Skip to main content

Short Story - Kata

Photo by Elisabeth Cintami
KATA




Di sebuah balkon kampus, sore hari...

                “A. A. Apa. Apa?” Kali ini Karin pusing sekali. Hanya untuk membaca kata “apa” saja seperti sedang membaca rumus matematika. Namun rasa pusing itu tidak sebanding dengan rasa hancur di hatinya setelah dokter mengatakan bahwa dirinya menderita disleksia setelah mengalami benturan keras di kepalanya karena dipukuli oleh beberapa senior di kampusnya.

                Sekarang Karin tidak bisa membaca seperti dulu lagi. Prestasinya yang gemilang dulu seperti sia-sia belaka. Ia sudah tidak lagi sanggup menerima keadaannya yang sekarang.


         “Ahhh!!! SAMPAAHH!!!” Ia membanting novel yang sedang dibacanya. Novel yang dulu merupakan novel favoritnya pun kini terasa seperti sebuah batu hieroglif yang sulit dibaca. Kini ia menangis dan mulai menginjak-injak novel itu. Kini ia merasa bahwa masa depannya sebagai seorang mahasiswa Sastra sudah berakhir.

           “Jangan dibuang! Buku bukan untuk dirusak, kan?” Tiba-tiba seorang pemuda mendatanginya. Pemuda itu merupakan sorang yang belum pernah dilihatnya. Tinggi dan tampan. Aduh, tidak ada yang seperti itu di kampunya. Ia merasa bahwa seluruh teman laki-laki se-kampusnya tidak ada yang setampan ini. Pemuda itu mengenakan sweater warna hitam, dan membawa tas ransel coklat.

                “Oh.” Jawab Karin dengan nada sinis dan singkat.

                “Pasti ada tugas untuk membuat essay kan?”

                “Bukan urusanmu!”

            “Novel ini pasti kamu pilih karena mudah.” Pemuda itu memungut novel yang sudah terkoyak itu sambil memandanginya.

                “Mudah? Ndasmu!”

           “Galak amat sih?” Pemuda itu pun duduk di sebelah Karin dan membacakan kalimat yang tadi tidak bisa dibancanya, “Apa alasanmu menolakku?”

                “Eh! Kamu siapa sih? Tiba-tiba kok bilang gitu?”

                “Bu-bukan! Ini kan? Ini kalimat yang tadi mau kau baca.”

                “Ah! Sok tau!”

          “Kalau kamu mau, aku bacakan buku ini untukmu. Buku ini tipis kok. Dalam dua jam aku akan membacakannya sampai selesai. Bagaimana?”

                “Kamu siapa sih?”

           Pemuda itu tidak menjawab pertanyaan Karin. Ia justru terus membacakan isi novel itu dengan semangat. Karin tidak memiliki pilihan selain mendengarkannya.

          Selesai membaca novel, pemuda itu tersenyum kepada Karin sambil menyodorkan novel itu kembali.

                “Kamu sudah paham kan?”

           Karin menganggukkan kepalanya meskipun bingung dengan apa yang dilakukan oleh pemuda itu.

                “Baca saja sebisamu. Kata tidak akan pernah menghianatimu.”

                “Kamu siapa sih?”

                “Ingat! Kata tidak akan pernah menghianatimu.”

         Pemuda itu tidak mengatakan siapa dirinya. Ia justru pergi meninggalkan Karin tanpa penjelasan apapun. Karin memang sudah paham dengan isi novel tersebut sekarang, bahkan lebih paham daripada sebelumnya. Bagusnya lagi, ia juga paham segala hal yang terisrat dalam cerita di novel itu. Akan tetapi, apa yang dilakukan pemuda itulah yang tidak bisa dipahaminya. Siapa dia? Mengapa dia baik sekali?

            Meskipun kepalanya terasa sakit, Karin memutuskan untuk melupakan kejadian tadi. Ia hanya memikirkan bagaimana cara menyelesaikan essay yang akan dikerjakannya nanti.

             “Kata tidak akan pernah menghianatimu ya?” Karin mengulang kalimat yang dua kali disebut oleh pemuda tadi.

            Tiba-tiba sesuatu terjatuh dari sela-sela buku novel yang dibawa Karin. Sebuah kertas yang bertuliskan puisi lama buatannya saat menjadi mahasiswa baru pun terjatuh tanpa disadarinya.

Aku Membuat Perjanjian dengan Kata

Seperti perjanjian dengan iblis,
aku akan menukarkan segalanya untuk Kata.
Tapi Kata berkata tidak mau.

Kata yang aku baca bagaikan malaikat penolongku.
Ia begitu kuat, tidak sepertiku.

Seperti perjanjian dalam sejarah,
aku akan memberikan keuntungan untuk Kata.
Tapi kata berkata tidak mau.

Kala aku membaca, ia memberiku pengertian.
Kata tidak mau meninggalkanku.
Begitupun aku yang berjanji untuk selalu setia kepadanya.
Karena kata tidak akan pernah menghianatiku.

Seperti perjanjian kedua mempelai,
aku akan mengikrarkan janji sehidup dan sematiku. 
Inilah yang diinginkan Kata dariku. 

           Hari sudah petang, dan langit pun sudah gelap. Karin memutuskan untuk pulang. Kini ia pulang dengan membawa kepercayaan bahwa Kata tidak akan pernah menghianatinya.


(FIN)
ELISABETH DYAH AYU CINTAMI WISNUGROHO

p.s: Dilarang keras copas tanpa menyertakan sumber!
(All Rights Reserved)

Comments

Popular posts from this blog

Ngoceh Lagu > A Trophy Father’s Trophy Son by Sleeping With Sirens

Mungkin buat yang dulu pernah buka blog ini dan nemuin yang namanya “Bedah Lagu”, tahu maksud gue bikin artikel macem gini. Hehehe. Ngoceh lagu tuh maksudnya semacem bedah lagu, cuma ini nggak perlu diartiin per baris. Hehehe. Ada beberapa fakta dan opini dari lagu-lagu yang gue ocehin, dan gimana efek lagu itu buat gue (dan mungkin buat kita semua). Pokoknya gue mau ngocehin lagu itu sampe puas, dan kalo ada salah-salah, gue mohon maaf dan bantuannya yak buat ngebenerin atau ngelurusin fakta yang salah lewat komen di bawah. Hehehe. Langsung aja deh, gue mau ngocehin lagunya Sleeping With Sirens dari album Let’s Cheers To This (2011) yang judulnya A Trophy Father’s Trophy Son. Capcus! Ini liriknya "A Trophy Father's Trophy Son" Father, father, tell me where have you been? Its been hell not having you here I've been missing you so bad And you don't seem to care When I go to sleep at night, you're not there When I go to sleep at night...

Sastra Inggris – Secuplik Perjalanan Seorang Anak Bawang

Sastra Inggris – Secuplik Perjalanan Seorang Anak Bawang Source: Instagram @elisabethcintami Hari Sabtu gini cocok lah buat cerita-cerita dikit, sambil ngopi sama ngemil wiskas (eh, bukan! Bukan! -__-). Pokoknya sambil ngemil. Oke! Jadi gue mau cerita biar nggak terus-menerus terlarut dalam dunia imajinasi liar gue. Mungkin sebagian dari kalian males banget bacanya. Tapi cerita ini serius, dan berasal dari dalam lubuk hati gue (yaelah). Oke langsung aja... Jadi, udah setahun aja gue jadi mahasiswa di jurusan Sastra Inggris alias English Department di UNDIP. Gue nggak nyangka setelah menclok sana-sini, pikiran melayang-layang terbang di udara, dan hati berdebar-debar nan berenang-renang (apasih?), akhirnya gue masuk Sastra Inggris.

Ngocehin Lagu – Heartache by One Ok Rock

“Heartache” Lagu Sedih Gagal Move On Halo! Kulanuwun !!! Hahaha. Udah lama banget nggak bahas lagu gitu ya. Hmm... Sebenernya banyak lagu yang mau gue ocehin di blog ini, tapi belum ada waktu aja buat nulisnya. Nah! Kali ini, gue mau ocehin lagu dari band yang berasal dari Jepang (weh! Beda nih!). Hmm... Band  yang satu ini adalah band Jepang pertama yang gue suka (dan baru-baru ini o.O). Agak malu juga sih gue, hehehe.