A Boy Can
Do Everything For Girl
“I don't
care if your beautiful lips exist out there 'cause I'm wonderless.” –Wonderless (Pierce The Veil)
“Tidak
ada hal yang paling menyenangkan di dunia ini selain basket.” Begitulah yang
selalu dikatakan Sutio dan Totok dalam setiap kesempatan. Dua sahabat itu sudah
mencintai basket sejak mereka masih kanak-kanak. Sutio yang bertubuh tinggi itu
memang sangat cocok dalam permainan basket, begitu pula Totok yang kuat dan
berotot.
Pertandingan
demi pertandingan telah mereka lalui hingga mereka memiliki posisi bagus dalam
tim basket sekolah. Pelatih Ifa yang merupakan pelatih mereka itu pun selalu
mengandalkan mereka berdua untuk kemenangan timnya.
Suatu
siang yang terik pun datang. Sutio dan Totok yang sedang beristirahat itu pun mulai
memperdebatkan sesuatu.
“Yo,
elo tahu si Monica nggak?” Totok mulai bertanya.
“Oh
itu, si anak kelas sebelah. Cewe gue itu!” jawab Sutio dengan nada bercanda.
“Eh,
nggak usah terlalu pede lo!”
“Wah,
gimana kalau kita kejar dia?”
“Yo,
gue tuh mau cerita ke elo kalau gue suka sama dia. Ngapain lo ngikut?”
“Oh,
itu tah? Sama dong. Gue juga suka sama dia.”
“Nggak
bisa gitu dong!”
“Eh!
Mau gimana pun juga, gue yang bakal dapetin dia!”
Mulai
hari itu, Sutio dan Totok memulai persaingan mereka. Monica. Gadis mungil yang
menjadi salah satu gadis yang diperebutkan anak laki-laki seantero sekolah.
Pesonanya memang telah melumpuhkan akal sehat banyak orang termasuk dua sahabat
itu. Tanpa disadari pula, performa basket mereka terganggu padahal dua minggu
lagi mereka akan menghadapi pertandingan antar sekolah.
Hujan
deras pun datang sepulang sekolah, dan Monica terlihat sangat bosan. Ia sedang
menunggu supir pribadinya yang tidak kunjung datang menjemputnya. Sesaat
kemudian Totok datang menawarkan diri untuk mengantarnya pulang. Monica yang
sudah muak menunggu itu pun mengiyakan ajakan Totok. Akan tetapi, Sutio yang
diam-diam melihat dari kejauhan langsung terlihat marah.
***
Jam
istirahat pertama berbunyi, Sutio pun bergegas ke perpustakaan karena ia tahu
kalau Monica sedang ada disana. Entah darimana ia mendapatkan kabar itu, namun
ia percaya saja, dan langsung kesana.
Perpustakaan
terlihat sangat sepi dan sepertinya tidak ada siapapun di dalam, namun Sutio
tetap masuk ke dalam untuk melihat sendiri apakah Monica ada di dalam sana
sebelum ada orang lain yang melihatnya, terutama Totok yang sekarang sudah
menjadi saingannya.
“Cari
siapa?” tiba-tiba Sutio mendengar suara yang familiar di telinganya. Ia pun
mencari asal suara itu yang ternyata tepat dibelakangnya.
“Monica?”
Sutio terkejut karena yang menanyainya adalah Monica sendiri.
“Nyariin
aku?”
“I-iya,”
kini Sutio terlihat sangat gugup, “k-kamu apa kabar?”
Monica
yang melihat tingkah laku Sutio itu pun mulai tertawa kecil, dan begitu pula
dengan Sutio. Pertemuan itu pun terasa sangat canggung dan membuat Sutio ingin
mati saja. Ternyata untuk bertemu pujaan hatinya, ia harus memupuk keberanian.
Sutio
pun mengajak Monica membaca buku bersama dan mulai berbicang-bincang untuk
mencairkan suasana. Baru kali ini Sutio mau menghabiskan jam istirahatnya di
perpustakaan, dan itu semua demi Monica. Baginya, apapun akan dilakukan asalkan
nantinya ia bisa merebut hati Monica. Ia tidak membiarkan siapapun merebut
gadis itu dari tangannya, bahkan Totok sekalipun yang merupakan sahabatnya.
Tiba
saatnya pada saat latihan, Sutio dan Totok sama sekali tidak berkonsentrasi,
bola tidak masuk keranjang, lari yang sangat lambat hingga tidak sadar akan
keberadaan bola. Mereka terbang dalam bayangan cinta semu antara diri mereka
sendiri dan Monica. Hal ini dirasakan oleh pelatih Ifa. Ia pun mulai naik
pitam.
“SUTIO!
TOTOK! SINI KALIAN!!!” pelatih Ifa pun berteriak, lalu meniup peluitnya
keras-keras.
Totok
yang sadar kalau pelatihnya itu memanggil namanya, langsung menghampiri Sang
pelatih.
“I-iya
coach...” kata Totok, gugup.
“Sutio!”
Pelatih Ifa memanggil ulang Sutio karena tidak mengindahkan panggilan
pertamanya.
Sutio
pun berlari menghampiri pelatih Ifa setelah sadar kalau namanya dipanggil. Ia
sadar kalau permainannya sangat kacau hari ini. Mungkin ia akan dihukum, atau
lainnya.
“Saya
kecewa melihat permainan kalian akhir-akhir ini,” kata pelatih Ifa.
“Maksud
coach Ifa?” tanya Totok.
“Jangan
pura-pura tidak tahu dengan apa yang sedang kalian lakukan sendiri!” Pelatih
Ifa mulai berteriak, “Pasti ada masalah diantara kalian berdua.”
Pelatih
Ifa pun menghukum Totok dan Sutio dengan menyuruh mereka bermain berdua saja.
Sebenarnya ini trik dari pelatih itu untuk membuat mereka mengungkapkan segala
masalah yang mereka miliki. Benar saja, Sutio dan Totok saling menyalahkan,
melempar bola keras-keras, dan pada akhinya mereka sling tubruk dan pukul.
Pelatih Ifa pun melerai mereka berdua.
“Saya
tahu kalau kalian itu sedang bermasalah,” kata pelatih Ifa.
“Sutio
dulu Coach!” Totok memulai.
“Enak
aja! Elo dulu, bego!” Sahut Sutio dengan nada tinggi.
“Sudah-sudah!
Kalau begitu kalian harus dipisahkan,” lerai pelatih Ifa, “karena sebentar lagi
pertandingan dimulai, dan permainan kalian justru memburuk. Ehm. Salah satu
dari kalian harus mengundurkan diri.”
“Ta-tapi
Coach... Kami kan sudah terdaftar,” sergah Totok.
“I-iya
pelatih,” sahut Sutio.
“Ini
demi keamanan tim kita. Saya tidak mau kalau nantinya ada yang labil dan
mengacau. Bukan masalah kekalahan yang saya takutkan, tapi masalah pertengkaran
ini. Saya tidak ingin ada yang terluka di lapangan.”
“T-t-tapi?”
sahut Sutio dan Totok bersamaan.
“Atau
kalian berdua yang saya keluarkan.”
“Baik
Coach,” Totok mulai berbicara, dan dengan berat hati ia berkata, “saya yang
mengundurkan diri.” Tanpa basa-basi ia langsung pergi.
Cinta
bisa membuat seseorang mengorbankan apapun, termasuk pertandingan impiannya.
Totok memang sangat ingin mengikuti pertandingan itu, tapi ia memilih mundur
untuk mengejar cinta gadis pujaannya, Monica. Ia juga memikirkan sahabatnya,
Sutio yang sangat ingin mengikuti pertandingan yang selalu diimpikannya itu.
Jika Sutio yang mengundurkan diri, ia akan merasa sangat sedih dan bersalah.
Setelah
kejadian itu, Sutio dan Totok masih tetap bersaing untuk memperebutkan Monica.
Banyak hal yang mereka lakukan untuk memenangkan hati gadis itu. Dinner, lagu,
puisi, dan apapun demi Monica. Hingga pada suatu hari, setelah pertandingan
basket berakhir, mereka bertiga bertemu di sebuah cafe untuk saling menyatakan
cinta.
“Maaf,
tapi gue nggak bisa,” jawab Monica ketika Sutio dan Totok sudah menyatakan
cinta mereka.
“Kenapa?
Karena kami saingan buat lo?” tanya Sutio.
“Bukan!”
sanggah Monica, “Ka-karena gue p-punya tunangan.”
JLEB! Begitulah yang dirasakan Sutio dan
Totok. Tunangan? Usaha mereka kali ini benar-benar tidak berguna. Keluar dari
tim basket, saling hajar, persahabatan yang hancur dan semua itu hanyalah
kesia-siaan ketika Monica mengaku bahwa ia memiliki seorang tunangan.
“Siapa
sih tunangan lo?” tanya Totok dengan kalem. Kali ini Sutio hanya bisa terdiam,
malu.
“T-t-tunangan
gue...” jawab Monica dengan sangat gugup dan ketakutan, lalu air mata menetes
di pipinya, “Maafin gue!” Kini ia tersedu-sedu, “dia, c-coach kalian. Ifa,” ia menunduk
dan kata-katanya pun terdengar berat, “maafin gue. Sekali lagi.”
Coach Ifa? Jadi selama ini, dia? Inilah
hal yang dipikirkan oleh Sutio dan Totok. Kali ini mereka terlihat sangat
bodoh. Nampaknya mereka harus merenungkan apapun yang telah mereka lakukan.
Persahabatan mereka yang hancur harus diperbaiki atau malah harus dileburkan
lagi sehingga tidak ada lagi mereka.
Monica
juga turut sedih karena hal itu. Ia tidak bisa berbohong karena ia memanglah
tunangan si pelatih basket itu. Sudah beberapa bulan ini ia terikat di
dalamnya. Mungkin orang tuanya dan orang tua pelatih Ifa terburu-buru untuk
menunangkan kedua anaknya. Padahal rencananya, pernikahan mereka akan
diselenggarakan setelah Monica lulus dari perguruan tinggi yang jelas-jelas
masih lama. Karena pertunangan itu, ia tidak bisa mencintai siapapun lagi
meskipun hanya untuk mencoba. Tapi Monica juga bersyukur karena itu, ia memang
sangat mencintai tunangannya meskipun selama ini menjadi rahsia agar tidak ada
yang menjauhinya. Yang disayangkannya adalah pengorbanan dua sahabat yang
sekarang berada di hadapannya itu, terutama pengorbanan Totok. Ia rela keluar
dari tim basket demi mengerjar cintanya tanpa pertarungan sengit dengan Sutio.
(THE END)
Klik disini untuk pengantar, disini untuk cerpen pertama, dan disini untuk cerpen kedua.
Comments
Post a Comment
Feel free to give me your opinion :D