Saturday, August 23, 2014

Rumput yang Bergoyang 2 (It's All For Sake Of Love)

Buat yang belum baca "Rumput yang Bergoyang" edisi sebelumnya, biar nggak bingung, baca dulu disini >>> Rumput Yang Bergoyang.

Rumput yang Bergoyang 2
-It's All For Sake Of Love-


Dia datang, dia pergi, gue kehilangan. Ini sudah yang ketiga kalinya gue kehilangan cowo yang gue sayang, tapi yang satu ini caranya berbeda. Kali ini gue yang membuatnya berakhir. Pelukan yang waktu itu adalah pelukan yang terakhir. Sudah nggak ada lagi Anna dan Ardhy.


Semua itu berawal dari perginya Ardhy ke Australia. LDR yang tadinya gue anggep bisa gue jalani, ternyata nggak sama sekali. Gue gagal. Ada cowo lain di hati gue. Gue yang nggak bisa menjaga janji. Gue yang salah.

“Anna!!!” Teriak Ardhy, lalu gue pun melihat ke arahnya.

“Ardhy!!!” Teriak gue balik lalu dia berlari.

“Akhirnya lo balik.” Kata gue sambil memeluk Ardhy. 

“Iya. Gue balik.”

“Gue nggak tahan jauh-jauh dari lo.”

“Gue juga.” 

“Mulai sekarang jangan tinggalin gue lagi!”

“Gue nggak bakal tinggalin lo. I’ll never leave you.” Air mata kami menetes diantara rumput-rumput yang bergoyang ini dan teriknya matahari nggak jadi halangan kami buat melepas rindu.

Tapi semua itu adalah akhir dari kami bedua. 


***


Beberapa bulan setelah kepergian Ardhy ke Australia, gue suka dengerin musik sendirian. Lagu-lagu dance sampe lagu metal koleksi Ardhy gue habisin seharian. Dan suatu saat, sewaktu gue dengerin musik di kelas pagi-pagi buta, sekitar jam enam pagi, gue denger suara orang nangis. Suara cowo nangis. Astaganaga, ada kalik ya cowo nangis?

Suara itu berasal dari ruangan alat kebersihan yang letaknya persis di sebelah kelas gue. Suara nangis itu nyata banget, tapi bikin gue merinding setengah mati. Itu manusia apa bukan? Batin gue. Tapi gue tetep menghampiri suara itu. Pelan-pelan, gue semakin deket sama ruang alat kebersihan. Gue mulai menyentuh pegangan pintunya, dan membuka pintunya. Perlahan, dan gue melihat seorang cowo duduk membungkuk sambil memeluk kedia kakinya yang ditekuk dan wajahnya menghadap bawah. Dia pake hoodie hitam dan tudungnya menutupi kepalanya. Astaga! Jangan-jangan dia setan?

“Siapa lo?” cowo itu pun bertanya ke gue dengan suara pelan dan lemah.

“G-gue? Anak sini juga kayak lo,” jawab gue dengan nada agak sedikit ketakutan dan sok akrab biar nggak dikejar, salah-salah bisa kesurupan ntar gue.

“Mendingan lo pergi aja!” dia ngusir gue.

“O-oke,” jawab gue, tapi gue pun iseng ngebuka tudung hoodienya.


Kelvin? Astaga? Kenapa lagi bocah ini? Batin gue. Dia adalah anak emo kelas sebelah. Kenapa emo? Ya, asal kalian tahu! Cowo ini penampilannya nyentrik abis, persis sama emo boy yang sering gue lihat di Friendster jaman SMP dulu. Dia juga sering kepergok nyayat-nyayat pergelangan tangannya tanpa sebab yang jelas. Rambutnya hitam agak gondrong, kulitnya putih banget bahkan mendekati pucet dan matanya selalu kelihatan sembab. Dia juga pake eyeliner tebel, mungkin pake maskara juga atau gimana, soalnya bulu matanya lentik banget. Ya, so far dia kelihatan lebih cantik dari gue. Dia agak kebulean, hidungnya mancung, matanya biru agak hijau gitu, badannya cukup tinggi, tapi kurus banget. Maybe dia kena anorexia atau apa lah namanya.


***


Tanpa gue sangka, Kelvin sudah bikin gue kehilangan perasaan ke Ardhy. Semenjak gue mergokin dia nangis di ruang peralatan kebersihan waktu itu, gue malah jadi makin dekat sama dia. Gimana enggak? Saking bingungnya waktu itu, gue langsung lapor ke guru BP. Tiba-tiba, si guru BP punya ide yang katanya merupakan sebuah ide cemerlang, tapi menurut gue enggak. Dia nyuruh gue jadi temen si Kelvin. Astaga! Temen aja dicariin? What a shame! Tapi inilah permulaan dari semua perubahan di hidup gue.

Meskipun awalnya gue cuma terpaksa jadi temennya Kelvin, lama-lama gue justru semakin deket sama dia. Cowo yang satu itu kelihatannya sih emang suram, tapi setelah dideketin ternyata dia baik dan perhatian. Dia juga lucu dan sudah bikin gue kesengsem sama senyumannya. Akhir-akhir ini dia lebih sering senyum, terutama ke gue. Dia ganteng, itu faktanya. Mungkin temen-temen gue bakalan bilang kalau gue itu stress, gila atau sebagainya karena pendapat itu. Whatever lah!


***


Sepulang sekolah, gue ngajakin Kelvin pergi ke padang rumput, tempat yang selalu ngingetin gue sama Ardhy. Suasananya sudah beda banget setelah Ardhy nggak ada disini lagi. Gue pun duduk bersandar di sebuah pohon yang cukup besar dan Kelvin duduk disebelah gue.

“Ngapain lo ngajakin gue kesini?” tanya Kelvin.

“Hemmm...” gue bergumam, “Kenapa ya? Karena enak aja kali ya.”

“Yang bener aja? Padang rumput gini,” Kelvin kelihatan kesel.

“Ya, sebenernya ini tempat pacaran gue sama Ardhy,” jawab gue jujur.

“Ardhy yang barusan lulus itu?”
 
“Iya.”

“Bisa punya pacar lo!”
 
“Iya lah. Emangnya lo! Cowo galau forever alone?”

 “Diem lo...”

 “Oke.”

Beberapa saat kemudian suasana menjadi hening. Gue yang menikmati angin sepoi-sepoi nggak sadar kalau sudah nyuekin Kelvin.

 What's the worst thing I can say? Things are better if I stay, so long and goodnight, so long and goodnight” Tiba-tiba gue denger suara orang lagi nyanyi. Kelvin? Astaga, suaranya bagus banget.

“Vin! Barusan lo nyanyi?”




“Hah? I-iya.”

“Suara lo keren.”

“Jangan ngegombal. Ngegombal tuh buat cowo!”

“Serius. Ulangin!”

“Hish! Suara gue mahal tahu!”

“Ketahuan! Lo suka nyanyi kan?”

“Diem lo...”

“Dari tadi gue disuruh diem. Bosen. Nyanyi dong!”

“Emang lo tahu lagunya?”

 Helena kan? Lagunya My Chemical Romance. Pacar gue yang kasih tahu.”

“Ikutan nyanyi lah!”

“Nggak! Lo aja!”

Lalu Kelvin nyanyiin lagu itu dari awal sampe selesai. Gue nggak nyangka kalau bocah macam ini bisa bikin gue melting. Suaranya yang tinggi, serak-serak basah, crunchy dan khas itu sudah bikin gue senyum-senyum sendiri. Gue pun nggak bisa nahan diri buat dance di depan Kelvin.

Usut punya usut, suara bagus Kelvin itu nggak datang secara tiba-tiba karena ternyata dia pernah menjadi vokalis band waktu SMP dulu. Setahun lalu, dia dikeluarin dari bandnya karena berantem sama beberapa member. Mungkin itu salah satu penyebab dia suka aneh, bahkan sampe melukai dirinya sendiri. Ya, band itu sangat berarti buat dia. Waktu dia dikeluarin dari band itu, seperti kehilangan setengah nyawanya mengingat band itu seperti rumah keduanya.

Setelah menenemukan bahwa si Kelvin bisa nyanyi, gue ajak dia buat karokean bareng. Aneh sih, tapi bagus juga karena gue bisa lebih tahu tentang cowo yang cari temen aja harus dicariin itu. Dia suka nyanyiin lagu-lagu macem punk, emo, metal yang pastinya agak susah dicari di tempat karokean, tapi anehnya dia bisa nemuin beberapa lagu yang menurut gue keren banget kalau dibawain sama dia, If I’m James Dean and You’re Audrey Hepburn. Entah kenapa waktu dia nyanyiin itu, perasaan gue bercampur aduk. Gue inget Ardhy. Gue mulai mellow.

Beberapa hari kemudian, gue ngajakin Kelvin ke sebuah cafe dan nyuruh dia nyanyiin satu lagu. Dia pun langsung menghampiri piano di panggung cafe dan mengambil alih panggung. Kelvin main piano? Keren juga, walaupun gue sama sekali nggak tahu lagu apa yang dia mainin. Tapi, tiba-tiba dia ngomong pake mic yang ada di depannya.

“Hadirin sekalian. Sekarang saya akan mempersembahkan sebuah lagu untuk seseorang yang sangat spesial di hidup saya,” kata Kelvin dengan percaya diri, “lagu ini berjudul Ever Enough. Buat Anna.”

Gue langsung terbelalak setelah mendengarkan speechnya Kelvin. Lagu apa lagi ini? Astaga, dia bener-bener nyanyi buat gue,

No, I’m never gonna leave you darling. No, I’m never gonna go regardless. Everything inside of me is living in your heartbeat...

What? Lagunya romantis gini. Apa-apaan si Kelvin? Ya, gue memang menikmati suara merdu sama permainan pianonya seperti orang-orang yang ada disini, tapi gue rasa kalau lagu ini spesial. Gue mulai terganggu. Beberapa waktu sebelum lagu ini selesai, gue memutuskan untuk cabut. Gue nggak tahu apakah keputusan ini bener apa nggak, karena sebenernya gue nggak siap kalau sampe si Kelvin suka sama gue.

Sesampainya gue di depan cafe, gue mulai mellow. Tiba-tiba Kelvin nyegah gue, dia sudah berhenti bernyanyi, dan dia mulai berbicara sama gue.

“Anna, gue minta maaf. Ya gue tahu kalau lo sudah punya pacar, dan lagu tadi cuma karena gue nganggep lo sahabat. Gue nggak ada maksud lain.”

Sorry Vin,” gue ambil nafas, “tinggalin gue sendiri. Gue mau pulang.”

“Gue anterin.”

“Nggak usah,” lalu gue pergi ninggalin Kelvin.

Gue putusin untuk nggak deket-deket lagi sama Kelvin selama beberapa hari. Ya, gue nggak peduli apapun yang terjadi. Entah dia bakalan benci banget sama gue sampe dia pengen bunuh gue. Terserah. Tapi, hati gue memang bego karena nggak punya otak. Dia terus bikin gue pengen ketemu lagi sama Kelvin, buat lihat senyumnya lah, dengerin suaranya lah.

Tapi, gue nggak sadar akan sesuatu. Sekarang sudah beberapa hari setelah gue ninggalin Kelvin di cafe, dan gue nggak lihat dia di sekolah. Apa yang terjadi sama dia? Dan sekarang gue baru inget kalau dia punya gejala pengen mati. Nggak, nggak, nggak, apa yang sudah gue lakuin?

Gue pun memutuskan buat nyari alamat rumah Kelvin, dan setelah gue nemuin alamatnya, gue langsung pergi kesana. Sesampainya di rumah itu, gue nggak ketemu siapapun. Rumahnya cukup besar tanpa penjagaan ketat, cuman gerbangnya aja yang dikunci. Gue pun nekat memanjat gerbang rumah Kelvin dan berhasil. Nggak ada satupun yang melihat gue.

Gue pun mendekati pintu masuk rumah ini, dan nggak dikunci. Rumah ini kelihatan gelap banget dan bikin gue merinding. Dengan berhati-hati, gue nyariin kamar Kevin di lantai satu, tapi hasilnya nihil. Lalu gue naik ke lantai dua, dan dipojokan ada sebuah pintu yang ada corat-coretnya. Gue pun mendekati pintu itu yang semakin didekati, areanya semakin gelap. Coretan pintu itu warnanya merah dan bukan dari spidol ataupun cat. Darah. Ini pasti kamar Kelvin.

                       “There's blood on my hands,
And the killers not my enemy
It's all for the sake of love,
It's all for you”

Nggak, nggak, nggak. Jangan sampe dia sudah mati.

“Kelvin! Kelvin!” teriak gue, tapi enggak ada jawaban dari dalam sana.

“Vin! Bukain pintunya! Ini gue! Anna!”

Karena nggak ada respon, gue pun mendobrak pintu itu berkali-kali sampe akhirnya terbuka. Gue pun melihat sebuah kamar gelap yang berantakan banget.

“Berhenti!” gue denger suara Kelvin nyegah gue buat masuk. Syukur kalau dia belum bunuh diri, dan syukur karena ini bener-bener kamarnya.

“Vin, lo kenapa?” tanya gue, mecoba kalem sembari mencari sosok Kelvin.

Ketika mata gue nangkep keberadaan Kelvin, gue langsung terbelalak karena dia lagi menyayat tangannya. Gue pun langsung memeluk dia dari belakang sambil menjauhkan pisau yang digenggamnya di tangan kanan dari pergelangan tangan kirinya.

“Jangan bodoh Vin!” teriak gue. Kelvin pun diam, dan dia mulai mewek nggak jelas.

“Ngapain lo kesini, Na?” dia pun menarik nafas dalam-dalam, “bukannya lo sudah nggak mau lagi berurusan sama gue?”

“Maafin gue Vin.”

“Lo tahu? Setelah kejadian waktu itu, orang tua gue bercerai.”

“Vin...” gue pun mulai lirih dan mengeluarkan air mata, “gue minta maaf.”

Gue pun memeluk Kelvin erat-erat dan biarin dia nangis sejadi-jadinya di pelukan gue. Gue tahu kalau dia pasti sedih banget sekarang karena kebodohan gue. Selama ini gue nggak pernah tahu kehidupan Kelvin secara detail, dan kejadian di cafe waktu itu adalah kesalahan terbesar gue karena sudah nyakitin dia tanpa lihat situasi. Gue jauhi dia disaat dia butuh seseorang buat nguatin dia.

Beberapa saat kemudian, Kelvin cerita ke gue tentang apa yang dia alami. Setelah gue ninggalin dia di cafe waktu itu, dia langsung pulang ke rumahnya, dan mendapati kedua orang tuanya sedang berbicara dengan pengacara mereka untuk mengurus masalah perceraian karena keluarganya sudah nggak harmonis lagi. Kelvin cuma bisa diam sampe pada akhirnya kedua orang tuanya benar-benar bercerai, kemarin. Dan sekarang, dia pengen mati walaupun berhasil gue cegah.


***


Kejadian itu yang bikin gue lupa sama Ardhy. Mungkin gue masih menghubungi dia, tapi hati gue sudah nggak sama dia. Gue berubah. Gaya rambut gue berubah, dandanan gue juga berubah. Gue merasa kalau Ardhy bakalan sakit hati apalagi karena sekarang gue sudah jadi punya Kelvin. Gue cinta sama Kelvin sekarang dan nggak peduli apapun yang terjadi.

(The End)
Requested by Devina

2 comments:

  1. the climax though...

    ReplyDelete
  2. so long and goodbye....katokku bolong tp cerpene ughh ahay

    ReplyDelete

Feel free to give me your opinion :D