyak yang keren guys! Salah satunya lagu dengan judul "Neko" alias kucing ini. Kapan-kapan saya bedah deh lagu mereka. Hehe. Untuk lirik lagu dan terjemahan bisa langsung klik di sini.



(猫 : Neko : Cat : Kucing)

 
Kalau harus memilih untuk melupakanmu dan melanjutkan hidup, atau mengingatmu dan kehilangan semangat hidup, aku memilih untuk melupakanmu.

Sambil memandangi langit petang hari, aku terus melanjutkan perjalanan kembali ke rumahku meskipun kini aku sendirian.

Ah, rumah ya?

Begitulah.

Perjalanan akan terasa panjang bagiku karena tidak ada lagi yang menemani perjalananku. Tidak ada lagi kau di sampingku.


Terkadang aku berpikir, apakah dia lebih pantas daripada aku? Apakah dia yang selama ini kau cari? Aku masih merasakan bahwa dirikulah satu-satunya yang bisa membahagiakanmu.

Besok, kau akan menjadi miliknya.

Apakah itu untuk selamanya?

Aku ingin bertanya langsung kepadamu. Tapi, untuk sekedar menyentuh dan membaca benda itu saja aku tidak sanggup.

Sebuah undangan pernikahan kini tergeletak sempurna di sebelahku, menggantikan posisimu di dalam mobil ini. Kurang ajar. Aku ingin membuang benda itu sekarang juga.

HIKARI & MASAKI

Tertulis jelas di atas kertas yang berhiaskan renda-renda itu.

Aku pun berhenti di sebuah jalan sepi dan memarkirkan mobilku. Aku berjalan menuju tepian tebing, dan bermaksud untuk membuang undangan pernikahan yang tadi pagi aku temukan di atas meja kantorku. Benda yang membuat pekerjaanku kacau selama satu hari ini.

"KUSOOOO!!!" Aku berteriak kencang, aku akan melempar undangan pernikahan itu, namun...

"Miaww... Miaww..."

Aku mendengar suara lirih dari seekor kucing.

Secara refleks aku mencari sumber suara itu, dan benar saja, aku melihat seekor kucing tergeletak lemas di samping kaki kiriku. Kucing itu terlihat kurus dan lemah sekali. Aku nyaris menangis ketika melihatnya.

"Yabai!!! Ah, kasian banget..."

Tanpa basa-basi, aku mengurungkan niatku untuk membuang undangan pernikahan itu dan malah membawa kucing itu masuk ke dalam mobilku. Bulunya berwarna putih namun terlihat sangat kotor dan acak-acakan. Aku tidak tahu ini kucing jenis apa, namun aku yakin kalau sebenarnya ia sangat lucu dan menggemaskan.

"A~ Neko-chan, kamu kok bisa begini sih?" Aku merasa begitu kasihan dengan kucing itu.
Entah mengapa aku sangat panik dan mengendarai mobilku dengan kecepatan penuh hingga akhirnya aku sampai di rumah.

Sesampainya di rumah, aku pun langsung melepas kemejaku dan memandikan kucing itu. Mungkin karena ia terlalu lemah, kucing itu menurut saja ketika aku mandikan. Ia tidak memberontak.

"Ah, ternyata kau manis sekali ya, Neko-chan?"

"Miawww..." Ia menjawab.

Bulu-bulu kucing itu kini sudah nampak lebih cerah dan warna putihnya mulai nampak. Untung saja ia tidak terjangkit penyakit kulit sehingga aku dapat membersihkannya dengan lebih mudah.

Aku pun ikut mandi. Sambil berendam, aku mengingat semua kenangan tentang Hikari. Menurutku, semua tentangnya adalah hal yang manis. Namun mengapa dia tidak memilihku? Mengapa harus laki-laki yang dahulu pernah menyakitinya?

Ah iya. Aku hanya pelarian cintanya.

Apa dayaku yang sebenarnya hanyalah "sahabat" baginya. Meskipun kami akhirnya jadian, tetap saja di matanya aku tetap seorang "sahabat", meskipun kami sudah bersahabat sejak sekolah dasar.

Hikari berpacaran dengan Masaki setelah bertemu di universitas. Mereka berada dalam satu klub hobi yang sama hingga pada akhirnya mereka putus karena Masaki yang selalu memaksakan kehendak agar Hikari bisa selalu menuruti keinginannya itu mengatakan bahwa ia tidak lagi bisa menangani gadis itu. Katanya, Hikari terlalu bebas dan tidak bisa diatur. Aku sendiri tidak paham maksudnya, namun itulah yang ia katakan.

Dan seperti yang kukatakan juga, ia menjadikan aku pelarian cintanya. Atas nama "persahabatan", aku rela melakukan hal itu. Namun kisah cinta kami tidak kalah romantis, bahkan kami tinggal bersama selama bertahun-tahun.

"Miawww~"

Ah sepertinya kucing putih ini sudah mulai kedinginan. Aku pun bergegas untuk keluar dari bak mandi dan mengeringkan tubuhku serta tubuh kucing itu. Rasanya kami adalah dua makluk yang sama. Nasib kami sama. Terbuang.

"A~. Neko-chan, makan ini dulu ya. Kamu pasti lapar." Aku pun memberikan sepotong daging ikan untuk kucing itu. Aku tidak punya makanan kucing.

Krrrrruukkkk....

Perutku pun berbunyi.

Aku mencoba membuat satu porsi pasta carbonara. Makanan yang sering dibuatkan oleh Hikari, ketika ia masih tinggal di sini. Tapi, aku tidak percaya diri kalau pasta buatanku akan sama dengan buatan perempuan itu.

Aku pun merasa bahagia ketika aku berhasil memasaknya, namun ketika aku makan rasanya sangat berbeda.

"Hambar... Ah, yappari tidak seenak buatan Hikari."

Aku tetap memakan pastaku dengan keterpaksaan.

"Miawww~"

Melihat aku yang makan sambil memasang wajah masam, kucing putih itu membawakan sepotong daging ikannya, dan meletakkannya di depanku.

"Neko-chan, itu buat kamu kok. Makanlah!" kataku sambil mengelus kepalanya.

Ia hanya memiringkan kepalanya ke kiri dan kanan. Ah, lucu sekali wajah kucing ini.

Kami pun makan bersama sampai makanan kami habis.

Beberapa saat kemudian handphone ku berbunyi, dan rupanya ada panggilan dari Hikari. Aku pun membiarkannya saja dan tidak berniat untuk mengangkatnya, namun kucing itu terus berisik sambil melihat ke arah handphone ku itu.

Aku pun mengangkatnya.

"Toi-kun! Kenapa tidak mengonfirmasi kedatangan sih?" Tanya Hikari dengan suara tinggi dan berteriak.

"Apa sih kamu? Berisik!" Sahutku.

"Kamu nggak mau datang ke acara pernikahanku? Jahat!"

"Kenapa memangnya? Aku sibuk."

"Kamu itu udah seperti kakakku sendiri tahu!"

"Eh! Kita sudah pernah serumah, ya!"

"Nah makanya kan! Lagian..."

"Udah! Gamau denger!"

"Lagian orang tua kita sudah menikah! Toi-kun! Jangan bodoh!"

Hikari berteriak kencang lalu suara mulai terdengar gemetar.

"Kamu tahu kan betapa susahnya kita menentang mereka waktu itu? Aku pun tidak bisa berbuat apa-apa kalau ayahku sudah menginginkan sesuatu."

Ia mulai menangis.

Aku terdiam.

Iya, ayah Hikari menikahi ibuku tahun lalu. Aku sudah tidak punya ayah dan orang tua Hikari sudah lama bercerai. Hikari pun bertemu lagi dengan Masaki di sebuah pertemuan sesaat setelah kami memutuskan untuk tinggal terpisah, atau tepatnya orang tua kami yang memisahkan tempat tinggal kami. Hikari dan Masaki pun kembali menjalin hubungan lagi bahkan berencana untuk menikah.

Saat aku mengingat masa-masa itu dalam diam, kucing putih yang aku temukan di jalan sore ini tiba-tiba menghampiriku dan seakan ia ingin mengatakan sesuatu. Seakan ia ingin menghiburku.

Hikari masih menangis di seberang sana, dan aku menatap mata kucing putih yang aku temukan di jalan sore tadi.

Sesaat tidak ada percakapan.

"Dia sudah berubah, Toi-kun. Kamu bisa melakukan apapun kalau dia sampai menyakitiku lagi," Tiba-tiba Hikari mengatakan sesuatu dengan penuh keyakinan, "karena kamu sekarang memanglah kakakku."

"Baik, aku akan datang."

Aku pun menutup telepon dan duduk lemas di atas lantai.

Kucing putih yang sedang menatapku itu pun seakan-akan berbicara padaku.

"Kamu tidak usah khawatir karena ada aku sekarang."

Katanya dalam diam.

Aku pun tersenyum sambil memandangi kucing itu lalu menggendongnya masuk ke kamarku.

"Ayo tidur Neko-chan! Besok kita bersenang-senang!"

Senyumku terkembang sambil membayangkan apa yang akan kulakukan besok bersama seekor kucing yang sedang berada dalam pelukanku ini.
(TAMAT)
Semarang, 8 Agustus 2018 [00.48 a.m]
Elisabeth Citami
 DILARANG KERAS UNTUK COPAS!!!

No comments:

Post a Comment

Feel free to give me your opinion :D