Skip to main content

Besties (Chapter 4)

Low
(Sebelumnya, baca dulu chapter 1, chapter 2 dan chapter 3-nya ya...)
Elle's POV
Aku terbangun setelah beberapa menit tertidur, dan kulihat Kellin yang masih tidur. Tangan kanannya menggenggam tanganku yang tersilang di sampingnya. Genggamannya terasa seperti genggaman seseorang yang sedang merasa ketakutan atau gelisah.
Sesaat aku melihat jam dinding yang tergantung di tembok, ternyata sudah sepuluh menit aku berada disini. Kuputuskan untuk keluar dari sini sebelum ada yang mengetahui keberadaanku. Sebenarnya aku tidak boleh berada disini sebelum ada yang mengijinkanku. Ku harap ibu atau ayah belum kesini untuk melihat kondisi Kellin.
Aku mulai beranjak dan perlahan-lahan melepaskan genggaman tangan Kellin dari tanganku. Lagi-lagi aku mengendap-endap. Sebelum membuka pintu kamar ini pun, aku menengok kondisi di luar melalui jendela kecil yang ada di pintu, dan ternyata kondisinya aman karena tidak ada seorang pun diluar. Aku langsung keluar dan memutuskan untuk pergi ke kafetaria lagi. Kali ini aku ingin membeli secangkir kopi karena aku merasa sangat mengantuk.
Sesampainya di kafetaria, aku membeli secangkir kopi latte panas yang mungkin sebentar lagi mendingin, karena suhu udara disini sangat dingin. Aku ingin menangis. Aku merasa tidak ada hal yang bisa aku lakukan. Bersama dengan seteguk kopi yang kuminum, aku menangis.
Kellin's POV
Aku terbangun dari tidurku sambil menahan rasa sakit yang kembali menyiksaku. Aku tetap menutup mataku sambil mencoba tidak mengerang kesakitan karena percuma saja. Tiba-tiba aku sadar kalau Elle sudah tidak ada disebelahku. Mungkin ada yang mengusirnya. Entahlah.
Beberapa saat kemudian ibu dan ayah masuk ke kamarku dengan seorang dokter dan seorang perawat. Firasatku sangat tidak enak. Aku melihat mata ibu yang sembab dan semua yang masuk memperlihatkan raut wajah yang sedih. Kalau mereka hanya berakting, aku akan tertawa sambil mengatakan bahwa semua itu tidak lucu. Sama sekali tidak lucu.
"Kellin," ibu mulai membelai rambutku dan suaranya terdengar pelan dan sedikit goncang. Aku hanya terdiam dan memandang matanya yang berkaca-kaca. Kucoba untuk menahan rasa sakitku.
"Hey nak! Aku dokter William," dokter yang datang bersama kedua orang tuaku itu pun mulai memperkenalkan dirinya.
"Aku Kellin," aku hanya memulai perkenalan.
"Kau akan menjadi seorang pejuang nak," kata dokter William dengan nada menghibur. Oh tidak, tidak. Akting mereka buruk sekali.
"Sayang, ibu tahu kau anak yang perkasa," tiba-tiba ibu mencium keningku dan kata-katanya terasa sangat aneh. Aku mulai merasa emosi dengan keadaan ini. Sesuatu yang buruk sedang menimpaku. Mereka mencoba untuk mengulur kabar ini atau bagaimana, tapi aku hanya ingin mereka mengatakan yang sejujurnya.
"Katakan saja! Apa yang sebenarnya terjadi?" Aku mulai angkat bicara dengan suara yang lebih keras, meskipun tetap terdengar lemah.
"Kau divonis," dokter William memulai jawabannya, lalu menarik nafas dalam-dalam. Ini pasti buruk, "Kau divonis mengidap Leukemia stadium awal." Kini aku mendapatkan jawabannya. Leukemia stadium awal, dan aku akan hidup dalam penderitaan. Aku hanya memejamkan mataku dan mencoba untuk bangun dari tidurku. Aku pasti hanya bermimpi. Namun, setelah aku membuka mataku lagi secara perlahan, yang kutemukan adalah bahwa aku tidaklah sedang bermimpi.
Aku melihat ibu membenamkan wajahnya dalam pelukan ayah. Ia pasti sedang menangis karena aku mendengar isakannya. Kini air mataku mulai menetes perlahan. Tubuhku mulai melemah dan aku menutupi mataku dengan kedua tanganku karena kini aku benar-benar menangis.

Comments

Popular posts from this blog

Ngoceh Lagu > A Trophy Father’s Trophy Son by Sleeping With Sirens

Mungkin buat yang dulu pernah buka blog ini dan nemuin yang namanya “Bedah Lagu”, tahu maksud gue bikin artikel macem gini. Hehehe. Ngoceh lagu tuh maksudnya semacem bedah lagu, cuma ini nggak perlu diartiin per baris. Hehehe. Ada beberapa fakta dan opini dari lagu-lagu yang gue ocehin, dan gimana efek lagu itu buat gue (dan mungkin buat kita semua). Pokoknya gue mau ngocehin lagu itu sampe puas, dan kalo ada salah-salah, gue mohon maaf dan bantuannya yak buat ngebenerin atau ngelurusin fakta yang salah lewat komen di bawah. Hehehe. Langsung aja deh, gue mau ngocehin lagunya Sleeping With Sirens dari album Let’s Cheers To This (2011) yang judulnya A Trophy Father’s Trophy Son. Capcus! Ini liriknya "A Trophy Father's Trophy Son" Father, father, tell me where have you been? Its been hell not having you here I've been missing you so bad And you don't seem to care When I go to sleep at night, you're not there When I go to sleep at night...

Song Fiction - Heartache (Song By One Ok Rock)

Heartache Sebelum baca song fictionnya, mohon baca ini dulu! Cerita ini hanya fiktif belaka dan sama sekali bukan fakta dari pemilik lagu. Seperti konsepnya, song fiction adalah cerita yang terinspirasi dari sebuah lagu (penjelasan lebih lanjut bisa dilihat disini ). Saya mengambil nama panggilan tokoh dari nama anggota band atau penyanyi yang membawakan lagu tersebut, namun mungkin nama lengkapnya akan berbeda (terutama nama belakangnya). Ciri fisik tokoh sama dengan pemilik asli namanya (dipilih sesuai kecocokan karakter dan karakteristiknya). Song by: One Ok Rock Lyrics: click here Lenght: 1433 words Illustration by Elisabeth Cintami “Dianne Watson,” wanita itu berjalan mendekati ayahku sambil memperlihatkan kartu identitasnya, “FBI.” Wanita itu datang ke rumah ayahku dengan dalih ingin bertransaksi ekstasi seperti kebanyakan orang. Namun selang beberapa waktu kemudian, ia menangkap ayahku, dan membawanya bersama dengan sekelompok polisi. Waj...

Song Fiction - Neko (Song by DISH//)

NEKO wattpad.com/storyeleeze Note: Akhir-akhir ini saya suka dengerin lagu-lagu dari band ini, dan imajinasi saya kemana-mana. Lagu mereka ternyata banyak yang keren guys! Salah satunya lagu dengan judul "Neko" alias kucing ini. Kapan-kapan saya bedah deh lagu mereka. Hehe. Untuk lirik lagu dan terjemahan bisa langsung klik di sini . (猫 : Neko : Cat : Kucing)   Kalau harus memilih untuk melupakanmu dan melanjutkan hidup, atau mengingatmu dan kehilangan semangat hidup, aku memilih untuk melupakanmu. Sambil memandangi langit petang hari, aku terus melanjutkan perjalanan kembali ke rumahku meskipun kini aku sendirian. Ah, rumah ya? Begitulah. Perjalanan akan terasa panjang bagiku karena tidak ada lagi yang menemani perjalananku. Tidak ada lagi kau di sampingku.