“Let's run away. Don't let the colors
fade to grey. We'll never be as young as we are now.” –Never Be (5 Seconds Of Summer)
TING TONG TING TONG...
Suara
jam dinding itu cukup menggangguku, kulihat jam yang menunjukkan pukul dua
belas malam. Aku pun terbangun dari tidurku apalagi karena perutku yang sangat
lapar. Makanan! Aku butuh makanan!
Aku
membuka lemari es, namun tidak ada makanan sama sekali di dalamnya. Aku juga
telah membuka lemari-lemari di dapur yang biasanya dipenuhi makanan, namun
nihil. Semuanya kosong. Sepertinya mamaku tidak berbelanja atau apalah itu.
Seketika
aku ingat kalau aku bisa kembali ke masa lalu pada pukul dua belas malam. Aku
pun memejamkan mataku sejenak sambil membayangkan masa lalu mana yang akan aku
datangi. Pesta? Ah, ide bagus. Kini aku pun langsung menuju ke sebuah pesta.
Pesta ulang tahun sahabatku, Audy, dan akan banyak makanan disana.
Sesampainya
di pesta ulang tahun Audy, aku langsung menghampiri meja yang penuh sekali dengan
makanan. Aku tidak perlu takut karena aku sampai pada waktu makan dan pastinya,
aku kemari dengan keadaan yang sama seperti waktu dulu aku menghadiri acara
ini. Pakaianku terlihat rapi dan semuanya mulus. Setelah makan, aku langsung
memejamkan mataku lagi untuk kemabali ke masa semula dengan keadaan yang sangat
kenyang.
***
Suatu
hari, pada saat aku sedang bersama Audy, Evelyn, Vano dan Galuh di rumahku, aku
menemukan sepucuk surat yang ditujukan untukku. Ketika aku membukanya bersama
teman-temanku, mataku langsung terbelalak.
Dear Ivan,
Mungkin
kamu akan bertanya-tanya, untuk apa surat ini dikirimkan. Jawabannya adalah,
untuk membuatmu mengantisipasi atas kekuatan yang kamu miliki. Jangan
sekali-kali kamu menggunakan kekuatanmu dengan tidak bijaksana, atau kamu dan
beberapa orang yang kamu kasihi akan dikorbankan!
Surat
itu datang tanpa alamat. Seseorang tahu akan kekuatanku, dan membuat
teman-temanku menjadi tahu akan hal ini. Mereka memandangiku dengan wajah
kebingungan sehingga aku terpaksa mengatakan semua ini kepada mereka. Aku
memiliki kekuatan untuk menjelajah waktu setiap pukul dua belas malam. Kekuatan
itu datang secara tiba-tiba sebulan lalu, dan aku selalu menggunakannya untuk
mencari makanan setiap malam, menukar pekerjaan sekolah yang dulunya mendapat
nilai jelek dan macam-macam lagi. Namun setelah aku membaca surat itu, aku
merasa bahwa apa yang telah aku lakukan adalah salah, dan aku tidak tahu harus
bagaimana lagi. Tapi apa urusannya dengan orang yang mengirimiku surat ini?
Kekuatan ini kan milikku bukan orang itu. Aku pun mulai tidak peduli dan
memasukkan surat itu ke kantong celanaku.
Setelah
surat itu, aku kembali menggunakan kekuatanku. Aku menunggu sahabat-sahabatku
pulang ke rumah mereka masing-masing. Aku pun datang ke tempat Evelyn,
sahabatku. Sepertinya ini sebulan yang lalu karena aku melihat banyak makanan
di dapur rumahnya. Makanan banyak itu disediakannya untuk sebuah acara syukuran
keluarganya. Inikah yang dimaksud kurang bijaksana? Dengan mengambil makanan
yang digunakan untuk syukuran? Ah, entahlah. Aku sangat kelaparan, dan tidak
bisa menahannya lagi. Aku pun mengambil sebuah cupcake dan membawanya ke masa
sekarang.
Sesampainya
aku di rumah, aku mulai tersadar bahwa ini belum pukul dua belas malam karena
sahabat-sahabatku masih berada di ruang keluarga. Aku melihat Vano dan Galuh
bermain game, dan aku juga melihat Audy dan Evelyn sedang bergosip. Lho? Ini
kesalahan. Bukannya mereka sudah pulang? Bukannya jam dindingku sudah
berdentang? Ini aneh.
Aku
pun masuk ke ruang keluarga dan bergabung dengan Vano dan Galuh. Tiba-tiba
listrik di rumahku langsung padam. Lampu-lampu mati dan suasana menjadi gelap.
Aku dan keempat sahabatku panik karena kegelapan ini. Kami tidak bisa
menggunakan alternatif lain karena semua ponsel kami mati, dan aku tidak
memiliki lilin. Aku pun teringat akan surat yang tadi kubaca. Oh tidak! Aku
sudah melakukan kesalahan.
Aku
mengambil surat itu dari kantung celanaku. Kubuka kembali surat itu, yang kini
berbau amis darah. Aku langsung mendengar suara teriakan Vano, Galuh, Audy dan
Evelyn.
“Ivan!
Tolong!!!” Suara Audy pun menggema di seluruh rumahku, namun aku tidak
menemukan keberadaannya. Teriakan mereka... Sahabat-sahabatku... Dimana mereka
sekarang? Aku tidak tahu apa-apa karena keadaan begitu gelap. Bau darah...
dimana-mana bau darah. Apakah ada pembunuh di rumahku?
“Jangan!
Jangan bunuh mereka!!!” aku berteriak kencang dan terkejut karena aku berada di
rumah sakit.
Aku
merasa sangat kebingungan. Apa yang telah terjadi kepadaku? Apa yang terjadi
tadi? Bagaimana nasib keempat sahabatku?
Tiba-tiba
mama masuk ke dalam ruanganku. Ia menyampaikan bahwa Audy, Evelyn, Vano dan
Galuh telah meninggal. Ada suatu hal misterius telah terjadi di rumahku semalam.
Mereka meninggal di tempat, setelah listrik padam. Tidak! Tidak mungkin surat
itu benar! Aku bingung dan tidak bisa menahan segala ketakutanku.
***
Aku
selalu melihat bayangan mereka. Audy, Evelyn, Vano dan Galuh. Aku kacau. Aku
ketakutan. Sepertinya mereka dendam denganku. Aku tidak bisa berpikiran jernih
dan tidak bisa bertemu siapapun karena keberadaan mereka semakin membuatku
terpuruk. Keluargaku pun memindahkanku ke sebuah rumah sakit jiwa. Aku menyerah
dan memutuskan untuk tidak menolak meskipun ini sangat menyakitkan.
Ketika
aku sedang berada di sebuah lobby di rumah sakit jiwa itu untuk menemui seorang
dokter, seseorang datang menghampiriku. Aku tahu dia adalah penghuni tempat ini
juga. Ia pun berbicara kepadaku, dan kelihatan normal.
“Kau!
Kau harus kembali kepada hari itu!” katanya sambil menunjukku. Aku hanya diam
dan tidak menanggapinya. Meskipun orang itu terlihat normal, tapi tetap saja
dia penghuni rumah sakit jiwa. “Kau bisa kembalikan mereka selamanya dengan
melepas kekuatanmu! Kesempatan itu hanya bisa kau gunakan malam ini,” katanya
lagi, lalu ia tertawa keras sekali dan aku ketakutan. Aku pun memejamkan mataku
dan orang itu menghilang.
Apa
benar? Apa dia? Ah! Mungkin harus kucoba. Namun ini rumah sakit jiwa. Obat
penenang, perasaan ketakutan itu dan bayangan mereka. Aku tidak yakin kalau aku
bisa terjaga pada pukul dua belas malam nanti. Tapi, kekuatanku? Entahlah.
***
Aku
tidak meminum obat penenangku, dan memaksa diriku untuk terjaga meskipun
bayangan keempat sahabatku setia dengan keberadaannya di setiap sudut kamarku.
Aku mencoba untuk berdamai dengan mereka semua hingga pada akhirnya jam dinding
di kamarku menunjukkan pukul dua belas malam nanti.
23.30
dan setengah jam lagi aku bisa kembali ke waktu itu. Aku akan kembali pada saat
sebelum kematian Audy, Evelyn, Vano dan Galuh. Namun perkiraanku salah. Keempat
bayangan itu, mereka yang mendiami sudut kamarku mulai mendekatiku. Aku sangat
ketakutan dan berteriak keras, namun tidak ada yang mendengarkanku. Mereka
berseringai dengan penuh rasa dendam. Tidak! Tidak! Tidak!
Aku
memejamkan mataku meskipun waktunya belum tepat. Aku merasakan tangan-tangan dingin
mereka menyentuh tubuhku hingga membuatku merinding.
“Ivan...
kami belum mau mati,” aku mendengar suara Audy lirih di sampingku. Akupun
berkeringat. Aku takut sekali.
“Biarin
aku kembali! Menyingkirlah dariku!” kini aku berteriak keras.
Aku
membuka mataku, dan kembali ke masa-masa dimana aku mengambil makanan.
Masa-masa dimana aku melakukan hal-hal bodoh setelah bisa menjelajah waktu. Aku
perbaiki semua yang telah aku lakukan menjadi sama dengan kenyataan sebelumnya.
Mungkin inilah yang diharapkan oleh surat yang waktu itu dikirimkan untukku.
Akhirnya
aku kembali pada hari itu. Hari kematian keempat sahabatku. Aku melihat Vano
dan Galuh sedang bermain game, dan juga melihat Audy dan Evelyn bergosip. Aku
tidak berani bergabung dengan mereka, namun tiba-tiba Vano mengajakku mendekat.
Akhirnya aku bergabung dengan mereka lagi. Aku kelelahan karena sudah
menjelajah berbagai macam waktu. Yang aku tahu adalah kemampuanku untuk
menjelajah waktu sudah habis. Aku tidak peduli, asalkan aku tidak lagi dihantui
kesedihan akibat kematian sahabat-sahabatku. Dan yang lebih baik adalah, aku
tidak lagi berada di rumah sakit jiwa.
(THE END)
Comments
Post a Comment
Feel free to give me your opinion :D