Dalam Gaun Hitam
![]() |
Black Dress sudah difilmkan :) |
***
Suatu pagi yang mendung, seorang
gadis sedang termenung di dalam kamarnya. Setelah ingat bahwa dia harus segera
pergi, gadis itu berjalan menuju lemari pakaiannya. Lemari pakaian itu terletak
terpinggir kamarnya. Perlahan-lahan si gadis memilah-milah pakaian yang hendak
dikenakannya untuk kegiatan rutinnya, yaitu pergi ke taman dan menemui
kekasihnya. Dia sudah berhari-hari tidak bisa menemui kekasihnya, dan dia
sangat merindukan kekasihnya itu.
Akhirnya, gadis itu memilih pakaian
berwarna hitam, sebuah gaun panjang se-lutut yang hitam legam tanpa hiasan.
Gadis itu pun mengenakan gaunnya, lalu mulai merias wajahnya agar terlihat
cantik karena dia –sekali lagi- akan menemui kekasihnya. Dia sudah tidak sabar
untuk membagi seluruh perasaannya kepada pemuda yang paling dicintainya itu.
Dia memulaskan warna merah darah di bibirnya yang tipis agar terlihat lebih
berisi dan celak mata hitam di matanya, agar matanya yang agak sipit terlihat
lebih lebar.
Perlahan-lahan, gadis itu menyisir
rambutnya yang lurus, panjang dan hitam legam se-rapi mungkin. Setelah selesai
berdandan, dia pun mengenakan sepatu hitam yang senada dengan pakaiannya. Gadis
itu siap untuk menemui sang kekasih di sebuah taman.
Sesampainya di taman, gadis itu
hanya duduk disebuah bangku panjang berwarna putih yang letaknya di bawah
sebuah pohon beringin. Gadis itu diam saja, pandangannya lurus ke depan, dan
bibirnya tersenyum.
“Ah... aku ingat ini semua,” gadis
itu mulai berbicara, air matanya pun menetes, membuat celak matanya luntur dan
mewarnai pipinya dengan warna hitam.
Tiba-tiba seorang pemuda berjalan
menghampirinya. Pemuda itu duduk di sebelah sang gadis tanpa berbicara sepatah
kata pun. Gadis itu tidak menyadari keberadaan sang pemuda dan terus menatap ke
depan. Pemuda itu memperhatikan sang gadis dengan seksama, dari atas ke bawah
dan dari bawah ke atas. Raut wajahnya menampakkan ekspresi sedih sekaligus
kesal yang sudah pasti ditujukan kepada sang gadis. Lalu pemuda itu membelai
rambut sang gadis dengan lembut.
“Aku nggak suka kamu pakai baju
hitam,” kata sang pemuda dengan nada halus namun tegas.
Sang gadis hanya terdiam, ia
tersenyum dan memandang ke arah sang pemuda dengan mata berbinar namun tersirat
rasa bersalah. Setelah itu, sang gadis menghadap lurus ke depan lagi, lalu
menunduk.
“Maaf sayang. Aku tahu kalau kamu
pasti nggak suka kalau aku pakai baju warna hitam,” gadis itu berbicara dengan
nada bersalah.
Malam harinya, gadis itu pergi ke
sebuah kafe untuk menemui kekasihnya. Kafe tersebut merupakan tempat yang
paling sering dia kunjungi bersama kekasihnya untuk menghabiskan malam yang
lelah setelah seharian menjalani rutinitas mereka masing-masing. Dia masih
mengenakan gaun hitam tadi karena keinginannya yang kuat untuk memakai gaun itu
meskipun sang kekasih tidak akan menyukainya.
Gadis itu memesan dua cangkir latte panas dan dua porsi pasta karena
itulah minuman dan makanan yang selalu dia dan kekasihnya pesan setiap makan
malam di kafe tersebut. Sesaat kemudian, pesanan sang gadis itu datang. Aroma dua
cangkir latte panas mengepul sudah
tercium wangi di hidungnya, dan bau pasta yang gurih sudah menggodanya. Namun
sang gadis tidak mau makan sebelum sang kekasih datang, kecuali kalau dalam
lima menit sang kekasih memang tidak menunjukkan tanda kedatangannya.
Beberapa saat kemudian, seorang
pemuda datang menghampirinya. Pemuda yang sama dengan yang duduk di sebelahnya
ketika dia berada di taman tadi. Pemuda itu duduk di seberang sang gadis dalam
satu meja, lalu menggenggam tangan sang gadis yang kedua telapaknya saling mengepal
di atas meja. Pemuda itu tersenyum, namun raut sedih dan kesal bahkan kecewa
terlihat dibalik senyuman hangatnya.
“Aku nggak suka kamu pakai baju
hitam,” pemuda itu kembali mengatakan hal serupa dengan apa yang dikatakannya
pada saat di taman beberapa saat lalu.
Sang gadis hanya terdiam bagaikan
tidak tahu lagi harus bagaimana. Dia pun menundukkan kepalanya dengan raut
wajah penuh penyesalan. Gadis itu pun akhirnya menyantap makanannya perlahan
bersama dengan perasaannya yang benar-benar dipenuhi oleh penyesalan itu.
Keesokan harinya gadis itu pergi
kuliah. Dia mengenakan pakaian serba hitam lagi, meskipun kali ini tidak dalam
bentuk gaun. Dia mengenakan kemeja hitam, celana panjang hitam dan sepatu
hitam. Lehernya dibalut dengan syal hitam dan tangannya dipenuhi gelang-gelang
karet berwarna hitam. Riasan wajahnya pun gelap dengan celak mata hitam dan
tebal, bahkan rambut panjangnya pun dibiarkan terurai. Dia sangat melanggar
keinginan kekasihnya walaupun dia sangat paham bahwa kekasihnya tidak akan suka
jika melihatnya mengenakan pakaian serba hitam.
Seusai jam perkuliahan, sang gadis
tetap duduk di bangkunya yang berada di barisan paling belakang. Dia merasa sangat
kesepian. Lalu, dia mengeluarkan sebuah buku kecil dari dalam tas ranselnya,
dan air mata pun mulai menetes –lagi- dari matanya meskipun dia belum membaca
isi buku kecil tersebut.
Gadis itu membuka halaman per
halaman buku kecil yang ada di tangannya dengan tatapan kosong. Di dalam buku
itu terdapat banyak sekali foto-foto tentang gunung yang sudah atau hendak
ditaklukkan oleh sang pemiliknya, terutama Sang Mahameru karena si pemilik buku
itu sangat berambisi untuk menaklukkannya. Bahkan, dalam buku itu terdapat
tulisan-tulisan dan artikel-artikel tentang gunung Semeru sebagai persiapannya
menuju puncak tertinggi di Jawa itu. Namun pada halaman terakhir di buku kecil
itu terdapat beberapa kalimat yang tidak pernah lupa untuk dibaca sang gadis
setiap harinya.
“Aku nggak suka kalau kekasihku pakai baju hitam dan nggak akan pernah suka. Aku tahu pakaian hitam memang cocok untuknya, namun aku tidak ingin kalau dia memakainya terus. Tanpaku.”
Sebuah pesan atau hanya sebuah
catatan biasa, kalimat-kalimat itu sangat berarti bagi setiap orang yang
membaca buku kecil tersebut, terutama sang gadis. Kalimat-kalimat itu ditulis
di malam yang dingin dengan tangan yang mulai membeku oleh seorang pemuda pucat
pasi yang sangat mencintai kekasihnya dalam suatu pendakian menuju puncak
tertinggi Jawa yang diagung-agungkan olehnya.
Benar saja bahwa buku itu adalah
buku harian milik kekasih gadis itu, dan sang kekasih menuliskan suatu hal yang
seharusnya dituruti sang gadis. Sang kekasih tidak ingin kalau gadis itu
mengenakan pakaian hitam. Namun sepertinya gadis itu tetap tidak akan mau menuruti
keinginan kekasihnya karena dia masih ingin terlarut dalam kesedihannya sendiri.
(Tamat)
Semarang, 8 Januari 2015
ELISABETH DYAH AYU CINTAMI WISNUGROHO
*Dilarang keras untuk meng-copas tanpa ijin*
Comments
Post a Comment
Feel free to give me your opinion :D